Memaafkan Tanpa Melupakan

Selasa, 18 Agustus 2020 - 06:07 WIB
loading...
A A A
Posisi Pemerintah Belanda yang mendasarkan pada laporan Excessennota tiba-tiba mendapat guncangan hebat ketika sejarawan Swiss Dr Remy Limpach menerbitkan disertasinya, De brandende kampongs van Generaal Spoor, setebal 870 halaman pada 2016. Pada 2019, versi ringkasannya diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia dalam bahasa Indonesia dengan judul, Kekerasan Ekstrem Belanda di Indonesia: Perang Kemerdekaan Indonesia, 1945-1949.

Kekerasan Ekstrem
Dalam penelitiannya, Limpach menyimpulkan bahwa tentara Belanda secara struktural bersalah atas berbagai bentuk kekerasan ekstrem selama perang kemerdekaan Indonesia 1945-1949. Kekerasan ekstrem yang dilakukan oleh tentara Belanda bukanlah pengecualian yang disesali seperti dalam Excessennota 1969. Skala tindakan dan jumlah orang yang terlibat terlalu besar untuk hal itu.

Penggunaan kekerasan ekstrem yang sistematis, karena aksi kekerasan tersebut menjadi bagian sistem dan strategi perang Belanda. Seperti yang diterapkan oleh pasukan komando di Sulawesi Selatan dan oleh dinas-dinas intelijen dengan cara penyiksaan yang sistematis dan kadang distimulasi oleh atasan atau setidaknya diizinkan secara terang-terangan atau dibiarkan, tapi dengan tutup mata.

Penggunaan kekerasan ekstrem ini bertujuan untuk mengintimidasi dan menghukum massa rakyat secara kolektif. Serangan atas tentara Belanda juga sering menjadi dalih pembenaran untuk kekerasan ekstrem dengan membunuhi warga sipil dan pembumihangusan. Kekerasan ekstrem juga dilakukan kepada para tahanan Indonesia dalam jumlah besar dengan peradilan kilat.
Pada 2016, penelitian Limpach telah mendorong Pemerintah Belanda memberikan dukungan dana bagi program penelitian atas militer Belanda selama perang kemerdekaan di Indonesia1945-1949. Proyek ini kolaborasi antara Institut Sejarah Militer Belanda (Nederlands Instituut voor Militaire Historie/NIMH), Lembaga Ilmu Bahasa, Negara dan Antropologi Kerajaan Belanda (Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde/KITLV), dan Institut Belanda untuk Studi Perang, Holocaust dan Genocida (Instituut voor Oorlogs, Holocaust en Genocidestudies/ NIOD).

Penelitian ini juga melibatkan kerja sama dengan para peneliti Indonesia dari Universitas Gajah Mada. Tema utama penelitian adalah Independence, Decolonisation, Violence and War in Indonesia, 1945-1950. Penelitian ini sudah dimulai 2017 dan rencananya hasilnya akan disajikan pada September 2021 mendatang.

Dari peristiwa permintaan maaf Raja Belanda, mengajarkan kepada kita akan perlunya sikap memaafkan tanpa melupakan. Memaafkan adalah sikap mulia untuk melihat ke depan dalam relasi bangsa dan negara. Sementara tidak melupakan memiliki makna agar kejadian kekerasan ekstrem oleh tentara Belanda seperti dalam perang kemerdekaan di Indonesia dapat dicegah berulang di masa kini dan masa depan.
(ras)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1114 seconds (0.1#10.140)