Sebelum Kata-Kata Berakhir
loading...
A
A
A
Pun saat ia mengisahkan seorang Napoleon—kaisar yang berhasil mengubah Prancis, Eropa—namun menimbulkan kekecewaan bagi sebagian besar orang juga. GM menulis: Orang progresif di Eropa di awal abad ke-19 melihat Napoleon sebuah harapan. Beethoven menulis Simfoni Ketiganya sebagai penghormatan buat pemimpin Prancis ini. Ia melihat Bonaparte pengejawantahan “cita-cita demokrasi dan antiminarki”.
Di tahun 1804 Beethoven mencabut penghormatannya: Napoleon mengangkat diri sendiri menjadi empereur des Francais. Ketika mendengar berita itu, Beethoven berteriak: “Dia ternyata tak lebih dari makhluk fana biasa!” Ia robek partiture yang digubahnya yang semula bertuliskan nama “Bonaparte”(hal. 93)
Jika saya ibaratkan membaca Catatan Pinggir seperti sedang mengupas bawang merah, pertama mungkin tak berasa apa-apa di mata, namun setelah tulisan demi tulisan berlalu ada semacam riak “kepedihan” di mata. Memang, mulanya GM terkesan tak sepenuhnya melawan, sebagaimana “protes-protes” yang ia layangkan, tapi justru di akhir tulisan “menyentak”. Memberikan semacam guncangan dan kecamuk di dada kita. Barangkali setelah membacanya kita akan menyadari, jika ada peristiwa yang mengerikan sekaligus menggetarkan di suatu belahan dunia.
Juga saat berhadapan dengan kekerasan yang terjadi di belahan dunia manapun, yang mulanya sebagai akar dendam—dalam kaca mata GM: Kekerasan hanya bisa menyelamatkan manusia dan dunia jika keadilan mewujudkan dirinya dengan memandang orang lain, yang-bukan-kita, sebagai tubuh yang mungkin terinjak. (hal. 100)
Gumam yang Melawan
Dari pelbagai tulisannya, GM memang lebih meraba atau memilih warna yang abu-abu. Baginya putih tak mesti melulu putih, demikian sebaliknya. Dalam beberapa tulisan yang membahas GM, disebutkan pula jika dirinya memang ambigu. Tapi justru karena keambiguannya tersebut kita kembali memetakan apa yang coba ditelaah GM, menguraikannya jalin temali dari esai-esainya dan merangkaikannya sendiri.
baca juga: Haedar Nashir Luncurkan Buku Jalan Baru Moderasi Beragama
Maka apa yang pernah diungkapkan pula oleh GM, jika memang dirinya mengambil pelbagai esainya dari realitas yang terjadi. Setiap peristiwa seakan turut dipulas oleh rangkaian kalimatnya. Dan ia mengakui jika untuk membuat satu tulisan esai di Catatan Pinggir sendiri memerlukan kurang lebih lima buku sekaligus.
Sebagai sebuah gumam yang panjang, gumam yang menguliti setiap tragedi dari sejarah kehidupan manusia. Sejarah yang dibangun dari setiap tetesan darah, kekalahan demi kekalahan. Uniknya, GM memang dalam tulisannya bisa saja melompat dari satu kisah ke kisah lainnya. Meskipun di antara kisah-kisah yang tersuguh ada benang merah, mungkin sekadar napak tilas. Tapi justru memperkuat gagasan yang ditawarkannya, walaupun ia tak memberikan semacam kesimpulan bagi tulisannya.
GM dengan paparannya seperti memberikan “kemerdekaan” bagi pembacanya untuk menyaring inti sari dari sejumput kisah, sekelumit sejarah yang hadir. Banyak tulisannya yang dibiarkan “mengambang”—meskipun GM dengan rinci menjabarkan “data” yang dimilikinya. Setidaknya GM telah berupaya untuk menuliskan pelbagai puzzle sejarah, mitos, sejumlah tragedi, pelbagai puisi dan prosa yang telah dilupakan banyak orang, pun kisah orang-orang yang meninggalkan pembaruan bagi dunia.
Di tahun 1804 Beethoven mencabut penghormatannya: Napoleon mengangkat diri sendiri menjadi empereur des Francais. Ketika mendengar berita itu, Beethoven berteriak: “Dia ternyata tak lebih dari makhluk fana biasa!” Ia robek partiture yang digubahnya yang semula bertuliskan nama “Bonaparte”(hal. 93)
Jika saya ibaratkan membaca Catatan Pinggir seperti sedang mengupas bawang merah, pertama mungkin tak berasa apa-apa di mata, namun setelah tulisan demi tulisan berlalu ada semacam riak “kepedihan” di mata. Memang, mulanya GM terkesan tak sepenuhnya melawan, sebagaimana “protes-protes” yang ia layangkan, tapi justru di akhir tulisan “menyentak”. Memberikan semacam guncangan dan kecamuk di dada kita. Barangkali setelah membacanya kita akan menyadari, jika ada peristiwa yang mengerikan sekaligus menggetarkan di suatu belahan dunia.
Juga saat berhadapan dengan kekerasan yang terjadi di belahan dunia manapun, yang mulanya sebagai akar dendam—dalam kaca mata GM: Kekerasan hanya bisa menyelamatkan manusia dan dunia jika keadilan mewujudkan dirinya dengan memandang orang lain, yang-bukan-kita, sebagai tubuh yang mungkin terinjak. (hal. 100)
Gumam yang Melawan
Dari pelbagai tulisannya, GM memang lebih meraba atau memilih warna yang abu-abu. Baginya putih tak mesti melulu putih, demikian sebaliknya. Dalam beberapa tulisan yang membahas GM, disebutkan pula jika dirinya memang ambigu. Tapi justru karena keambiguannya tersebut kita kembali memetakan apa yang coba ditelaah GM, menguraikannya jalin temali dari esai-esainya dan merangkaikannya sendiri.
baca juga: Haedar Nashir Luncurkan Buku Jalan Baru Moderasi Beragama
Maka apa yang pernah diungkapkan pula oleh GM, jika memang dirinya mengambil pelbagai esainya dari realitas yang terjadi. Setiap peristiwa seakan turut dipulas oleh rangkaian kalimatnya. Dan ia mengakui jika untuk membuat satu tulisan esai di Catatan Pinggir sendiri memerlukan kurang lebih lima buku sekaligus.
Sebagai sebuah gumam yang panjang, gumam yang menguliti setiap tragedi dari sejarah kehidupan manusia. Sejarah yang dibangun dari setiap tetesan darah, kekalahan demi kekalahan. Uniknya, GM memang dalam tulisannya bisa saja melompat dari satu kisah ke kisah lainnya. Meskipun di antara kisah-kisah yang tersuguh ada benang merah, mungkin sekadar napak tilas. Tapi justru memperkuat gagasan yang ditawarkannya, walaupun ia tak memberikan semacam kesimpulan bagi tulisannya.
GM dengan paparannya seperti memberikan “kemerdekaan” bagi pembacanya untuk menyaring inti sari dari sejumput kisah, sekelumit sejarah yang hadir. Banyak tulisannya yang dibiarkan “mengambang”—meskipun GM dengan rinci menjabarkan “data” yang dimilikinya. Setidaknya GM telah berupaya untuk menuliskan pelbagai puzzle sejarah, mitos, sejumlah tragedi, pelbagai puisi dan prosa yang telah dilupakan banyak orang, pun kisah orang-orang yang meninggalkan pembaruan bagi dunia.