Kemerdekaan dan Pertanian
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia
PANDEMI Covid-19 telah berdampak signifikan pada kegiatan ekonomi nasional maupun daerah. Terganggunya kegiatan operasional berbagai sektor ekonomi, menyebabkan daerah mengalami penurunan pendapatan yang cukup dalam, walaupun berbeda kedalaman antar daerah. Menghadapi ini semua, tentu pemerintah pusat tidak dapat bekerja sendirian untuk menghadapi dan menyelesaikan problematika ekonomi saat ini.
Sekarang ini, kita bisa melihat bahwa kedalaman dampak Covid-19 antara satu wilayah dengan wilayah lainnya tidaklah sama. Daerah dengan basis industri seperti Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat termasuk Jawa Tengah adalah daerah terdampak yang cukup besar. Data BPS menunjukkan bahwa pulau Jawa, yang memiliki kontribusi sebesar 58,55% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, menjadi wilayah yang pertumbuhannya terkontraksi paling dalam akibat Covid-19, yakni sebesar 6,69%. Di sisi lain, Pulau Sumatera terkontraksi 3,01%, Bali dan Nusa Tenggara 6,29%, Pulau Kalimantan 4,35%, serta Pulau Sulawesi 2,76%. Hanya Pulau Maluku dan Papua yang bisa tumbuh positif 2,37% pada kuartal II.
Daerah Dorong Pertanian
Bertahan di tengah beratnya ancaman pandemi Covid-19 menyebabkan perekonomian Indonesia mengalami kontraksi di kuartal II –2020 hingga minus 5,32%. Kita melihat bahwa capaian ini masih relatif baik, apalagi jika kita lihat capaian triwulan II beberapa negara tetangga termasuk negara yang seukuran dengan kita.
Pada laporan BPS terakhir, ada sektor yang masih memberikan harapan pada bangsa ini, yakni pertumbuhan sektor pertanian yang masih positif, termasuk sektor teknologi informasi, dan sektor pengadaan air. Ketiga sektor itu seperti menjadi ‘Juru Selamat’ di tengah tumbang massal sektor lain, di mana pertanian tumbuh tinggi di kuartal II – 2020, yakni 16,24%. Kalau kita menengok kebelakang kembali, pada krisis moneter 1998, sektor pertanian jualah yang menjadi sektor penyangga untuk menampung kembali tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan saat itu.
Produk dari sektor pertanian beserta hasil turunannya pada dasarnya merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga ketika terjadi bencana, seluruh masyarakat pasti akan tetap berupaya mendapatkan hasil sektor pertanian untuk konsumsi untuk kebutuhan pangan maupun cadangan konsumsi. Bisa dikatakan bahwa sektor pertanian merupakan potential winner sector di tengah pandemi. Selain itu, sektor pertanian juga cenderung lebih mudah beradaptasi dengan protokol kesehatan yang ditetapkan dibandingkan dengan sektor lain. Kegiatan di sawah dan lingkungan terbuka serta kemampuan menjaga jarak saat bertani membuat resiko penularan Covid-19 di sektor pertanian secara umum lebih rendah dibanding sektor lainnya.
Melihat tingginya resiliensi sektor pertanian dalam menghadapi bencana Covid-19 dapat digunakan sebagai peluang bagi pemerintah, terutama Pemerintah Daerah (Pemda) untuk dapat kembali membangkitkan ekonomi daerahnya dari keterpurukan. Sebagai negara agraris, sejatinya Indonesia telah memiliki modal dalam menghadapi ancaman krisis ekonomi yang disebabkan oleh bencana Covid-19 melalui sektor pertaniannya. Bukan tidak mungkin Indonesia dapat keluar menjadi pemenang apabila dapat mengoptimalkan sektor pertanian secara tepat dan efisien. Sebagai contoh, tak sedikit warga Bali yang kembali ke sektor pertanian setelah terpukulnya sektor pariwisata akibat Covid-19. Oleh sebab itu, sangat tepat jika Pemda mendorong sektor pertanian sebagai leading sector dalam program pemulihan ekomnomi daerah.
On Farm, Off Farm, Support System
Pembangunan sektor pertanian selama ini mengalami pasang surut, pernah menjadi andalan di awal 70’an dengan revolusi hijau, dimana saat ini peningkatan produksi pertanian merupakan target utama. Bahkan pembangunan infrastruktur seperti sistem irigasi, pembiayaan perbankan, berjalan dengan baik dan berujung pada swasembada pangan pada akhir 70’an. Peneliti Center of Food, Energy and Sustainable Development menilai bahwa pertumbuhan sektor pertanian tersebut masih akan terus terjadi selama pandemi sampai pasca pandemic. Momentum ini seharusnya dapat menjadi refleksi bagi pemerintah, khususnya Pemda untuk memberikan dukungan secara maksimal pada sektor pertanian, khususnya kepada para petani di lapangan. Selama ekonomi bergejolak, sektor pertanianlah yang terbukti mampu menjadi penyelamat ekonomi masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat kecil di pedesaan.
