Memperkuat Diplomasi Haji Indonesia
loading...
A
A
A
Mereka diberi pesan agar lurus dalam niat yaitu semata-mata hanya untuk melayani tamu-tamu Allah dengan memberikan layanan terbaik. Haji memang menjadi tugas nasional sesuai dengan amanah undang-undang 8 tahun 2019. Karenanya para petugas haji merupakan duta bangsa yang mengemban tugas berat namun mulia dari negara.
Citra Moderat
Di jalur kedua, diplomasi jamaah haji menjadi representasi penting. Jumlah jamaah yang besar membuat jemaah Indonesia selalu bisa memberi warna setiap musim haji. Oleh karenanya, sikap dan perilaku mereka perlu dirawat bagi Indonesia.
Pertama adalah diplomasi citra. Sudah lama dikenal bahwa jamaah Indonesia memiliki karakter yang santun dalam beribadah dan bermuamalah (interaksi sosial). Kementerian Agama dan para ulama kita memang senantiasa mengajari agar mereka mampu menempatkan diri sebagai dhuyufurrahman (tamu Allah). Sebagai tamu Allah, jamaah akan berupaya bertindak baik terhadap Allah, pemerintah Saudi hingga jamaah lain sesama tamu.
Karena itu, mereka berupaya keras menghindari kata-kata kotor, permusuhan, kegiatan politik, hingga merusak tanaman dan satwa dalam haji. Dalam beribadah jamaah Indonesia pun tidak terbiasa berebut mencium hajar aswad mulia (batu hitam di Ka’bah) misalnya atau masuk ke tempat-tempat mustajabah (tempat doa mudah terkabul) dengan melanggar hak jamaah lain. Sebaliknya, mereka gemar berbagi dan bersedekah.
Kesemua praktik baik itu menjadi cerminan nyata wajah muslim Indonesia yang penuh senyum. Hal tersebut sekaligus menegaskan Islam washathiyah (moderat) Indonesia yang menyejukkan. Citra yang positif ini diyakini turut menopang pencapaian kepentingan- kepentingan nasional kita di bidang lain.
Kedua, kehadiran ratusan ribu jamaah Indonesia berpotensi menjadi diplomasi budaya. Besarnya jumlah jemaah membawa praktek dan produk budaya Indonesia. Batik, kopiah dan kerudung khas Indonesia, makanan daerah, hingga berbagai budaya kita secara otomatis turut mengglobal dibawa jemaah dan dikenal oleh muslim dari berbagai belahan dunia lain.
Musim haji menjadi momen yang memberi peluang globalisasi budaya. Karenanya, upaya para jemaah menggunakan dan mengenalkan produk budaya khas kita patut dilakukan. Memenangkan hati warga negara lain dengan sikap santun jamaah haji maupun sentuhan produk budaya yang khas Indonesia bisa turut menjadi soft power yang turut menopang kesuksesan diplomasi Indonesia secara luas.
Musim haji selalu menjadi momen yang dinanti 2,02 miliar muslim penduduk bumi. Sentuhan akurasi diplomasi turut berkontribusi dalam menghadapi berbagai tantangan dan peluang musim haji.
Citra Moderat
Di jalur kedua, diplomasi jamaah haji menjadi representasi penting. Jumlah jamaah yang besar membuat jemaah Indonesia selalu bisa memberi warna setiap musim haji. Oleh karenanya, sikap dan perilaku mereka perlu dirawat bagi Indonesia.
Pertama adalah diplomasi citra. Sudah lama dikenal bahwa jamaah Indonesia memiliki karakter yang santun dalam beribadah dan bermuamalah (interaksi sosial). Kementerian Agama dan para ulama kita memang senantiasa mengajari agar mereka mampu menempatkan diri sebagai dhuyufurrahman (tamu Allah). Sebagai tamu Allah, jamaah akan berupaya bertindak baik terhadap Allah, pemerintah Saudi hingga jamaah lain sesama tamu.
Karena itu, mereka berupaya keras menghindari kata-kata kotor, permusuhan, kegiatan politik, hingga merusak tanaman dan satwa dalam haji. Dalam beribadah jamaah Indonesia pun tidak terbiasa berebut mencium hajar aswad mulia (batu hitam di Ka’bah) misalnya atau masuk ke tempat-tempat mustajabah (tempat doa mudah terkabul) dengan melanggar hak jamaah lain. Sebaliknya, mereka gemar berbagi dan bersedekah.
Kesemua praktik baik itu menjadi cerminan nyata wajah muslim Indonesia yang penuh senyum. Hal tersebut sekaligus menegaskan Islam washathiyah (moderat) Indonesia yang menyejukkan. Citra yang positif ini diyakini turut menopang pencapaian kepentingan- kepentingan nasional kita di bidang lain.
Kedua, kehadiran ratusan ribu jamaah Indonesia berpotensi menjadi diplomasi budaya. Besarnya jumlah jemaah membawa praktek dan produk budaya Indonesia. Batik, kopiah dan kerudung khas Indonesia, makanan daerah, hingga berbagai budaya kita secara otomatis turut mengglobal dibawa jemaah dan dikenal oleh muslim dari berbagai belahan dunia lain.
Musim haji menjadi momen yang memberi peluang globalisasi budaya. Karenanya, upaya para jemaah menggunakan dan mengenalkan produk budaya khas kita patut dilakukan. Memenangkan hati warga negara lain dengan sikap santun jamaah haji maupun sentuhan produk budaya yang khas Indonesia bisa turut menjadi soft power yang turut menopang kesuksesan diplomasi Indonesia secara luas.
Musim haji selalu menjadi momen yang dinanti 2,02 miliar muslim penduduk bumi. Sentuhan akurasi diplomasi turut berkontribusi dalam menghadapi berbagai tantangan dan peluang musim haji.
(abd)