Profil Arief Hidayat, Hakim Konstitusi yang Beri Dissenting Opinion Putusan Sengketa Pilpres 2024

Selasa, 23 April 2024 - 09:03 WIB
loading...
Profil Arief Hidayat,...
Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Foto/Dok MPI
A A A
JAKARTA - Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberi pendapat berbeda atau dissenting opinion atas putusan Mahkamah Kosntitusi (MK) soal sengketa hasil Pilpres 2024 . Arief Hidayat mengutip sumpah hakim konstitusi dalam dissenting opinion tersebut.

Diketahui, MK menolak seluruh gugatan sengketa Pilpres 2024 kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

"Amar putusan, mengadili: dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).

MK juga menolak perkara PHPU Presiden 2024 yang diajukan oleh Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD (Ganjar-Mahfud). Majelis Hakim Konstitusi menyatakan dalil-dalil Perkara Nomor 2/PHP.PRES-XXII/2024 tidak beralasan menurut hukum.

Terkait dua putusan tersebut, ada tiga hakim konstitusi yang menyampaikan dissenting opinion. Mereka adalah Saldi Isra , Enny Nurbaningsih , dan Arief Hidayat.

Dalam dissenting opinion-nya, Arief antara lain menilai perlu dilakukan pemungutan suara ulang di enam provinsi.
Menurut Arief, menimbang berdasarkan pertimbangan atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di bagian atas dissenting opinion-nya, telah ternyata bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden/Wakil Presiden tahun 2024 terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang melibatkan intervensi kekuasaan Presiden dengan infrastruktur politik yang berada di bawahnya untuk memenangkan pasangan calon tertentu melalui sikap dan tindakan Presiden yang tidak netral sehingga melanggar etika pemerintahan, adanya politisasi penyaluran perlinsos dan bansos, pengerahan aparat pemerintahan dalam rangka memenangkan Paslon tertentu dan diperparah dengan lemahnya pengawasan oleh Bawaslu, sehingga hal ini telah mencederai konstitusionalitas dan prinsip keadilan Pemilu (electoral justice) yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana diatur di dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

"Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memulihkan prinsip keadilan Pemilu (electoral justice) pada kedudukannya semula (restorative justice) dengan cara melakukan pemungutan suara ulang di beberapa wilayah yang diyakini telah terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massif yakni:
1. di Provinsi DKI Jakarta;
2. di Provinsi Jawa Barat;
3. di Provinsi Jawa Tengah;
4. di Provinsi Jawa Timur;
5. di Provinsi Bali;
6. di Provinsi Sumatera Utara," demikian dikutip dari laman MK.

Di bagian akhir dissenting opinion tersebut, Arief menyebut apa yang dia sampaikan sebagai wujud tanggung jawab moral dan penilaian profesional (profesional adjudgement) sebagai seorang hakim konstitusi sekaligus sebagai akademisi yang independen yang memutus sesuai dengan kewenangan serta kemampuan dan kapabilitasnya yang kelak akan dipertanggungjawabkan kehadirat Tuhan YME, Allah SWT, sebagaimana sumpah seorang hakim konstitusi.

"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa".



Menurut Arief, sumpah hakim konstitusi yang diucapkan tatkala dilantik pertama kali menjadi hakim konstitusi bersifat final and binding di dunia dan di akhirat bagi semua hakim. Oleh karenanya sumpah dan keyakinan hakim menjadi kunci keadilan bagi masyarakat.

"Selain itu, pudar dan menurunnya standar etik, khususnya bagi penyelenggara negara menjadi musabab perlu adanya kepedulian akan pentingnya menjaga keseimbangan antara penegakan hukum (rule of law) dan penerapan etik (rule of ethics) sesuai dengan nilai luhur Pancasila. Jikalau ini tidak dilakukan, maka akan terjadi "tragedi dalam berhukum dan berkonstitusi" di negara hukum demokratis berdasarkan Pancasila yang dapat menjauhkannya kita dari cita-cita menuju negara Indonesia yang hebat, bermartabat, dan unggul dalam segala bidang," ujarnya.

Profil Singkat Arief Hidayat


Arief Hidayat lahir di Semarang, 3 Pebruari 1956. Sebelum menjadi hakim konstitusi, Arief mengabdi di dunia pendidikan.

Arief menempuh pendidikn SD, SMP, dan SMA di Semarang. Dia kemudian kuliah di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip). Arief kemudian menempuh pendidikan S2 Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Airlangga (1984). Selanjutrnya, Arief kuliah S3 Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (2006).

Di dunia pendidikan, Arieg menjadi Staf Pengajar Fakultas Hukum Undip. Kemudian, Staf Pengajar Program Magister Ilmu Hukum (S2 Ilmu Hukum), Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Doktor (S3) Ilmu Hukum, dan Program Doktor Ilmu Lingkungan Undip. Arief juga menjadi Dosen Luar Biasa pada Fakultas Hukum Program S2 dan S3 di berbagai PTN/PTS di Indonesia

Sejumlah jabatan seperti Sekretaris Pembantu Rektor III, Pembantu Dekan II Fakultas Hukum, Pembantu Dekan I Fakultas Hukum, Dekan Fakultas Hukum, dan Ketua Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum di Undip pernah diembannya. Dua kemudian tercatat sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Undip (2008).

Arief mengucap sumpah sebagai hakim konsitusi pada Senin, 1 April 2013 di Istana Negara. Dia terpilih melalui jalur DPR.
Dikutip dari laman MK, setelah dua tahun menjadi hakim konstitusi, Arief mendapatkan kepercayaan lebih besar dengan terpilih secara aklamasi menjadi Ketua MK periode 2015-2017. Dia menggantikan Hamdan Zoelva.



Arief kemudian kembali menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi sejak 14 Juli 2017–1 April 2018. Posisinya sebagai Ketua MK kemudian digantikan oleh Anwar Usman.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1346 seconds (0.1#10.140)