Penjelasan Menteri LHK Terkait Lahan dan Sikap Jokowi Soal Hutan

Jum'at, 22 Februari 2019 - 17:01 WIB
Penjelasan Menteri LHK...
Penjelasan Menteri LHK Terkait Lahan dan Sikap Jokowi Soal Hutan
A A A
JAKARTA - Pernyataan capres nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) tentang penguasaan 340.000 hektare tanah oleh capres nomor urut 02, Prabowo Subianto di Kalimantan dan Aceh, dalam debat kedua, Minggu 17 Februari 2019, terus menjadi polemik.

Merespons hal ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menilai, yang dimaksud Jokowi ketika menyinggung soal konsesi lahan/hutan pada debat capres kedua itu lebih kepada keberpihakan dalam konsesi dan keberpihakan kepada rakyat.

"Intinya, rakyat harus sejahtera dengan memperoleh akses konsesi lahan/hutan, Jadi ketika Pak Jokowi menyinggung konsesi lahan/hutan, bukan soal salah benar pemilikan konsesi oleh swasta. Secara hukum dan aturan, memiliki konsesi diperbolehkan," kata Siti Nurbaya, usai memberikan kuliah umum di hadapan mahasiswa pasca sarjana Universitas Brawijaya di Malang, Jawa Timur, Jumat (22/2/2019).

Siti Nurbaya mengungkapkan, Presiden Jokowi meminta dirinya untuk mengatur dengan baik keberpihakan kepada rakyat dan keseimbangan usaha. Jadi, bukan tidak boleh usaha besar atau swasta, tetapi harus ada keadilan dalam alokasi.

"Soal keberpihakan ini memang telah menjadi kebijakan beliau yang diarahkan kepada saya sejak penugasan pertama kepada saya selaku Menteri LHK," ujarnya.

(Baca juga: WALHI Ungkap Ketertutupan Informasi HGU Penyebab Konflik Agraria)

Lebih lanjut diungkapkan Menteri LHK, sebagai pembantu Presiden, tentu dirinya mempelajari data dan mengembangkan rancangan kebijakan yang realistis dan memperhatikan berbagai kepentingan, mengingat bahwa pemerintah merupakan simpul negosiasi dari segala kepentingan.

Dari hasil mempelajari soal ini ungkap Siti Nurbaya, diperoleh data yang menunjukkan bahwa dalam kurun waktu yang panjang sejak sistem hutan register hingga hutan dalam tata ruang telah terjadi penurunan luas kawasan hutan dari 147 juta ha (pada sekitar 1978-1999), menjadi 134 juta Ha (1999-2009) dan menjadi 126 juta ha (2009 hingga sekarang).

"Artinya, ada sejumlah luasan kawasan hutan yang dilepaskan untuk keperluan masyarakat, tidak kurang dari 21 ha selama 40-50 tahun, namun kesejahetraan rakyat belum juga terlihat secara nyata. Dan labih lagi ini dirasakan rakyat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Dan itulah yang menjadi dasar kebijakan pemerintah untuk mengedepankan keadilan," katanya.

Mengenai konsesi ini, Siti menjelaskan, data pada 2014 menunjukkan bahwa kawasan hutan yang diberikan izin seluas 33,2 juta Ha dari total luas kawasan hutan 126 juta ha. Alokasi perizinan kepada swasta 32,74 juta Ha atau 98,53% dan kepada masyarakat 1,35 % dan untuk prasarana dan sarana publik 0,12 %.

"Dalam kaitan itu maka kebijakan yang dikoresi oleh Jokowi meliputi langkah-langkah mengedepankan izin akses bagi masyarakat dengan hutan sosial, implementasi secara efektif moratorium hutan primer dan gambut, tidak membuka lahan gambut baru (land clearing), moratorium izin baru sawit, melakukan pengawasan pelaksanaan izin dan mencabut HPH/HTI yang tidak aktif," ungkapnya.

"Mengendalikan izin sangat selektif dan luasan terbatas untuk izin baru HPH/HTI serta mendorong kerja sama hutan sosial sebagai offtaker, moratorium Izin Baru batubara (di beberapa provinsi dan kabupaten/kota), dan membangun konfigurasi bisnis baru, serta mendorong kemudahan izin untuk kepentingan prasarana/sarana (jalan, bendungan, energi, telekomunikasi, pemukiman masyarakat/ pengungsi)," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7899 seconds (0.1#10.140)