Welcoming Gen-Alpha Chance and Challenge in Digital Era

Rabu, 01 Mei 2024 - 13:47 WIB
loading...
Welcoming Gen-Alpha...
(Foto: dok Kemenkominfo)
A A A
JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika RI mengadakan pagelaran pesta rakyat dengan tema “Welcoming Gen Alpha Chance and Challenge in Digital Era” pada Selasa (30/4/2024) di Gor Bulungan Jakarta dan dihadiri oleh sekitar 2.230 siswa dari 30 sekolah. Acara digelar dalam rangka meningkatkan tingkat literasi digital 50 juta masyarakat Indonesia pada tahun 2024 menuju Indonesia #MakinCakapDigital.

Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Masyarakat Indonesia tahun 2022 yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada tahun 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori “sedang” dengan angka 3.49 dari 5,00. Kegiatan webinar literasi digital di lingkungan pendidikan merupakan salah satu upaya Kemenkominfo dalam mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan menuju Indonesia #MakinCakapDigital.

Kegiatan pesta rakyat diawali dengan sambutan dari Ditjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia Semuel Abrijani Pangerapan yang menyampaikan pentingnya mempersiapkan talenta digital Indonesia agar mampu memanfaatkan perkembangan teknologi digital, serta memiliki kemampuan dalam menanggulangi resiko yang muncul bersamanya. Semuel menyampaikan empat pilar utama literasi digital, yakni Kecakapan Digital, Budaya Digital, Etika Digital, dan Keamanan Digital.

Sambutan kedua sekaligus pembukaan kegiatan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi yang secara daring menyampaikan manfaat ekonomi dalam kegiatan literasi digital, seperti peningkatan kompetensi tenaga kerja dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan berbasis ekonomi digital. Menkominfo juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan literasi digital, untuk mewujudkan Indonesia terkoneksi dan semakin maju.

Kegiatan Pesta Rakyat bertujuan memberi edukasi mengenai literasi digital dengan cara yang mudah diterima siswa. Sesi Pesta Rakyat dimulai dengan pemutaran video animasi berjudul “4 Jurus Literasi Digital”. 4 jurus yang dimaksud adalah Interaksi, Partisipasi, Kolaborasi, dan Kontrol diri agar para peserta didik #MakinCakapDigital.

Penjelasan mengenai literasi digital kemudian disampaikan oleh tiga orang narasumber. Paparan pertama disampaikan oleh Ari Ujianto selaku Penggiat Literasi dan Advokasi Sosial yang membahas tentang etika digital.

Ari menjelaskan, dalam menggunakan internet, kita berinteraksi dengan berbagai perbedaan kultur lintas wilayah dan lintas negara. Etika harus kita terapkan dalam berinteraksi dalam lingkup perbedaan kultur seperti ini.

Selain itu, juga terdapat tata krama yang harus kita terapkan. Tata krama dalam berinternet juga kerap disebut netiket atau etika berinternet. Secara singkat, etiket adalah perilaku seseorang dalam hubungannya dengan orang di sekitar. Begitu juga halnya di dunia digital, pengguna internet tetap harus mengedepankan tata krama, selayaknya di dunia nyata.

Pengguna internet terutama pelajar juga harus etis dalam berinternet untuk membangun citra diri yang positif dan bertanggung jawab. Apabila seorang pelajar hendak mencari beasiswa, seringkali akun medsos akan diperiksa. Oleh karena itu, pastikan kalian harus membangung citra diri yang positif di dunia digital.

“Internet itu anugerah tetapi bisa menjadi bencana menakala teknologi yang tidak bisa mengendalikan kita manusia tanpa unsur-unsur yang memiliki etika. Salah satu etika dalam berinternet adalah menghindari konten negatif dan membuat konten positif, kita harus membagi konten positif ya agar internet menjadi anugerah bagi manusia,” tutup Ari.

