Hakim MK Beri Catatan ke Ahli Prabowo-Gibran: Sesama Guru Besar Tak Boleh Saling Mendahului
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat memberi catatan terhadap keterangan yang disampaikan Ahli dari Tim Pembela Prabowo-Gibran, yakni Andi Muhammad Asrun dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Hal itu disampaikan usai Asrun memberikan keterangan terkait putusan terkait putusan MK yang bersifat self executing.
"Pak Asrun saya tidak bertanya, tapi ini didengar oleh publik di seluruh Indonesia dan memberikan pelajaran kepada ahli hukum di Indonesia yang mudah-mudahan supaya kita kalau bicara clear," kata Arief Hidayat di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Kamis (4/4/2024).
Dalam dalilnya, Asrun menyampaikan, putusan MK bersifat self executing yang dapat langsung dieksekusi. Asrun menjelaskan putusan MK tak terlepas dari perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Oleh sebabnya ia menilai, tindakan KPU untuk mengesampingkan peraturan yang belum direvisi dan mendahului putusan MK ialah benar. Hal ini merujuk pada tindakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menerima pendaftaran Gibran meski aturan PKPU saat itu masih pada batas 40 tahun.
Dia kemuudian menyampaikan bahwa putusan KPU juga melakukan hal yang sama dengan MK mengeluarkan putusan Nomor 102/PUU-VI/2009. Namun, hal ini justru langsung disanggah oleh Arief Hidayat.
"Pak Asrun menyamakan apa yang dilakukan KPU terhadap putusan 90 itu betul sudah dilaksanakan. Tapi kalau kemudian menyatakan putusan 102 itu sama dengan apa yang dilakukan KPU, itu mohon dicek kembali," ucap Arief.
Sebab sambung Arief, putusan MK Nomor 102/PUU-VI/2009 itu diputuskan pada sore hari. Saat itu KPU langsung mengubah PKPUnya.
"Karena setelah diputus Mahkahmah (Nomor 102), malamnya Pak Putu Artha yang membuat PKPU baru bahwa mencoblos tidak perlu di DPT namun hanya membutuhkan identitas," sambungnya.
"Jadi saya tidak bertanya tapi hanya untuk semuanya clear karena kita berhukum harus presisi dan cermat, kita sama-sama guru besar, tidak boleh saling mendahului seperti bus kota," tutup dia.
"Pak Asrun saya tidak bertanya, tapi ini didengar oleh publik di seluruh Indonesia dan memberikan pelajaran kepada ahli hukum di Indonesia yang mudah-mudahan supaya kita kalau bicara clear," kata Arief Hidayat di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Kamis (4/4/2024).
Dalam dalilnya, Asrun menyampaikan, putusan MK bersifat self executing yang dapat langsung dieksekusi. Asrun menjelaskan putusan MK tak terlepas dari perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Oleh sebabnya ia menilai, tindakan KPU untuk mengesampingkan peraturan yang belum direvisi dan mendahului putusan MK ialah benar. Hal ini merujuk pada tindakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menerima pendaftaran Gibran meski aturan PKPU saat itu masih pada batas 40 tahun.
Dia kemuudian menyampaikan bahwa putusan KPU juga melakukan hal yang sama dengan MK mengeluarkan putusan Nomor 102/PUU-VI/2009. Namun, hal ini justru langsung disanggah oleh Arief Hidayat.
"Pak Asrun menyamakan apa yang dilakukan KPU terhadap putusan 90 itu betul sudah dilaksanakan. Tapi kalau kemudian menyatakan putusan 102 itu sama dengan apa yang dilakukan KPU, itu mohon dicek kembali," ucap Arief.
Sebab sambung Arief, putusan MK Nomor 102/PUU-VI/2009 itu diputuskan pada sore hari. Saat itu KPU langsung mengubah PKPUnya.
"Karena setelah diputus Mahkahmah (Nomor 102), malamnya Pak Putu Artha yang membuat PKPU baru bahwa mencoblos tidak perlu di DPT namun hanya membutuhkan identitas," sambungnya.
"Jadi saya tidak bertanya tapi hanya untuk semuanya clear karena kita berhukum harus presisi dan cermat, kita sama-sama guru besar, tidak boleh saling mendahului seperti bus kota," tutup dia.
(maf)