Welcoming Gen-Alpha Chance and Challenge in Digital Era
loading...
A
A
A
Selain itu, sebagai salah satu sarana digital yang paling sering digunakan terutama oleh siswa-siswi, Khansa menjelaskan pentingnya memahami cara kerja mesin pencarian, serta bagaimana menggunakan mesin pencarian dengan lebih efektif, untuk memperoleh hasil yang akurat.
Dengan memahami hal-hal tersebut di atas, seorang pengguna akan dapat mencapai kecapakan digital.
”Kita dapat mencapai kecakapan digital, kita tahu dan paham beragam perangkat lunak, perangkat lunak yang tadinya untuk melindungi kita dan setiap kita diharapkan bisa mengoptimalkan penggunaan perangkat, terus kecakapan juga dalam mesin pencarian informasi digital, terus ditandai dengan kemampuan, dan pengetahuan. Terus kita juga diharapkan mampu menyeleksi, memverifikasi informasi menggunakan untuk kebaikan diri sesama. Dengan menggunakan ekosistem, transaksi dari dompet digital, lokapasar, serta transaksi digital dengan lebih baik. Bisa terhindar kegiatan terkait yang merugikan," papar Khanza.
Antusiasme peserta acara diskusi, terlihat dari beberapa pertanyaan yang dilemparkan untuk para pembicara.
Salah satu pertanyaan yang menarik berasal dari Siswi SMAN 55 Jakarta, Aidah Kurnia yang mempertanyakan mengenai penerapan UU ITE. Ia menggambarkan situasi dimana ketika ia melihat suatu kejahatan lalu merekam dan menyebarluaskan kejadian tersebut, apakah ia dapat dikatakan melanggar UU ITE?
Xenia Angelica Wijayanto memberikan jawaban bahwa UU ITE adalah Undang-undang yang cukup rumit, dan harus menjadi salah satu faktor pertimbangan matang untuk memutuskan mengunggah atau menyebarkan konten digital.
“Undang-undang ITE itu adalah undang-undang yang tricky. Undang-undang yang tricky, kenapa? Karena dia memiliki pasal-pasal yang complicated kalau menurut saya. Nah, bagaimana kita bisa tadi, kalau misalnya kita ngevideo, terus kita upload, gimana caranya supaya kita nggak kena undang-undang ITE. Kalau ditanya caranya, caranya kita harus izin sama yang ada di video. Tapi kan nggak mungkin. Nah, begini teman-teman, apapun yang menjadi keputusan kita, kita harus berani terima resikonya.” jelas Angelica lebih lanjut
Pertanyaan yang bernada tegas dan serius, diutarakan oleh Neil Chaniago, siswa SMAN 43 Jakarta, dimana ia mempertanyakan apabila konten pornografi, dan konten negatif lainnya masih tersebar dan dapat diakses oleh pengguna di Indonesia membuatnya kecewa dengan Kominfo, lalu langkah apa yang tepat untuk mengutarakan kekecewaan tersebut, apakah termasuk dengan melakukan tuntutan?
Ari Ujianto menjawab bahwa Indonesia menjunjung Hak Asasi Manusia, termasuk di dalamnya mengumpulkan pendapat dan berkekspresi. Dan salah satu cara untuk mengontrol kinerja pemerintah termasuk Kominfo adalah dengan memberikan kritik dan masukan, dengan membuat laporan situs apa saja yang berisi konten negatif yang luput dari pantauan Kominfo.
Tak hanya diisi dengan diskusi, pada jeda acara diskusi, Pesta Rakyat Kominfo juga diramaikan dengan hiburan dari Komika Rizky Teguh (Riztegh), dengan materi komedi mengenai kecapakan digital, yang disambul riuh oleh seluruh peserta.
Dengan memahami hal-hal tersebut di atas, seorang pengguna akan dapat mencapai kecapakan digital.
”Kita dapat mencapai kecakapan digital, kita tahu dan paham beragam perangkat lunak, perangkat lunak yang tadinya untuk melindungi kita dan setiap kita diharapkan bisa mengoptimalkan penggunaan perangkat, terus kecakapan juga dalam mesin pencarian informasi digital, terus ditandai dengan kemampuan, dan pengetahuan. Terus kita juga diharapkan mampu menyeleksi, memverifikasi informasi menggunakan untuk kebaikan diri sesama. Dengan menggunakan ekosistem, transaksi dari dompet digital, lokapasar, serta transaksi digital dengan lebih baik. Bisa terhindar kegiatan terkait yang merugikan," papar Khanza.
Antusiasme peserta acara diskusi, terlihat dari beberapa pertanyaan yang dilemparkan untuk para pembicara.
Salah satu pertanyaan yang menarik berasal dari Siswi SMAN 55 Jakarta, Aidah Kurnia yang mempertanyakan mengenai penerapan UU ITE. Ia menggambarkan situasi dimana ketika ia melihat suatu kejahatan lalu merekam dan menyebarluaskan kejadian tersebut, apakah ia dapat dikatakan melanggar UU ITE?
Xenia Angelica Wijayanto memberikan jawaban bahwa UU ITE adalah Undang-undang yang cukup rumit, dan harus menjadi salah satu faktor pertimbangan matang untuk memutuskan mengunggah atau menyebarkan konten digital.
“Undang-undang ITE itu adalah undang-undang yang tricky. Undang-undang yang tricky, kenapa? Karena dia memiliki pasal-pasal yang complicated kalau menurut saya. Nah, bagaimana kita bisa tadi, kalau misalnya kita ngevideo, terus kita upload, gimana caranya supaya kita nggak kena undang-undang ITE. Kalau ditanya caranya, caranya kita harus izin sama yang ada di video. Tapi kan nggak mungkin. Nah, begini teman-teman, apapun yang menjadi keputusan kita, kita harus berani terima resikonya.” jelas Angelica lebih lanjut
Pertanyaan yang bernada tegas dan serius, diutarakan oleh Neil Chaniago, siswa SMAN 43 Jakarta, dimana ia mempertanyakan apabila konten pornografi, dan konten negatif lainnya masih tersebar dan dapat diakses oleh pengguna di Indonesia membuatnya kecewa dengan Kominfo, lalu langkah apa yang tepat untuk mengutarakan kekecewaan tersebut, apakah termasuk dengan melakukan tuntutan?
Ari Ujianto menjawab bahwa Indonesia menjunjung Hak Asasi Manusia, termasuk di dalamnya mengumpulkan pendapat dan berkekspresi. Dan salah satu cara untuk mengontrol kinerja pemerintah termasuk Kominfo adalah dengan memberikan kritik dan masukan, dengan membuat laporan situs apa saja yang berisi konten negatif yang luput dari pantauan Kominfo.
Tak hanya diisi dengan diskusi, pada jeda acara diskusi, Pesta Rakyat Kominfo juga diramaikan dengan hiburan dari Komika Rizky Teguh (Riztegh), dengan materi komedi mengenai kecapakan digital, yang disambul riuh oleh seluruh peserta.