Sementara narasumber kedua pada kegiatan ini, Xenia Angelica Wijayanto selaku JAPELIDI, Head of Centre for Publication LSPR Institute, menyampaikan paparan yang berfokus pada salah satu pilar literasi digital, yaitu keamanan digital.

Aman bermedia digital adalah proses untuk memastikan penggunaan layanan digital dilakukan aman dan nyaman. Dewasa ini, kejahatan digital semakin marak terjadi. Termasuk di antaranya kejahatan malware seperti menyebarkan file lewat whatsapp dan apabila kita click linknya, maka data yang ada di dalam perangkat handphone kita akan disebar atau diretas.

Pengguna layanan digital terutama anak perlu paham cara melindungi data terutama data pribadi yang bersifat rahasia. Menggunakan password dengan kombinasi unik, terdapat huruf, angka, tanda baca, dan sebagainya merupakan salah satu upaya kita dalam mengamankan data diri di dunia digital. Gunakan password yang berbeda di setiap akun dan ganti password secara berkala. Perkuat password dengan mengaktifkan 2 factor autentication sebagai keamanan digital berlapis.

Selain itu, para pengguna internet juga harus memahami tentang jejak digital karena jejak digital itu tidak dapat hilang dengan mudah. Jejak digital akan berpengaruh pada kehidupan kita saat ini dan di masa depan. Oleh karena itu, pastikan apa yang kita posting adalah hal yang memang diperlukan dan tidak bersifat negatif maupun merugikan orang lain. Juga pastikan kita tidak ikut menyebarkan luaskan konten hoaks, cukup berhenti di kita saja.

”Ada hal-hal yang perlu kuntuk kita sebarluaskan juga. Nah teman-teman harus bisa mencari. Dan kalau misalnya teman-temannya ada yang lupa, teman-teman ingatin, jangan posting sembarangan. Kayaknya postingan lo yang ini kurang oke deh, mending lo take down deh. Kayaknya postingan yang ini tidak merepresentasikan seorang anak SMA deh. Mending jangan. Anak SMA yang baik gak posting kayak gini deh. Mungkin anak gaul gak kaya gini dipostingan nya, kita harusnya berkata-kata yang lebih bijaksana, ada yang marah-marah (apabila) diingetin, jangan marah-marah,” tutur Xenia.

Sementara itu, pada saat ini pengguna internet di Indonesia berasal dari segala kalangan dan usia dengan angka pengguna internet yang selalu naik setiap tahun nya. Influencer, Khansa Putri yang juga berprofesi sebagai dosen di Universitas Banten sekaligus inisiator sebuah organisasi bernama ICB atau Influencer Content Creator Banten menjadi narasumber ketiga yang memberi paparan dari pilar literasi berikutnya, yaitu Cakap Bermedia Digital.

Cakap Bermedia Digital adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan bijak melalui media digital. Ini mencakup keterampilan dalam menggunakan media sosial, berbagi informasi dan berpartisipasi dalam diskusi online.

Dalam paparan ini, Khansa Putri memberi ilmu dasar yang harus dipahami oleh seorang individu sebelum ia berinteraksi melalui media digital. Seorang pengguna media digital wajib mengetahui dan memahami apa saja perangkat lunak yang ada di perangkat elektroniknya, sekaligus fungsinya.

Salah satunya aplikasi media sosial, dimana pengguna harus teliti dan memahami dengan baik apa saja keunggulan dan kekurangan di masing-masing aplikasi seperti Instagram, Facebook, Twitter, Tiktok dan Youtube, sehingga dapat memetakan konten apa saja yang cocok dan tepat diunggah di masing-masing aplikasi sesuai dengan fitur yang dimiliki.

Aplikasi kedua yang harus mendapat perhatian lebih dari pengguna adalah dompet digital dan loka pasar, karena erat kaitannya dengan transaksi keuangan maka penggunaannya harus lebih bijak dan hati-hati agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti penipuan.