Rumitnya permasalahan di sektor pertanian perlu segera diurai melalui penguatan sistem yang terintegrasi pada sektor pertanian. Sistem tersebut meliputi on farm, off farm, dan supporting system. Dukungan dari sisi on farm melalui upaya peningkatan produksi pertanian, peningkatan nilai tambah, termasuk perbaikan kualitas bibit. Sedangkan pada off farm, perbaikan pasca panen, kualitas dan efisiensi proses pengolahan dan produk perlu terus dilakukan. Pada supporting system, yang terdiri kualitas infrastruktur, akses perbankan/pembiayaan, perlindungan produk, akses pasar, termasuk penerapan teknologi, merupakan paket sistem yang harus dibangun secara bersama-sama. Kita tentu tidak saja hanya membangun sektor produksi (on farm) saja, tetapi pasar dan pengolahan kita terlantarkan, maka petani akan seperti saat ini, penuh ketidakpastian, harga lebih banyak di tetapkan pasar dan tidak adil bagi petani.
Karena umur petani saat ini semakin tua, menurut BPS paling muda berusia 49 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian kurang memberikan insentif bagi kalangan muda untuk terjun ke sektor tersebut. Di Jepang, semacam Dana Desa, diperbolehkan untuk dipakai pengembangan sektor pertanian dengan mengundang pemuda –pemuda Jepang kembali ke sektor pertanian. Pemuda-pemuda ini akhirnya kembali ke Desa, dan menerapkan Artificial Intelligence (AI) dalam membangun sektor pertanian. Melihat ini, sebenarnya peluang bagi pemerintah saat ini, memberikan insentif anak-anak muda Indonesia untuk kembali ke desa dan memberikan kesempatan mereka untuk menerapkan teknologi dalam pengembangan sektor pertanian ini. Belanda, New Zealand, termasuk Jepang, adalah negara –negara yang tetap membangun sektor pertanian nya dengan daya saing yang tinggi dan menghasilkan pendapatan negara yang sangat cukup untuk membangun kesejahteraan rakyatnya.
Pada hari kemerdekaan ini, tentu ini perlu jadi renungan yang mendalam bagi kita semua sebagai warga negara untuk mengingat kembali cita-cita para founding fathers kita, kemerdekaan dalam menentukan arah kebijakan dan strategi pembangunan yang kita inginkan, untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh bangsa. Tentu ini belum kita dapatkan, tetapi kita berharap langkah –langkah saat ini yang diambil pemerintah tidak keluar dari rel menuju kesejahteraan bersama, semoga -wallahu’alam.
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia
PANDEMI Covid-19 telah berdampak signifikan pada kegiatan ekonomi nasional maupun daerah. Terganggunya kegiatan operasional berbagai sektor ekonomi, menyebabkan daerah mengalami penurunan pendapatan yang cukup dalam, walaupun berbeda kedalaman antar daerah. Menghadapi ini semua, tentu pemerintah pusat tidak dapat bekerja sendirian untuk menghadapi dan menyelesaikan problematika ekonomi saat ini.
Sekarang ini, kita bisa melihat bahwa kedalaman dampak Covid-19 antara satu wilayah dengan wilayah lainnya tidaklah sama. Daerah dengan basis industri seperti Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat termasuk Jawa Tengah adalah daerah terdampak yang cukup besar. Data BPS menunjukkan bahwa pulau Jawa, yang memiliki kontribusi sebesar 58,55% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, menjadi wilayah yang pertumbuhannya terkontraksi paling dalam akibat Covid-19, yakni sebesar 6,69%. Di sisi lain, Pulau Sumatera terkontraksi 3,01%, Bali dan Nusa Tenggara 6,29%, Pulau Kalimantan 4,35%, serta Pulau Sulawesi 2,76%. Hanya Pulau Maluku dan Papua yang bisa tumbuh positif 2,37% pada kuartal II.
Daerah Dorong Pertanian
Bertahan di tengah beratnya ancaman pandemi Covid-19 menyebabkan perekonomian Indonesia mengalami kontraksi di kuartal II –2020 hingga minus 5,32%. Kita melihat bahwa capaian ini masih relatif baik, apalagi jika kita lihat capaian triwulan II beberapa negara tetangga termasuk negara yang seukuran dengan kita.
Pada laporan BPS terakhir, ada sektor yang masih memberikan harapan pada bangsa ini, yakni pertumbuhan sektor pertanian yang masih positif, termasuk sektor teknologi informasi, dan sektor pengadaan air. Ketiga sektor itu seperti menjadi ‘Juru Selamat’ di tengah tumbang massal sektor lain, di mana pertanian tumbuh tinggi di kuartal II – 2020, yakni 16,24%. Kalau kita menengok kebelakang kembali, pada krisis moneter 1998, sektor pertanian jualah yang menjadi sektor penyangga untuk menampung kembali tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan saat itu.
