BKKBN-IPADI Rumuskan Kebijakan Menuju Bonus Demografi 2030

Sabtu, 10 November 2018 - 03:03 WIB
BKKBN-IPADI Rumuskan Kebijakan Menuju Bonus Demografi 2030
BKKBN-IPADI Rumuskan Kebijakan Menuju Bonus Demografi 2030
A A A
DEPOK - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menganggap permasalahan kependudukan di Indonesia sudah tergolong kompleks. Salah satu indikatornya adalah jumlah penduduk besar disertai laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat.

Namun di sisi lain persebaran dan kualitasnya tidak merata. Padahal untuk menghadapai bonus demografi, diperlukan strategi tepat sasaran. Bonus demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun). Pada periode itu, jumlah usia angkatan kerja berusia 15 tahun-64 tahun, diperkirakan mencapai 70%.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Pengendalian Penduduk, BKKBN, Dwi Listyawardani, mengatakan bonus demografi kependudukan diprediksi terjadi untuk 10 tahun ke depan. Sehingga pemerintah di tiga lapisan yaitu pusat, provinsi, dan kabupaten/kota harus sejalan dalam melakukan perencanaan pembangunan.

“Dinamika kependudukan dan proses pembangunan mempunyai keterkaitan timbal balik, karena penduduk merupakan subjek sekaligus objek dalam proses pembangunan,” ujarnya saat seminar Implikasi Proyeksi Penduduk Dalam Perencanaan Pembangunan, di Depok, Jumat (9/11/2018).

Menurut Dwi, dalam merumuskan kebijakan diperlukan banyak aspek dalam kependudukan. Misalnya, hasil analisis atas data yang termutakhir, relevan, akurat, valid, dan dapat dipertanggung jawabkan. Sehingga kehidupan masyarakat Indonesia ke depan akan berkualitas.

Aspek-aspek dinamika kependudukan, lanjut Dwi, telah dijabarkan dalam rancangan induk pembangunan kependudukan yang dikoordinasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

“Dalam paparannya, pembangunan kependudukan dibagi ke dalam lima bidang, yaitu pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk, pembangunan keluarga, penataan persebaran dan pengarahan mobilitas penduduk, dan penataan administrasi kependudukan,” ungkapnya.

Dwi melanjutkan, apabila melihat proyeksi penduduk yang diajukan, rasio ketergantungan di bawah angka 50 baru akan selesai sekitar tahun 2045-2050. Sehingga, sangat penting untuk dapat merumuskan titik temu dari berbagai skenario proyeksi penduduk tersebut.

“Oleh karena itu, hal ini patut mendapat perhatian karena proyeksi penduduk digunakan sebagai landasan dalam menyusun rencana target pembangunan ke depan di tingkat pusat maupun provinsi dan kabupaten/kota,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Praktisi Ahli Demografi Indonesia (IPADI), Sudibyo Alimoesoe, menerangkan, proyeksi penduduk selalu diganti berdasarkan survey atau sensus. Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah diluncurkan proyeksi penduduk tahun 2010, karena terbitnya data suspas di tahun 2015.

“Ini data yang besar mencoba menginisiasi, memproyeksi melalui suspas tadi. Kemudian itu direvisi karena suspas berhubungan dengan pembangunan dan ketenagakerjaan,” katanya.

Berdasarkan analisisnya, untuk memperoleh bonus demografi pada tahun 2028-2030, maka laju pertambahan penduduk harus bisa ditekan hingga 0,3 persen. “Kemenkeu ingin bonus demografi dipetik pada tahun 2020. Kalau dari BKKBN, kami membujuk, yang pantas itu sekitar tahun 2028-2030, itukan menyiapkan fertilitasnya tidak drastis,” tandasnya.

Ia menyebutkan, daerah yang cukup sulit ditekan laju pertumbuhan penduduknya adalah Indonesia bagian Timur. “Indonesia Timur susah menaikan demografi, masih di atas 3 persen karena angka fertilitasnya sulit untuk diturunkan. Kita berusaha adil dan merata supaya tidak ada diskriminasai antarwilayah,” pungkasnya.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3724 seconds (0.1#10.140)