Selain itu, sebagai salah satu sarana digital yang paling sering digunakan terutama oleh siswa-siswi, Khansa menjelaskan pentingnya memahami cara kerja mesin pencarian, serta bagaimana menggunakan mesin pencarian dengan lebih efektif, untuk memperoleh hasil yang akurat.

Dengan memahami hal-hal tersebut di atas, seorang pengguna akan dapat mencapai kecapakan digital.

”Kita dapat mencapai kecakapan digital, kita tahu dan paham beragam perangkat lunak, perangkat lunak yang tadinya untuk melindungi kita dan setiap kita diharapkan bisa mengoptimalkan penggunaan perangkat, terus kecakapan juga dalam mesin pencarian informasi digital, terus ditandai dengan kemampuan, dan pengetahuan. Terus kita juga diharapkan mampu menyeleksi, memverifikasi informasi menggunakan untuk kebaikan diri sesama. Dengan menggunakan ekosistem, transaksi dari dompet digital, lokapasar, serta transaksi digital dengan lebih baik. Bisa terhindar kegiatan terkait yang merugikan," papar Khanza.

Antusiasme peserta acara diskusi, terlihat dari beberapa pertanyaan yang dilemparkan untuk para pembicara.

Salah satu pertanyaan yang menarik berasal dari Siswi SMAN 55 Jakarta, Aidah Kurnia yang mempertanyakan mengenai penerapan UU ITE. Ia menggambarkan situasi dimana ketika ia melihat suatu kejahatan lalu merekam dan menyebarluaskan kejadian tersebut, apakah ia dapat dikatakan melanggar UU ITE?

Xenia Angelica Wijayanto memberikan jawaban bahwa UU ITE adalah Undang-undang yang cukup rumit, dan harus menjadi salah satu faktor pertimbangan matang untuk memutuskan mengunggah atau menyebarkan konten digital.

“Undang-undang ITE itu adalah undang-undang yang tricky. Undang-undang yang tricky, kenapa? Karena dia memiliki pasal-pasal yang complicated kalau menurut saya. Nah, bagaimana kita bisa tadi, kalau misalnya kita ngevideo, terus kita upload, gimana caranya supaya kita nggak kena undang-undang ITE. Kalau ditanya caranya, caranya kita harus izin sama yang ada di video. Tapi kan nggak mungkin. Nah, begini teman-teman, apapun yang menjadi keputusan kita, kita harus berani terima resikonya.” jelas Angelica lebih lanjut

Pertanyaan yang bernada tegas dan serius, diutarakan oleh Neil Chaniago, siswa SMAN 43 Jakarta, dimana ia mempertanyakan apabila konten pornografi, dan konten negatif lainnya masih tersebar dan dapat diakses oleh pengguna di Indonesia membuatnya kecewa dengan Kominfo, lalu langkah apa yang tepat untuk mengutarakan kekecewaan tersebut, apakah termasuk dengan melakukan tuntutan?

Ari Ujianto menjawab bahwa Indonesia menjunjung Hak Asasi Manusia, termasuk di dalamnya mengumpulkan pendapat dan berkekspresi. Dan salah satu cara untuk mengontrol kinerja pemerintah termasuk Kominfo adalah dengan memberikan kritik dan masukan, dengan membuat laporan situs apa saja yang berisi konten negatif yang luput dari pantauan Kominfo.

Tak hanya diisi dengan diskusi, pada jeda acara diskusi, Pesta Rakyat Kominfo juga diramaikan dengan hiburan dari Komika Rizky Teguh (Riztegh), dengan materi komedi mengenai kecapakan digital, yang disambul riuh oleh seluruh peserta.

Di sesi kedua, diskusi pun dilanjutkan, dan dibuka dengan pemateri pertama, Rizki Ameliah, Koordinator Literasi Digital, yang memberi pemaparan mengenai Etika Digital.

Dalam pemaparannya, Rizki menjelaskan kepada siswa mengenai ruang lingkup pemakaian media digital, sejauh mana pengguna dapat memanfaatkan media sosial, dan menjadikannya salah satu pilar untuk meningkatkan kecerdasan bangsa, sekaligus memberi batasan yang jelas mengenai konten positif dan konten negatif.

