DPR Minta Pemerintah Segera Tuntaskan Peraturan Terkait Barang Bawaan Penumpang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Evita Nursanty meminta pemerintah khususnya Menteri Perdagangan (Mendag) segera menuntaskan peraturan terkait aturan barang impor bawaan penumpang, jangan malah membuat bingung hingga salah persepsi. Value, satuan, dan sisi kemanusiaan penting untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan ini.
"Saya mendengar banyak komplain, dan sayangnya tanpa penjelasan yang memadai. Ini maunya seperti apa sih, mana aturan yang harus diikuti. Masa bawa pembalut dan popok maksimal hanya lima pieces, banyak yang protes kok kebijakan begini amat, enggak pro kepada perempuan. Mana sisi kemanusiaannya. Belum lagi soal pakaian jadi dan aksesoris seperti calana dalam, atau alas kaki hingga tas yang hanya berpatokan pada jumlah bukan value-nya,” kata Evita, Jumat (19/4/2024).
Menurut Evita, situasi ini dinilai masyarakat makin aneh karena diberitakan permendagnya mau dicabut, tapi dibilang mau direvisi, tak lama kemudian katanya mau dikembalikan ke Peraturan Menteri Keuangan (PMK). “Masyarakat itu butuh kepastian sehingga tidak salah langkah, sebab setiap hari orang datang dan bepergian. Mereka butuh kepastian," tegasnya.
Di dalam Permendag No3 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor diatur antara lain ketegori pengecualian barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, atau pelintas batas.
Untuk tas misalnya, dibatasi dua pieces, alas kaki dua pasang, untuk telepon celluler, komputer genggam, komputer tablet dua pieces per orang, kosmetika paling banyak 20 pieces per orang, mainan bernilai paling banyak Free On Board (FOB) USD1.500 per orang, sepeda roda dua dan tiga paling banyak dua unit per orang, elektronik paling banyak lima unit dan dengan nilai paling banyak FOB USD1.500 per orang,dan lainnya.
Baca Juga: Barang Bawaan Luar Negeri Bila Direfund Kena Bea Masuk
“Aturan pengecualian seperti ini sebenarnya bukan hal baru, karena sudah diatur dalam Permendag sebelumnya yaitu Permendag Nomor 36 Tahun 2023, bahkan diatur juga dalam Permendag Nomor 25 Tahun 2022, meskipun dengan beberapa pembeda, antara lain mengenai ketentuan barang tekstil sudah jadi lainnya seperti popok, pembalut tidak diatur untuk pengecualiannya,” katanya.
Selain itu, pada peraturan sebelumnya juga belum diatur mengenai pembatasan tas. Dalam hal peraturan baru yang akan dikeluarkan, politikus PDIP ini meminta semua diatur dengan jelas, tidak menyisakan perdebatan di lapangan.
“Kita meminta tolong agar kebutuhan dasar perempuan ini dipertimbangkan saat mengambil kebijakan. Kemudian sebaiknya acuan dari pembatasan khusus untuk tas, alas kaki, tekstil jadi itu bukan dari sisi jumlah tapi dari segi nilai (value) atau harganya, serta sasarannya untuk high value goods,” ucapnya.
”Dua tas dengan harga murah dibanding dengan tas bermerek kan beda. Jadi seperti barang elektronik diatur nilainya maksimal USD1.500 kan jelas. Jadi baiknya untuk tas, alas kali, tekstil dilihat juga valuenya bukan sekadar jumlahnya, kalau tidak nanti ribut terus di lapangan, petugas misalnya bilang ini barang mewah harus dipajak ada PMK-nya padahal di Permendag katanya dikecualikan. Kalau bawa lebih dari dua tapi masih di bawah nilai total yang dibolehkan maka boleh saja apalagi ini mau dibagi-bagi untuk keluarga sebagai oleh-oleh. Kemudian untuk pembalut atau popok itu coba direvisi lagi satuannya,” katanya.
Evita juga menyoroti proses pemeriksaan fisik maupun deklarasi barang-barang bawaan ini harus mendukung efektivitas dan efisiensi, jangan sampai membuat urusan ini menjadi membuat lama urusan di bandara, bahkan mengganggu penumpang-penumpang lainnya. “Intinya jangan sampai mengganggu penumpang, apalagi kita sudah berkomitmen dalam urusan pelayanan publik tidak ada lagi kata lambat dan berbelit-belit,” paparnya.
Ditanya apakah Evita setuju apabila peraturan mengenai barang bawaan penumpang maupun awak sarana pengangkut ini diatur bukan di dalam permendag tapi hanya di dalam Peraturan Menteri Keuangan, Evita menyebut silakan saja, sebab yang penting bagi masyarakat adalah peraturannya sinkron satu sama lain, jelas, tegas, mudah dipahami, tidak multitafsir, dan tidak merugikan masyarakat.
“Silakan saja kalau tidak mau dicampur ke Permendag No3 Tahun 2024 karena memang di sana terlalu teknis soal impor. Boleh ke dalam PMK seluruhnya sebab toh kita sudah punya PMK No. 203/PMK. 04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Tapi kalau mau juga tetap dengan Permendag tidak apa-apa namun bentuknya Permendag baru yang khusus mengatur barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut sebab bagaimanapun kan ini tidak bisa kita lepaskan dari isu perdagangan. Kemudian jangan lupa segera disosialisasikan dengan luas,” sambung Evita.
