7 Fakta Kopassus, Nomor Terakhir Komandan Pertama Baret Merah
loading...
A
A
A
Presiden Soeharto yang mendapat informasi pembajakan pesawat itu, kemudian memanggil Kapusintelstrat LB Moerdani ke Cendana. Moerdani memerintahkan Asisten Operasi Kopassandha, Letkol Sintong Panjaitan untuk membuat rencana operasi pembebasan dengan 35 personel.
Satu pesawat berjenis sama, Douglas DC-9 dipinjam untuk latihan singkat di hangar Garuda sebelum berangkat ke Thailand. Singkat cerita pada 31 Maret 1981, sinyal hijau diberikan untuk menjalankan operasi pada hari keempat penyanderan.
Grup-1 Para Komando (cikal bakal Detasemen-81 Gultor Kopassus) membuat tiga tim yang akan menerobos pintu samping dengan memanjat sayap pesawat, sementara satu tim lainnya lewat pintu belakang.
Singkat cerita, berkat kemampuan prajurit Kopassus yang mumpuni, hanya membutuhkan waktu 2 menit 49 detik untuk membebaskan seluruh penumpang yang disandera dan melumpuhkan para pelaku teror dalam Operasi Woyla tersebut.
Aksi pasukan Baret Merah ini pun langsung mendapat pengakuan dunia internasional. Bahkan, Kopassandha disejajarkan dengan pasukan elite dunia seperti GSG 9 (Jerman) dan Mossad (Israel).
Pemilik nama lengkap Rokus Bernardus Visser merupakan warga negara Belanda dan bekas Korp Speciale Troepen (KST). Pasca terjadinya agresi militer Belanda, Visser memilih untuk keluar dari militer dan beralih menjadi petani bunga di Lembang, Jawa Barat. Di sini dia menjadi mualaf dan mengubah namanya menjadi Mochammad Idjon Djanbi.
Ketika di Lembang, pria kelahiran 13 Mei 1914 sempat ditemui oleh Letda Aloysius Soegijanto untuk membahas pembentukan pasukan komando. Karena memiliki banyak keahlian bertempur, mulai dari keahlian menggunakan senjata hingga pertarungan tangan kosong, dia dipilih menjadi pelatih sipil di CIC II.
Namun dia meminta agar pangkatnya harus lebih tinggi dari calon siswanya. Seiring berjalannya waktu, pasukan elite ini semakin matang. Mereka berhasil mengatasi pemberontakan DI/TII dan PRRI/Permesta. Dari peristiwa tersebut, niat untuk membentuk pasukan khusus di Angkatan Darat semakin besar.
Pengangkatan Idjon menjadi Mayor Infanteri TNI dengan NRP 17665 ini diputuskan Mennteri Pertahanan kala itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada 1 April 1952. Idjon mendapat tugas untuk melatih para perwira dan bintara dalam pembentukan pasukan khusus.
Idjon Djanbi memimpin Kopassus yang kala itu masih bernama Kesko TT III/Siliwangi hingga bernama KKAD dari tahun 1952-1953.
Satu pesawat berjenis sama, Douglas DC-9 dipinjam untuk latihan singkat di hangar Garuda sebelum berangkat ke Thailand. Singkat cerita pada 31 Maret 1981, sinyal hijau diberikan untuk menjalankan operasi pada hari keempat penyanderan.
Grup-1 Para Komando (cikal bakal Detasemen-81 Gultor Kopassus) membuat tiga tim yang akan menerobos pintu samping dengan memanjat sayap pesawat, sementara satu tim lainnya lewat pintu belakang.
Singkat cerita, berkat kemampuan prajurit Kopassus yang mumpuni, hanya membutuhkan waktu 2 menit 49 detik untuk membebaskan seluruh penumpang yang disandera dan melumpuhkan para pelaku teror dalam Operasi Woyla tersebut.
Aksi pasukan Baret Merah ini pun langsung mendapat pengakuan dunia internasional. Bahkan, Kopassandha disejajarkan dengan pasukan elite dunia seperti GSG 9 (Jerman) dan Mossad (Israel).
7. Idjon Djanbi Komandan Kopassus Pertama
Pemilik nama lengkap Rokus Bernardus Visser merupakan warga negara Belanda dan bekas Korp Speciale Troepen (KST). Pasca terjadinya agresi militer Belanda, Visser memilih untuk keluar dari militer dan beralih menjadi petani bunga di Lembang, Jawa Barat. Di sini dia menjadi mualaf dan mengubah namanya menjadi Mochammad Idjon Djanbi.
Ketika di Lembang, pria kelahiran 13 Mei 1914 sempat ditemui oleh Letda Aloysius Soegijanto untuk membahas pembentukan pasukan komando. Karena memiliki banyak keahlian bertempur, mulai dari keahlian menggunakan senjata hingga pertarungan tangan kosong, dia dipilih menjadi pelatih sipil di CIC II.
Namun dia meminta agar pangkatnya harus lebih tinggi dari calon siswanya. Seiring berjalannya waktu, pasukan elite ini semakin matang. Mereka berhasil mengatasi pemberontakan DI/TII dan PRRI/Permesta. Dari peristiwa tersebut, niat untuk membentuk pasukan khusus di Angkatan Darat semakin besar.
Pengangkatan Idjon menjadi Mayor Infanteri TNI dengan NRP 17665 ini diputuskan Mennteri Pertahanan kala itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada 1 April 1952. Idjon mendapat tugas untuk melatih para perwira dan bintara dalam pembentukan pasukan khusus.
Idjon Djanbi memimpin Kopassus yang kala itu masih bernama Kesko TT III/Siliwangi hingga bernama KKAD dari tahun 1952-1953.
(maf)