Dari sini Rizki menjelaskan mengenai pentingnya menjaga etika dalam bermedia sosial atau menggunakan media digital. Karena jejak digital tidak akan hilang, dan melekat pada pengguna seumur hidup. Tak jarang, pengguna media sosial menemui kegagalan dalam sebuah proses penting dalam hidup, akibat kesalahan menggunakan media sosial.

“Rata-rata di Kementerian Kominfo nih, ada yang mengirimkan semua data-data untuk beasiswa, data-data untuk profiling kerjaan, semuanya dikirim ke Kominfo. Jadi, gampang sekali untuk nge-track konten-konten kalian, bahkan sebenarnya gampang sekali untuk men-take down atau memblokir konten-konten kalian, bahkan akun-akun teman-teman. Jadi jaga etika teman-teman di sosial media, di internet, bukan cuma di sosial media aja, di email, atau di YouTube, atau dimanapun itu dijaga lagi. Karena jari mu adalah harimau mu, think before you post, sabar sebelum sebar, saring sebelum sharing," tutur Rizki.

Usia minimal pengguna media sosial tergolong masih remaja, oleh karena itu, kebijakan dan etika dalam bermedia sosial harus ditanamkan sedari dini, agar tidak menjadi boomerang yang dapat menyulitkan masa depan pengguna.

Welcoming Gen-Alpha Chance and Challenge in Digital Era

(Foto: dok Kemenkominfo)

Pagelaran pesta rakyat kemudian dilanjutkan dengan hiburan dari komika Rizky Teguh (Riztegh) yang menyampaikan tentang kecakapan digtial dan disambut ramai oleh seluruh peserta.

Setelah hiburan stand up, diskusi dilanjutkan dengan pemaparan pemateri kedua, Trisno Sakti Herwanto, Dosen sekaligus Kepala Laboratorium prodi Administrasi Publik FISIP UNPAR.

Trisno menjelaskan mengenai Digital Safety, atau Aman Bermedia Digital untuk Gen Alfa dan Gen Z. Berbeda dengan Generasi Milenial, Gen Alfa dan Gen Z adalah generasi yang terpapar teknologi sejak mereka dilahirkan di dunia. Oleh sebab itu, dua generasi ini harus lebihi memahami dan lebih terampil dalam menggunakan teknologi digital.

Keamanan digital, dibagi menjadi dua yaitu teknis dan perilaku. Secara teknis, keamanan digital terkait dengan aplikasi dan perangkat lunak, dan secara perilaku adalah bagaiaman pengguna dapat menjaga keamanan dengan cara menyadari perilaku mana yang dapat membawa pada bahaya keamanan digital.

“Temen-temen hati-hati di KTP itu ada data pribadi. Saya mau tanya, apakah nama lengkap itu data pribadi? Iya, teman-teman. Nama lengkap itu data pribadi, privacy sebenarnya. Belum lagi nomor kependudukan, golongan darah, dan seterusnya. Dan itu ada di KTP dan kita kadang gak sadar. Di sini ada yang pernah challenge menunjukin saldo rekeningnya? Ada. Nah ini Kak, kalau kita lihat sebenarnya, Kak ini kan sebenarnya gak ngomongin apa-apa, cuma nominal. Tapi hati-hati teman-teman banyak pencuri di luar sana yang kemudian mendapat informasi kita punya duit banyak nih. Ini bisa menjadi kesempatan dan trigger untuk mereka untuk kemudian melakukan phishing dan selanjutnya. Untuk bisa menipu dan mencuri uang kita. Nah ini contoh, kita gak sadar ikut challenge," jelas Trisno.

