Gembira Beragama, War Takjil, dan Moderasi Beragama
loading...
A
A
A
Gembira Beragama dengan war takjil harus diakui sebagai bagian dari ekses dan dampak implementasi riil moderasi beragama Ramadan tahun ini. Gejala "war takjil" dan "Gembira Beragama" adalah gejala positif dalam tradisi beragama di Indonesia.
baca juga: Santuni 1.500 Anak Yatim, Ketum IWAPI: Gak Usah War Takjil, tapi War Sedekah
Basis budaya masyarakat agraris tidak bisa dipisahkan sebagai fondasi bahwa doktrin agama terlihat begitu cair (fluid), sehingga agama menunjukkan tanda fleksibililitasnya. Dalam bahasa agama, sering terdengar bahwa ajaran agama itu selalu menyesuaikan dengan perubahan zaman dan tempat (shalih likulli zaman wa makan).
War Takjil Bukan Sinkretisme Beragama
Respon masyarakat terhadap fenomena war takjil beragam, ada yang bahagia karena beginilah potret kehidupan beragama masyarakat nusantara yang senantiasa diwarnai kebersamaan dan penuh nuansa kegembiraan. Tapi ada pula yang menganggap sebagai bentuk pencampuradukan ajaran agama. War takjil dianggap sinkretis.
Dalam hukum Islam, harus dibedakan antara ushul (pokok) dan furu' (cabang). Dalam ajaran yang bersifat pokok, tidak dibenarkan mencampuradukkan keyakinan dengan keyakinan atau aspek yang lain. Namun dalam hal furu', bisa dimungkinkan karena adanya kebaruan yang memerlukan pendapat hukumnya. Sementara takjil ini tidaklah masuk dalam ushul maupun furu'. Sehingga jika ada pelibatan nonis tidak akan mengganggu keyakinan.
baca juga: Fenomena Takjil War Viral, Muhammadiyah: Wujud Kerukunan Umat
Takjil di kalangan masyarakat Indonesia dipahami sebagai budaya yang diinisiasi karena adanya perintah Rasul SAW untuk menyegerakan berbuka puasa. Menyegerakan berbuka puasa itu disebut takjil. Namun dalam perkembangannya, terjadi pendefinisian baru takjil. Takjil menjadi bermakna makanan atau hidangan untuk buka puasa.
Tentunya pergeseran makna ini terjadi adalah akibat sifat kelenturan ajaran agama dan budaya nusantara. Betapa ajaran agama akan mengalami pelbagai penyesuaian sebagaimana takjil ini. Mari kita ekspresikan agama dengan penuh keriangan, sehingga umat merasa asyik ketika beragama dan tentunya makin menambah semarak suasana Ramadan.
baca juga: Santuni 1.500 Anak Yatim, Ketum IWAPI: Gak Usah War Takjil, tapi War Sedekah
Basis budaya masyarakat agraris tidak bisa dipisahkan sebagai fondasi bahwa doktrin agama terlihat begitu cair (fluid), sehingga agama menunjukkan tanda fleksibililitasnya. Dalam bahasa agama, sering terdengar bahwa ajaran agama itu selalu menyesuaikan dengan perubahan zaman dan tempat (shalih likulli zaman wa makan).
War Takjil Bukan Sinkretisme Beragama
Respon masyarakat terhadap fenomena war takjil beragam, ada yang bahagia karena beginilah potret kehidupan beragama masyarakat nusantara yang senantiasa diwarnai kebersamaan dan penuh nuansa kegembiraan. Tapi ada pula yang menganggap sebagai bentuk pencampuradukan ajaran agama. War takjil dianggap sinkretis.
Dalam hukum Islam, harus dibedakan antara ushul (pokok) dan furu' (cabang). Dalam ajaran yang bersifat pokok, tidak dibenarkan mencampuradukkan keyakinan dengan keyakinan atau aspek yang lain. Namun dalam hal furu', bisa dimungkinkan karena adanya kebaruan yang memerlukan pendapat hukumnya. Sementara takjil ini tidaklah masuk dalam ushul maupun furu'. Sehingga jika ada pelibatan nonis tidak akan mengganggu keyakinan.
baca juga: Fenomena Takjil War Viral, Muhammadiyah: Wujud Kerukunan Umat
Takjil di kalangan masyarakat Indonesia dipahami sebagai budaya yang diinisiasi karena adanya perintah Rasul SAW untuk menyegerakan berbuka puasa. Menyegerakan berbuka puasa itu disebut takjil. Namun dalam perkembangannya, terjadi pendefinisian baru takjil. Takjil menjadi bermakna makanan atau hidangan untuk buka puasa.
Tentunya pergeseran makna ini terjadi adalah akibat sifat kelenturan ajaran agama dan budaya nusantara. Betapa ajaran agama akan mengalami pelbagai penyesuaian sebagaimana takjil ini. Mari kita ekspresikan agama dengan penuh keriangan, sehingga umat merasa asyik ketika beragama dan tentunya makin menambah semarak suasana Ramadan.
(hdr)