Adaptasi Perubahan Iklim, Sanitasi Aman Berkelanjutan Dikembangkan di 7 Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dampak perubahan iklim memberikan pengaruh terhadap sejumlah bidang, seperti akses sanitasi dan higienitas. Hal ini pun mendapat perhatian dari Plan Indonesia dan SNV Indonesia yang terus mendorong akses sanitasi dan higienitas yang berkelanjutan di tujuh daerah agar mencapai SDG.
Winner Project Manager Yayasan Plan Indonesia, Herie Ferdian mengatakan, langkah ini dilakukan meliputi aspek kesetaraan gender, ketahanan iklim, dan inklusi sosial.
"Selama lima tahun terakhir, program Wash SDG yang dilakukan telah berdampak pada peningkatan akses sanitasi dan higienes kepada hingga 3 juta orang di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kota Bandar Lampung, Kota Metro, dan Kota Tasikmalaya," kata Herie dalam keterangannya, Rabu (27/3/2024).
Herie menjelaskan, fasilitas sanitasi yang tahan cuaca sangat dibutuhkan di tengah perubahan iklim global. Ditambah juga harus dibangun aksesibilitas bagi para disabilitas sehingga tidak ada lagi hambatan agar target SDG tercapai.
"Ada beberapa adaptasi perubahan iklim yang dilakukan khususnya di sekitar pantai. Karena dampak kenaikan air laut bisa membuat toilet tergenang. Sebaiknya bangunan toilet ditinggikan agar aktivitas BAB bisa dapat terus dilakukan bila terjadi air pasang di sekitar pantai," ujar Herie.
Sementara Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti mengungkapkan, sanitasi yang buruk akan berdampak pada semua orang terlebih kelompok marginal, termasuk anak perempuan yang membutuhkan akses ke sanitasi layak dalam menjaga kebersihan seperti saat mengalami menstruasi.
Tak hanya di lingkungan rumah kata dia, namun sangat penting mendapatkan hak mereka terhadap air bersih dan sanitasi aman di sekolah.
"Pelibatan semua kelompok termasuk perempuan anak perempuan, penyandang disabilitas, masyarakat miskin, dan kelompok rentan lainnya sangat penting untuk mencapai target 100 persen akses sanitasi aman pada 2030. Sesuai dengan semangat SDG, yaitu tidak ada satupun yang tertinggal atau ditinggalkan," ujar Dini.
Plan Indonesia telah melaksanakan program Wash SDG sejak 2018 di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Tengah, Malaka, dan Belu, Sejak diimplementasikan tahun 2018 banyak capaian signifikan yang telah dicapai di wilayah dampingan Plan Indonesia.
Saat ini 4 kota/kabupaten dampingan Winner Project telah mendeklarasikan sebagai kabupaten/kota 100 persen Stop Bab Sembarangan di mana tiga di antaranya telah menuntaskan lima Pilar STBM. Kemudian adanya peningkatan partisipasi aktif perempuan dan penyandang disabilitas di wilayah dampingan Plan Indonesia dalam program STBM.
"Keberhasilan pencapaian ini ditentukan oleh beberapa faktor yakni kemitraan Plan Indonesia dengan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan organisasi disabilitas yang telah berhasil menjangkau masyarakat hingga tingkat rumah tangga. Faktor keberhasilan yang lainnya adalah kuatnya dukungan kepala daerah terhadap implementasi program STBM," tutupnya.
Apresiasi disampaikan oleh Bupati Belu Agustinus Taolin yang mengatakan, pihaknya berhasil menjadi kabupaten yang pertama di NTT dalam mencapai lima pilar STBM didorong oleh ambisi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
"Program ini juga berkontribusi dalam penurunan angka stunting. Kabupaten Belu saat ini telah berhasil mencapai penurunan masalah tumbuh kembang anak atau stunting dari 26,95 persen pada tahun 2018 menjadi 11, persen pada tahun 2023 setelah project WASH SDG ini dilaksanakan selama lima tahun," kata Agustinus.
Senada disampaikan Wali Kota Tasikmalaya Cheka Virgowansyah, terjadi peningkatan di tahun 2023 atau mencapai 23 kelurahan yang Open Defecation Free (ODF).
