Din Syamsuddin Usul Muhammadiyah Tolak Tawaran Konsesi Tambang: Lebih Banyak Mudaratnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tokoh nasional Din Syamsuddin mengusulkan agar PP Muhammadiyahmenolak tawaran dari pemerintah untuk ikut mengelola tambang. Din menyebut tawaran tersebut lebih banyak mudaratnya.
Diketahui, pemerintah memberikan kesempatan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang. Ormas keagamaan diberikan akses untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PP tersebut ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Mei 2024.
"Dengan husnuzzn pemberian konsesi tambang batubara untuk ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dapat dinilai positif sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada mereka. Namun, hal demikian sangat terlambat, dan motifnya terkesan untuk mengambil hati. Maka, suuzan tak terhindarkan," kata Din dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Selasa (4/6/2024).
Din menjelaskan, sewaktu dirinya diminta menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja sama Antar Agama dan Peradaban, yang sempat ditolaknya dua kali, dirinya mempersyaratkan agar Presiden Joko Widodo menanggulangi ketidakadilan ekonomi antara kelompok segelintiran yang menguasai aset nasional di atas 60 persen dan umat Islam yang terpuruk dalam bidang ekonomi.
Tapi, kata Din, Presiden menjawab bahwa hal itu tidak mudah. "Saya katakan mudah seandainya ada kehendak politik (political will). Yang saya mintakan hanya pemerintah melakukan aksi keberpihakan (affirmative actions) dengan menciptakan keadilan ekonomi dan tidak hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu. Juga, agar mau menaikkan derajat satu-dua pengusaha muslim menjadi setara dengan taipan. Hal demikian perlu agar kesenjangan ekonomi yang berimpit dengan agama dan etnik tidak menimbulkan bom waktu bagi Indonesia," jelas Din.
Menurut Din, kini tiba-tiba kehendak politik itu ada lewat Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. "Walau tidak ada kata terlambat, namun pemberian konsesi itu tidak dapat tidak mengandung masalah," kata Din.
Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu ini menjelaskan, pemberian konsesi tambang batubara kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua ormas Islam itu dan tetap tidak seimbang dengan pemberian konsesi kepada perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh kelompok segelintiran tadi.
Din lalu mencontohkan satu perusahaan menguasai lahan seluas sekitar 5 juta hektare. Bahkan, dunia minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. "Sumber Daya Alam Indonesia sungguh "dijarah secara serakah" oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat," ujarnya.
Diketahui, pemerintah memberikan kesempatan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola tambang. Ormas keagamaan diberikan akses untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PP tersebut ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Mei 2024.
"Dengan husnuzzn pemberian konsesi tambang batubara untuk ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dapat dinilai positif sebagai bentuk perhatian pemerintah kepada mereka. Namun, hal demikian sangat terlambat, dan motifnya terkesan untuk mengambil hati. Maka, suuzan tak terhindarkan," kata Din dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Selasa (4/6/2024).
Din menjelaskan, sewaktu dirinya diminta menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja sama Antar Agama dan Peradaban, yang sempat ditolaknya dua kali, dirinya mempersyaratkan agar Presiden Joko Widodo menanggulangi ketidakadilan ekonomi antara kelompok segelintiran yang menguasai aset nasional di atas 60 persen dan umat Islam yang terpuruk dalam bidang ekonomi.
Tapi, kata Din, Presiden menjawab bahwa hal itu tidak mudah. "Saya katakan mudah seandainya ada kehendak politik (political will). Yang saya mintakan hanya pemerintah melakukan aksi keberpihakan (affirmative actions) dengan menciptakan keadilan ekonomi dan tidak hanya memberi konsesi kepada pihak tertentu. Juga, agar mau menaikkan derajat satu-dua pengusaha muslim menjadi setara dengan taipan. Hal demikian perlu agar kesenjangan ekonomi yang berimpit dengan agama dan etnik tidak menimbulkan bom waktu bagi Indonesia," jelas Din.
Menurut Din, kini tiba-tiba kehendak politik itu ada lewat Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. "Walau tidak ada kata terlambat, namun pemberian konsesi itu tidak dapat tidak mengandung masalah," kata Din.
Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu ini menjelaskan, pemberian konsesi tambang batubara kepada NU dan Muhammadiyah tetap tidak seimbang dengan jasa dan peran kedua ormas Islam itu dan tetap tidak seimbang dengan pemberian konsesi kepada perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh kelompok segelintiran tadi.
Din lalu mencontohkan satu perusahaan menguasai lahan seluas sekitar 5 juta hektare. Bahkan, dunia minerba Indonesia dikuasai oleh beberapa perusahaan saja. "Sumber Daya Alam Indonesia sungguh "dijarah secara serakah" oleh segelintir orang yang patut diduga berkolusi dengan pejabat," ujarnya.