Produk dari sektor pertanian beserta hasil turunannya pada dasarnya merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga ketika terjadi bencana, seluruh masyarakat pasti akan tetap berupaya mendapatkan hasil sektor pertanian untuk konsumsi untuk kebutuhan pangan maupun cadangan konsumsi. Bisa dikatakan bahwa sektor pertanian merupakan potential winner sector di tengah pandemi. Selain itu, sektor pertanian juga cenderung lebih mudah beradaptasi dengan protokol kesehatan yang ditetapkan dibandingkan dengan sektor lain. Kegiatan di sawah dan lingkungan terbuka serta kemampuan menjaga jarak saat bertani membuat resiko penularan Covid-19 di sektor pertanian secara umum lebih rendah dibanding sektor lainnya.
Melihat tingginya resiliensi sektor pertanian dalam menghadapi bencana Covid-19 dapat digunakan sebagai peluang bagi pemerintah, terutama Pemerintah Daerah (Pemda) untuk dapat kembali membangkitkan ekonomi daerahnya dari keterpurukan. Sebagai negara agraris, sejatinya Indonesia telah memiliki modal dalam menghadapi ancaman krisis ekonomi yang disebabkan oleh bencana Covid-19 melalui sektor pertaniannya. Bukan tidak mungkin Indonesia dapat keluar menjadi pemenang apabila dapat mengoptimalkan sektor pertanian secara tepat dan efisien. Sebagai contoh, tak sedikit warga Bali yang kembali ke sektor pertanian setelah terpukulnya sektor pariwisata akibat Covid-19. Oleh sebab itu, sangat tepat jika Pemda mendorong sektor pertanian sebagai leading sector dalam program pemulihan ekomnomi daerah.
On Farm, Off Farm, Support System
Pembangunan sektor pertanian selama ini mengalami pasang surut, pernah menjadi andalan di awal 70’an dengan revolusi hijau, dimana saat ini peningkatan produksi pertanian merupakan target utama. Bahkan pembangunan infrastruktur seperti sistem irigasi, pembiayaan perbankan, berjalan dengan baik dan berujung pada swasembada pangan pada akhir 70’an. Peneliti Center of Food, Energy and Sustainable Development menilai bahwa pertumbuhan sektor pertanian tersebut masih akan terus terjadi selama pandemi sampai pasca pandemic. Momentum ini seharusnya dapat menjadi refleksi bagi pemerintah, khususnya Pemda untuk memberikan dukungan secara maksimal pada sektor pertanian, khususnya kepada para petani di lapangan. Selama ekonomi bergejolak, sektor pertanianlah yang terbukti mampu menjadi penyelamat ekonomi masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat kecil di pedesaan.
Rumitnya permasalahan di sektor pertanian perlu segera diurai melalui penguatan sistem yang terintegrasi pada sektor pertanian. Sistem tersebut meliputi on farm, off farm, dan supporting system. Dukungan dari sisi on farm melalui upaya peningkatan produksi pertanian, peningkatan nilai tambah, termasuk perbaikan kualitas bibit. Sedangkan pada off farm, perbaikan pasca panen, kualitas dan efisiensi proses pengolahan dan produk perlu terus dilakukan. Pada supporting system, yang terdiri kualitas infrastruktur, akses perbankan/pembiayaan, perlindungan produk, akses pasar, termasuk penerapan teknologi, merupakan paket sistem yang harus dibangun secara bersama-sama. Kita tentu tidak saja hanya membangun sektor produksi (on farm) saja, tetapi pasar dan pengolahan kita terlantarkan, maka petani akan seperti saat ini, penuh ketidakpastian, harga lebih banyak di tetapkan pasar dan tidak adil bagi petani.
Karena umur petani saat ini semakin tua, menurut BPS paling muda berusia 49 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian kurang memberikan insentif bagi kalangan muda untuk terjun ke sektor tersebut. Di Jepang, semacam Dana Desa, diperbolehkan untuk dipakai pengembangan sektor pertanian dengan mengundang pemuda –pemuda Jepang kembali ke sektor pertanian. Pemuda-pemuda ini akhirnya kembali ke Desa, dan menerapkan Artificial Intelligence (AI) dalam membangun sektor pertanian. Melihat ini, sebenarnya peluang bagi pemerintah saat ini, memberikan insentif anak-anak muda Indonesia untuk kembali ke desa dan memberikan kesempatan mereka untuk menerapkan teknologi dalam pengembangan sektor pertanian ini. Belanda, New Zealand, termasuk Jepang, adalah negara –negara yang tetap membangun sektor pertanian nya dengan daya saing yang tinggi dan menghasilkan pendapatan negara yang sangat cukup untuk membangun kesejahteraan rakyatnya.
Pada hari kemerdekaan ini, tentu ini perlu jadi renungan yang mendalam bagi kita semua sebagai warga negara untuk mengingat kembali cita-cita para founding fathers kita, kemerdekaan dalam menentukan arah kebijakan dan strategi pembangunan yang kita inginkan, untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh bangsa. Tentu ini belum kita dapatkan, tetapi kita berharap langkah –langkah saat ini yang diambil pemerintah tidak keluar dari rel menuju kesejahteraan bersama, semoga -wallahu’alam.
(ras)