Sebelum ini di dalam PMK diatur pembebasan bea masuk terhadap barang pribadi penumpang berupa 200 batang sigaret, 25 batang cerutu, atau 100 gram tembakau iris/produk hasil tembakau lainnya; dan/atau satu liter minuman mengandung etil alkohol, serta uang tunai Rp100 juta.
"Saya mendengar banyak komplain, dan sayangnya tanpa penjelasan yang memadai. Ini maunya seperti apa sih, mana aturan yang harus diikuti. Masa bawa pembalut dan popok maksimal hanya lima pieces, banyak yang protes kok kebijakan begini amat, enggak pro kepada perempuan. Mana sisi kemanusiaannya. Belum lagi soal pakaian jadi dan aksesoris seperti calana dalam, atau alas kaki hingga tas yang hanya berpatokan pada jumlah bukan value-nya,” kata Evita, Jumat (19/4/2024).
Menurut Evita, situasi ini dinilai masyarakat makin aneh karena diberitakan permendagnya mau dicabut, tapi dibilang mau direvisi, tak lama kemudian katanya mau dikembalikan ke Peraturan Menteri Keuangan (PMK). “Masyarakat itu butuh kepastian sehingga tidak salah langkah, sebab setiap hari orang datang dan bepergian. Mereka butuh kepastian," tegasnya.
Di dalam Permendag No3 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor diatur antara lain ketegori pengecualian barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, atau pelintas batas.
Untuk tas misalnya, dibatasi dua pieces, alas kaki dua pasang, untuk telepon celluler, komputer genggam, komputer tablet dua pieces per orang, kosmetika paling banyak 20 pieces per orang, mainan bernilai paling banyak Free On Board (FOB) USD1.500 per orang, sepeda roda dua dan tiga paling banyak dua unit per orang, elektronik paling banyak lima unit dan dengan nilai paling banyak FOB USD1.500 per orang,dan lainnya.
Baca Juga: Barang Bawaan Luar Negeri Bila Direfund Kena Bea Masuk
“Aturan pengecualian seperti ini sebenarnya bukan hal baru, karena sudah diatur dalam Permendag sebelumnya yaitu Permendag Nomor 36 Tahun 2023, bahkan diatur juga dalam Permendag Nomor 25 Tahun 2022, meskipun dengan beberapa pembeda, antara lain mengenai ketentuan barang tekstil sudah jadi lainnya seperti popok, pembalut tidak diatur untuk pengecualiannya,” katanya.
Selain itu, pada peraturan sebelumnya juga belum diatur mengenai pembatasan tas. Dalam hal peraturan baru yang akan dikeluarkan, politikus PDIP ini meminta semua diatur dengan jelas, tidak menyisakan perdebatan di lapangan.
“Kita meminta tolong agar kebutuhan dasar perempuan ini dipertimbangkan saat mengambil kebijakan. Kemudian sebaiknya acuan dari pembatasan khusus untuk tas, alas kaki, tekstil jadi itu bukan dari sisi jumlah tapi dari segi nilai (value) atau harganya, serta sasarannya untuk high value goods,” ucapnya.
”Dua tas dengan harga murah dibanding dengan tas bermerek kan beda. Jadi seperti barang elektronik diatur nilainya maksimal USD1.500 kan jelas. Jadi baiknya untuk tas, alas kali, tekstil dilihat juga valuenya bukan sekadar jumlahnya, kalau tidak nanti ribut terus di lapangan, petugas misalnya bilang ini barang mewah harus dipajak ada PMK-nya padahal di Permendag katanya dikecualikan. Kalau bawa lebih dari dua tapi masih di bawah nilai total yang dibolehkan maka boleh saja apalagi ini mau dibagi-bagi untuk keluarga sebagai oleh-oleh. Kemudian untuk pembalut atau popok itu coba direvisi lagi satuannya,” katanya.
Evita juga menyoroti proses pemeriksaan fisik maupun deklarasi barang-barang bawaan ini harus mendukung efektivitas dan efisiensi, jangan sampai membuat urusan ini menjadi membuat lama urusan di bandara, bahkan mengganggu penumpang-penumpang lainnya. “Intinya jangan sampai mengganggu penumpang, apalagi kita sudah berkomitmen dalam urusan pelayanan publik tidak ada lagi kata lambat dan berbelit-belit,” paparnya.
Ditanya apakah Evita setuju apabila peraturan mengenai barang bawaan penumpang maupun awak sarana pengangkut ini diatur bukan di dalam permendag tapi hanya di dalam Peraturan Menteri Keuangan, Evita menyebut silakan saja, sebab yang penting bagi masyarakat adalah peraturannya sinkron satu sama lain, jelas, tegas, mudah dipahami, tidak multitafsir, dan tidak merugikan masyarakat.
“Silakan saja kalau tidak mau dicampur ke Permendag No3 Tahun 2024 karena memang di sana terlalu teknis soal impor. Boleh ke dalam PMK seluruhnya sebab toh kita sudah punya PMK No. 203/PMK. 04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Tapi kalau mau juga tetap dengan Permendag tidak apa-apa namun bentuknya Permendag baru yang khusus mengatur barang bawaan penumpang dan awak sarana pengangkut sebab bagaimanapun kan ini tidak bisa kita lepaskan dari isu perdagangan. Kemudian jangan lupa segera disosialisasikan dengan luas,” sambung Evita.
Sebelum ini di dalam PMK diatur pembebasan bea masuk terhadap barang pribadi penumpang berupa 200 batang sigaret, 25 batang cerutu, atau 100 gram tembakau iris/produk hasil tembakau lainnya; dan/atau satu liter minuman mengandung etil alkohol, serta uang tunai Rp100 juta.
(cip)