Dunia Intelijen Terkait Bakat dan Peluang Bagi Perempuan
loading...
A
A
A
Editha merasa beruntung bisa mendapatkan akses wawancara langsung dengan pelaku intelijen senior di RI. Pasalnya, ia bisa memotret pemikiran pimpinan senior intelijen dari masa ke masa yang dituangkan menjadi penelitian. Alhasil, penelitiannya menghasilkan temuan empat kekuatan territorial intelijen dengan menjalankan fungsi humint khas Indonesia.
"Waktu wawancara bisa sampai enam jam. Beliau lepas begitu saja ketika wawancara dan mempercayakan kepada peneliti mana yang diolah untuk menjadi bagian data disertasi dan mana data yang off the record," kata Editha yang mengangkat disertasi bertema 'Kebijakan dan Manajemen Intelijen Pertahanan Negara Pasca Reformasi: Human Intelligence (Humint) Indonesia 2002-2022'.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Diandra Megaputri Mengko mengaku gusar karena selama ini, informasi tentang intelijen Indonesia lebih banyak ditulis penulis luar negeri. Dia menyebut, baru-baru ini saja ada banyak penulis dalam negeri yang membahas kajian intelijen, khususnya dari kalangan perempuan, termasuk Susaningtyas dan Editha.
Atas alasan itulah, Diandra yang sedang mengambil doktor di Singapura semangat untuk mengkaji dunia intelijen agar semakin berkembang dari sudut pandang orang Indonesia sendiri. Ada tiga faktor yang mendorongnya untuk tergerak melakukan penelitian tentang intelijen agar semakin banyak buku akademis yang lahir dari tangan anak bangsa.
"Pertama, ada perasaan tidak terima, buku ditulis oleh orang-orang bukan Indonesia. Saya terpikir ada akademisi yang perlu terlibat di sini. Alasan kedua mendalami studi intelijen, ini studi cukup baru, ilmunya ada sudah lama sekali, tapi memang akademisi, studi ini berkembang 1940 sampai hari ini, belum panjang, 80 tahun saja di Indonesia," kata Diandra.
Dia melanjutkan, peluang bagi berkembangnya studi intelijen sangat terbuka bagi semua pihak, termasuk perempuan. Diandra mendapati, kaum perempuan masih sangat minim yang tertarik dengan kajian intelijen, termasuk bidang pertahanan dan keamanan.
"Sebisa mungkin teman-teman saling membantu dan mendukung karena sebenarnya tujuannya adalah mendorong aktor keamanan sebagai tujuan praktisnya dan kedua mendorong diskursus akademik lebih lanjut lagi," kata Diandra.
"Waktu wawancara bisa sampai enam jam. Beliau lepas begitu saja ketika wawancara dan mempercayakan kepada peneliti mana yang diolah untuk menjadi bagian data disertasi dan mana data yang off the record," kata Editha yang mengangkat disertasi bertema 'Kebijakan dan Manajemen Intelijen Pertahanan Negara Pasca Reformasi: Human Intelligence (Humint) Indonesia 2002-2022'.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Diandra Megaputri Mengko mengaku gusar karena selama ini, informasi tentang intelijen Indonesia lebih banyak ditulis penulis luar negeri. Dia menyebut, baru-baru ini saja ada banyak penulis dalam negeri yang membahas kajian intelijen, khususnya dari kalangan perempuan, termasuk Susaningtyas dan Editha.
Atas alasan itulah, Diandra yang sedang mengambil doktor di Singapura semangat untuk mengkaji dunia intelijen agar semakin berkembang dari sudut pandang orang Indonesia sendiri. Ada tiga faktor yang mendorongnya untuk tergerak melakukan penelitian tentang intelijen agar semakin banyak buku akademis yang lahir dari tangan anak bangsa.
"Pertama, ada perasaan tidak terima, buku ditulis oleh orang-orang bukan Indonesia. Saya terpikir ada akademisi yang perlu terlibat di sini. Alasan kedua mendalami studi intelijen, ini studi cukup baru, ilmunya ada sudah lama sekali, tapi memang akademisi, studi ini berkembang 1940 sampai hari ini, belum panjang, 80 tahun saja di Indonesia," kata Diandra.
Dia melanjutkan, peluang bagi berkembangnya studi intelijen sangat terbuka bagi semua pihak, termasuk perempuan. Diandra mendapati, kaum perempuan masih sangat minim yang tertarik dengan kajian intelijen, termasuk bidang pertahanan dan keamanan.
"Sebisa mungkin teman-teman saling membantu dan mendukung karena sebenarnya tujuannya adalah mendorong aktor keamanan sebagai tujuan praktisnya dan kedua mendorong diskursus akademik lebih lanjut lagi," kata Diandra.
(cip)