Di dunia digital, data kita sangat rawan dicuri dan tidak ada jaminan keamanan karena dunia digital memungkinkan kita terhubung dengan banyak orang di dunia tanpa batas, baik orang yang berniat baik maupun berniat buruk. Untuk itu, menjaga data pribadi agar tidak tersebar luas, menjadi salah satu perilaku penting agar terhindar dari hal buruk yang dapat menimpa kita.

Diskusi pun berlanjut dengan paparan narasumber ketiga, Alyssa Natalie, seorang Influencer dengan tema Budaya Digital.

Alyssa menjelaskan, Budaya Digital penting untuk menjaga perilaku pengguna agar lebih perhatian terhadap koten yang tersebar di media sosial, sehingga mencegah perilaku negatif, seperti perundungan yang marak terjadi belakangan melalui komentar-komentar di media sosial.

“Nah, aku mau cerita sedikit nih tentang gimana sih latar belakang bila dari pertantangan budaya digital. Sebagai kita yang mengkonsumsi social media setiap hari kita tau dong sebenernya banyak banget. Ya hal-hal baik dan buruk yang terjadi yang terbaru mungkin ada temen-temen yang tau sound di TikTok yang tentang dibully Yurika, tau Yurika? Ya, menurut temen-temen etis gak sih kalau Yurika yang diwawancarain dia dibully malah dibercandain sama seleb tiktok? Etis gak? Oke, berarti temen-temen udah pada pinter ya. Itu salah satu contoh kenapa budaya digital itu sangat dihukumkan karena kita tuh di dunia sekarang ini tuh kurang banget namanya self awareness dan empati ke orang lain ketika kita melihat orang lain tersebut tuh menderita justru kita menertawakan di atas penderitaan orang lain ada yang sebenarnya tersusah malah diketawain?” jelas Alyssa

Lebih lanjut, Alyssa menjelaskan pentingnya menggunakan media sosial untuk menyebarkan konten positif, karena media sosial menyimpan banyak kesempatan berekspresi dan berkarya, dan terhubung dengan orang lain di dunia tanpa batas.

Peserta pun tak kalah antusias mengikuti diskusi di sesi dua kali ini, dan beberapa pertanyaan dilemparkan ke pembicara.

Diantaranya Hafiza dari SMAN 55 Jakarta, yang mengutarakan pertanyaan mengenai penggunaan VPN, jaminan keamanannya dan masalah hukum terkait VPN.Trisno Sakti Herwanto menjawab bahwa pada dasarnya VPN adalah aplikasi ilegal yang berada di luar jangkauan negara, sehingga aplikasi tersebut tidak aman digunakan

Pertanyaan kedua yang diutarakan peserta mengenai fanatisme seseorang dalam mengidolakan sesuatu, yang berpengaruh pada perilaku sehari – hari termasuk memandang buruk pihak yang tidak satu pendapat dengan dirinya.

Hal ini dijawab oleh Rizki Amelliah, dengan saran untuk lebih bijak dalam memfilter konten media sosial, dan memilah mana konten yang harus ditanggapi dan konten yang seharusnya kita abaikan. Tidak ada salahnya mengidolakan sesuatu, namun yang salah adalah sikap menjelekkan orang lain atau idola orang lain, akibat dari tidak bijak dalam bermedia sosial tersebut.

Welcoming Gen-Alpha Chance and Challenge in Digital Era

Penampilan RAN. (Foto: dok Kemenkominfo)

Setelah diskusi sesi kedua berakhir, acara ditutup dengan penampilan dari grup musik trio asal Indonesia RAN, yang berpenampilan sangat enerjik dan mendapat sambutan meriah dari peserta yang hadir.

Pagelaran Pesta Rakyat ”Welcoming Gen-Alpha Chance and Challenge in Digital Era” merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD).

Informasi lebih lanjut mengenai literasi digital dan info kegiatan dapat diakses melalui Website www.literasidigital.id, Instagram @literasidigitalkominfo, Facebook Page Literasi Digital Kominfo dan Kanal Youtube Literasi Digital Kominfo.
(skr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1866 seconds (0.1#10.140)