Kejagung Tetapkan 5 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi PT Timah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung ( Kejagung ) kembali menetapkan lima tersangka dalam perkara dugaan korupsi komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk (TINS) periode 2015-2022. Tiga tersangka langsung ditahan.
Pantauan di Gedung Kejagung, tiga tersangka mengenakan rompi orange dengan tangan terborgol masuk ke dalam mobil tahanan Kejaksaan Agung. Ketiga tersangka langsung dibawa ke rumah tahanan untuk menjalani penahanan.
"Sehingga hari ini kami tetapkan 5 tersangka, HL selaku beneficiary owner PT TINS, FR marketing PT TINS, SW Kadin ESDM Periode 2015-Maret 2019, BN selaku PLT Dinas ESDM Bangka Belitung periode Maret 2019 dan AS selaku Kadis ESDM Bangka Belitung dan selanjutnya ditetapkan sebagai," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi, Jumat (26/4/2024).
Kuntadi mengatakan, penetapan lima orang tersangka tersebut setelah penyidik melakukan pemeriksaan 14 orang. Dari seluruh saksi yang diperiksa salah satunya berinisial HL tidak hadir yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
"Setelah dilakukan kesehatan, 3 orang kami lakukan penahanan FR di Rutan Salemba Kejagung, AS, SW di Salemba Jakpus. Sedangkan BN karena alasan kesehatan tidak kami lakukan penahanan, sedangkan HL kita panggil hari ini, selanjutnya tim penyidik akan dipanggil untuk jadi tersangka," jelasnya.
Mereka dibawa untuk menjalani penahanan sebagai tersangka. Para tersangka dilakukan bakal dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan.
Sebagai informasi, kasus ini bermula saat sejumlah tersangka dalam kasus ini melakukan pertemuan dengan eks petinggi PT Timah Tbk (TINS) untuk melakukan penambangan pada 2018. Petinggi PT Timah itu, yakni Riza Pahlevi dan Emil Emindra diduga mengakomodir pertambangan timah ilegal. Dari pertemuan tersebut telah membuahkan hasil kerja sama antara PT Timah dan sejumlah perusahaan dengan sewa-menyewa peralatan untuk proses peleburan.
Dengan demikian, untuk membuat biji timah ilegal seolah-olah legal, sejumlah swasta bekerja sama dengan PT Timah untuk penerbitan surat perintah kerja (SPK). Selain itu, tersangka penyelanggara negara ini juga diduga melegalkan kegiatan perusahaan boneka menambang timah dengan cara menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.
Kemudian, untuk memasok kebutuhan bijih timah itu telah disepakati menunjuk tujuh perusahaan boneka mulai dari CV BJA, CV RTP, CV BLA, CV BSP, CV SJP, CV BPR, dan CV SMS.
Sementara itu, hasil tambang ilegal tersebut kemudian dijual lagi ke PT Timah Tbk. Dalam catatan Kejagung, PT Timah telah mengeluarkan dana Rp1,72 triliun untuk membeli bijih timah.
Sementara itu, untuk proses pelogamannya, PT Timah Tbk telah menggelontorkan biaya sebesar Rp975,5 juta dari 2019 hingga 2022.
Adapun, Kejagung telah bekerja sama dengan ahli lingkungan menghitung kerugian ekologis yang disebabkan oleh pertambangan timah dalam kasus IUP PT Timah Tbk. (TINS). Hasilnya, kerugian kerusakan lingkungan itu mencapai Rp271 triliun.
Pantauan di Gedung Kejagung, tiga tersangka mengenakan rompi orange dengan tangan terborgol masuk ke dalam mobil tahanan Kejaksaan Agung. Ketiga tersangka langsung dibawa ke rumah tahanan untuk menjalani penahanan.
"Sehingga hari ini kami tetapkan 5 tersangka, HL selaku beneficiary owner PT TINS, FR marketing PT TINS, SW Kadin ESDM Periode 2015-Maret 2019, BN selaku PLT Dinas ESDM Bangka Belitung periode Maret 2019 dan AS selaku Kadis ESDM Bangka Belitung dan selanjutnya ditetapkan sebagai," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi, Jumat (26/4/2024).
Kuntadi mengatakan, penetapan lima orang tersangka tersebut setelah penyidik melakukan pemeriksaan 14 orang. Dari seluruh saksi yang diperiksa salah satunya berinisial HL tidak hadir yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
"Setelah dilakukan kesehatan, 3 orang kami lakukan penahanan FR di Rutan Salemba Kejagung, AS, SW di Salemba Jakpus. Sedangkan BN karena alasan kesehatan tidak kami lakukan penahanan, sedangkan HL kita panggil hari ini, selanjutnya tim penyidik akan dipanggil untuk jadi tersangka," jelasnya.
Mereka dibawa untuk menjalani penahanan sebagai tersangka. Para tersangka dilakukan bakal dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan.
Sebagai informasi, kasus ini bermula saat sejumlah tersangka dalam kasus ini melakukan pertemuan dengan eks petinggi PT Timah Tbk (TINS) untuk melakukan penambangan pada 2018. Petinggi PT Timah itu, yakni Riza Pahlevi dan Emil Emindra diduga mengakomodir pertambangan timah ilegal. Dari pertemuan tersebut telah membuahkan hasil kerja sama antara PT Timah dan sejumlah perusahaan dengan sewa-menyewa peralatan untuk proses peleburan.
Dengan demikian, untuk membuat biji timah ilegal seolah-olah legal, sejumlah swasta bekerja sama dengan PT Timah untuk penerbitan surat perintah kerja (SPK). Selain itu, tersangka penyelanggara negara ini juga diduga melegalkan kegiatan perusahaan boneka menambang timah dengan cara menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.
Kemudian, untuk memasok kebutuhan bijih timah itu telah disepakati menunjuk tujuh perusahaan boneka mulai dari CV BJA, CV RTP, CV BLA, CV BSP, CV SJP, CV BPR, dan CV SMS.
Sementara itu, hasil tambang ilegal tersebut kemudian dijual lagi ke PT Timah Tbk. Dalam catatan Kejagung, PT Timah telah mengeluarkan dana Rp1,72 triliun untuk membeli bijih timah.
Sementara itu, untuk proses pelogamannya, PT Timah Tbk telah menggelontorkan biaya sebesar Rp975,5 juta dari 2019 hingga 2022.
Adapun, Kejagung telah bekerja sama dengan ahli lingkungan menghitung kerugian ekologis yang disebabkan oleh pertambangan timah dalam kasus IUP PT Timah Tbk. (TINS). Hasilnya, kerugian kerusakan lingkungan itu mencapai Rp271 triliun.
(abd)