Bertemu Masyarakat Adat, Menteri LHK Bicara Pengelolaan Hutan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan, negara hadir untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat hukum adat dengan adat istiadat dan budayanya.
Hal itu dikatakan Siti Nurbaya dalam sebuah pertemuan Masyarakat Hukum Adat yang digelar di Riung Gede Sabaki, Banten, selama tiga hari sejak Jumat-Minggu (1-3 Maret 2019).
"Untuk menghadapi pemenuhan kebutuhan kehidupan tanpa meninggalkan pilar-pilar penopang kehidupan komunitas adatnya, yang selama ini terbukti mampu menghidupi masyarakat dengan senantiasa menjaga sumber daya alam dan lingkungannya," kata Siti melalui siaran pers, Senin (4/3/2019).
Dalam kesempatan itu, Siti menyampaikan salam hangat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kecintaan Presiden kepada masyarakat, serta kemajuan-kemajuan pembangunan selama 2014-2019 menyangkut berbagai aspek pembangunan terutama infrastruktur.
(Baca juga: Tokoh Muhammadiyah Sebut Istilah Non Islam dan Kafir Sama, Tinggal Kita Pilih Mana)
Siti Nurbaya mengatakan, nilai-nilai asli Indonesia ada dalam kearifan lokal dan pengetahuan lokal selama ini dijaga, dihayati dan dilakukan oleh Masyarakat Hukum Adat sebagai penyeimbang dari masuknya arus budaya luar yang antara lain disebut globalisasi dan modernisasi yang harus disesuaikan dengan kondisi geografis, budaya, maupun sosial.
Kemudian dijalankan Nawacita yang relevan dengan acara pertemuan masyarakat adat yaitu Agenda Kesatu yang berbunyi, menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara," ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan Siti, pengakuan Hutan Adat merupakan pengakuan Negara kepada hak-hak tradisional Masyarakat Hukum Adat. Pengakuan tersebut juga berarti pengakuan kepada nilai-nilai asli dan jati diri asli bangsa Indonesia. Untuk pertama kalinya pengakuan secara resmi hutan adat ditegaskan olehh Presiden Jokowi pada t 30 Desember 2016.
"Hutan Adat, merupakan sejarah baru dalam pengelolaan hutan di Indonesia dengan semangat perlindungan dan penjagaan hutan di atas wilayah adat," tutur Siti.
Diketahui, hutan adat yang telah ditetapkan dan dicadangkan seluas keseluruhan sekitar 22.831 hektare yang terdiri dari penetapan/pencantuman hutan adat (34 unit seluas keseluruhan sekitar 17.659 ha) dan Pencadangan Hutan Adat (1 unit) seluas kurang lbih 5.172 ha.
Selain itu juga penetapan hutan adat untuk Suku Anak Dalam atau SAD di kabupten Sarolangun Jambi seluas 5.000 ha dan penyerahan kebun karet produktif dari swasta seluas 114 hektar bagi SAD.
Sedangkan areal Hutan adat yang telah diserahkan keputusannya oleh Presiden Jokowi, tersebar di wilayah Provinsi Jambi (21 unit), Sulawesi Selatan (3 unit), Sulawesi Tengah (2 Unit), Banten (1 unit), Provinsi Kalimantan Barat (4 Unit), Kalimantan Timur (1 Unit), Jawa Barat (1 Unit) dan Sumatera Selatan (1 unit).
Dalam kegiatan pertemuan Masyarakat Hukum Adat ini, hadir juga Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara. Dengan dihadiri sekira 700 kelompok adat dari wilayah adat Banten Kidul dalam 4 wilayah administratif di Provinsi Banten dan Provinsi Jabar, yaitu di kabupaten Lebak, Pandeglang, Sukabumi dan Bogor.
Hal itu dikatakan Siti Nurbaya dalam sebuah pertemuan Masyarakat Hukum Adat yang digelar di Riung Gede Sabaki, Banten, selama tiga hari sejak Jumat-Minggu (1-3 Maret 2019).
"Untuk menghadapi pemenuhan kebutuhan kehidupan tanpa meninggalkan pilar-pilar penopang kehidupan komunitas adatnya, yang selama ini terbukti mampu menghidupi masyarakat dengan senantiasa menjaga sumber daya alam dan lingkungannya," kata Siti melalui siaran pers, Senin (4/3/2019).
Dalam kesempatan itu, Siti menyampaikan salam hangat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan kecintaan Presiden kepada masyarakat, serta kemajuan-kemajuan pembangunan selama 2014-2019 menyangkut berbagai aspek pembangunan terutama infrastruktur.
(Baca juga: Tokoh Muhammadiyah Sebut Istilah Non Islam dan Kafir Sama, Tinggal Kita Pilih Mana)
Siti Nurbaya mengatakan, nilai-nilai asli Indonesia ada dalam kearifan lokal dan pengetahuan lokal selama ini dijaga, dihayati dan dilakukan oleh Masyarakat Hukum Adat sebagai penyeimbang dari masuknya arus budaya luar yang antara lain disebut globalisasi dan modernisasi yang harus disesuaikan dengan kondisi geografis, budaya, maupun sosial.
Kemudian dijalankan Nawacita yang relevan dengan acara pertemuan masyarakat adat yaitu Agenda Kesatu yang berbunyi, menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara," ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan Siti, pengakuan Hutan Adat merupakan pengakuan Negara kepada hak-hak tradisional Masyarakat Hukum Adat. Pengakuan tersebut juga berarti pengakuan kepada nilai-nilai asli dan jati diri asli bangsa Indonesia. Untuk pertama kalinya pengakuan secara resmi hutan adat ditegaskan olehh Presiden Jokowi pada t 30 Desember 2016.
"Hutan Adat, merupakan sejarah baru dalam pengelolaan hutan di Indonesia dengan semangat perlindungan dan penjagaan hutan di atas wilayah adat," tutur Siti.
Diketahui, hutan adat yang telah ditetapkan dan dicadangkan seluas keseluruhan sekitar 22.831 hektare yang terdiri dari penetapan/pencantuman hutan adat (34 unit seluas keseluruhan sekitar 17.659 ha) dan Pencadangan Hutan Adat (1 unit) seluas kurang lbih 5.172 ha.
Selain itu juga penetapan hutan adat untuk Suku Anak Dalam atau SAD di kabupten Sarolangun Jambi seluas 5.000 ha dan penyerahan kebun karet produktif dari swasta seluas 114 hektar bagi SAD.
Sedangkan areal Hutan adat yang telah diserahkan keputusannya oleh Presiden Jokowi, tersebar di wilayah Provinsi Jambi (21 unit), Sulawesi Selatan (3 unit), Sulawesi Tengah (2 Unit), Banten (1 unit), Provinsi Kalimantan Barat (4 Unit), Kalimantan Timur (1 Unit), Jawa Barat (1 Unit) dan Sumatera Selatan (1 unit).
Dalam kegiatan pertemuan Masyarakat Hukum Adat ini, hadir juga Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Rudiantara. Dengan dihadiri sekira 700 kelompok adat dari wilayah adat Banten Kidul dalam 4 wilayah administratif di Provinsi Banten dan Provinsi Jabar, yaitu di kabupaten Lebak, Pandeglang, Sukabumi dan Bogor.
(maf)