"Padahal pada tahun 2019 kami hanya tiga kelurahan yang sudah ODF. Harapannya di tahun ini kami bisa mencapai 100 persen ODF. Ke depannya, perjalanan kami masih berat dan perlu komitmen yang kuat," pungkasnya.
Winner Project Manager Yayasan Plan Indonesia, Herie Ferdian mengatakan, langkah ini dilakukan meliputi aspek kesetaraan gender, ketahanan iklim, dan inklusi sosial.
"Selama lima tahun terakhir, program Wash SDG yang dilakukan telah berdampak pada peningkatan akses sanitasi dan higienes kepada hingga 3 juta orang di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Belu, Kabupaten Malaka, Kota Bandar Lampung, Kota Metro, dan Kota Tasikmalaya," kata Herie dalam keterangannya, Rabu (27/3/2024).
Baca Juga
Herie menjelaskan, fasilitas sanitasi yang tahan cuaca sangat dibutuhkan di tengah perubahan iklim global. Ditambah juga harus dibangun aksesibilitas bagi para disabilitas sehingga tidak ada lagi hambatan agar target SDG tercapai.
"Ada beberapa adaptasi perubahan iklim yang dilakukan khususnya di sekitar pantai. Karena dampak kenaikan air laut bisa membuat toilet tergenang. Sebaiknya bangunan toilet ditinggikan agar aktivitas BAB bisa dapat terus dilakukan bila terjadi air pasang di sekitar pantai," ujar Herie.
Sementara Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti mengungkapkan, sanitasi yang buruk akan berdampak pada semua orang terlebih kelompok marginal, termasuk anak perempuan yang membutuhkan akses ke sanitasi layak dalam menjaga kebersihan seperti saat mengalami menstruasi.
Tak hanya di lingkungan rumah kata dia, namun sangat penting mendapatkan hak mereka terhadap air bersih dan sanitasi aman di sekolah.
"Pelibatan semua kelompok termasuk perempuan anak perempuan, penyandang disabilitas, masyarakat miskin, dan kelompok rentan lainnya sangat penting untuk mencapai target 100 persen akses sanitasi aman pada 2030. Sesuai dengan semangat SDG, yaitu tidak ada satupun yang tertinggal atau ditinggalkan," ujar Dini.
Plan Indonesia telah melaksanakan program Wash SDG sejak 2018 di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Tengah, Malaka, dan Belu, Sejak diimplementasikan tahun 2018 banyak capaian signifikan yang telah dicapai di wilayah dampingan Plan Indonesia.
Saat ini 4 kota/kabupaten dampingan Winner Project telah mendeklarasikan sebagai kabupaten/kota 100 persen Stop Bab Sembarangan di mana tiga di antaranya telah menuntaskan lima Pilar STBM. Kemudian adanya peningkatan partisipasi aktif perempuan dan penyandang disabilitas di wilayah dampingan Plan Indonesia dalam program STBM.
"Keberhasilan pencapaian ini ditentukan oleh beberapa faktor yakni kemitraan Plan Indonesia dengan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan organisasi disabilitas yang telah berhasil menjangkau masyarakat hingga tingkat rumah tangga. Faktor keberhasilan yang lainnya adalah kuatnya dukungan kepala daerah terhadap implementasi program STBM," tutupnya.
Apresiasi disampaikan oleh Bupati Belu Agustinus Taolin yang mengatakan, pihaknya berhasil menjadi kabupaten yang pertama di NTT dalam mencapai lima pilar STBM didorong oleh ambisi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
"Program ini juga berkontribusi dalam penurunan angka stunting. Kabupaten Belu saat ini telah berhasil mencapai penurunan masalah tumbuh kembang anak atau stunting dari 26,95 persen pada tahun 2018 menjadi 11, persen pada tahun 2023 setelah project WASH SDG ini dilaksanakan selama lima tahun," kata Agustinus.
Senada disampaikan Wali Kota Tasikmalaya Cheka Virgowansyah, terjadi peningkatan di tahun 2023 atau mencapai 23 kelurahan yang Open Defecation Free (ODF).
"Padahal pada tahun 2019 kami hanya tiga kelurahan yang sudah ODF. Harapannya di tahun ini kami bisa mencapai 100 persen ODF. Ke depannya, perjalanan kami masih berat dan perlu komitmen yang kuat," pungkasnya.
(maf)