Kepala BKKBN Ungkap Botol Tidak Steril Sebabkan Anak Diare

Kamis, 29 Februari 2024 - 17:03 WIB
loading...
A A A
Kehidupan berkeluarga, lanjutnya, perlu dipersiapkan dengan baik. "Sebab epidemiologi terjadinya kehamilan setelah perkawinan adalah selama 18 bulan,” tutur dokter Hasto.

Ia juga mengatakan, salah satu penyebab terjadi stunting karena jarak kelahiran anak yang terlalu dekat. Hal tersebut mengakibatkan pola asuh yang diberikan kepada anak tidak maksimal. Padahal, kata Dokter Hasto, setiap anak perlu diberikan ASI paling kurang selama 24 bulan atau dua tahun.

Dokter Hasto mengungkapkan, beberapa alasan mengapa bayi tidak menyusui. Sebesar 65,7% karena ASI tidak keluar, 8,4% terjadi rawat pisah antara ibu dan bayi, 6,6% anak tidak bisa menyusui, dan 2,2% karena si ibu repot.

Menjawab wartawan, di sela acara, dokter Hasto menegaskan bahwa BKKBN dan mitra terkait mengawal ketat program percepatan penurunan stunting, sehingga target 14 persen di 2024 bisa dicapai. Atas pertanyaan lainnya, dokter Hasto mengatakan bahwa menurunkan stunting jauh lebih strategis daripada mengejar anak stunting.

Hasto juga mengingatkan bahwa yang paling efektif menurunkan stunting adalah dengan mengintervensi mereka yang hamil atau yang akan hamil. Sementara itu, Penjabat (Pj) Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Aceh yang juga Wakil Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Aceh Ayu Marzuki meminta Tim Percepatan Penurunan Stunting agar memperkuat sosialisasi tentang stunting hingga ke tingkat desa.

Ayu menuturkan, masih banyak Keuchik atau kepala desa, bahkan istri kepala desa yang notabane Ketua TPPS tingkat Gampong belum mengetahui apa itu stunting. Ayu mengungkapkan malah banyak yang menganggap bahwa stunting itu penyakit.

"Saya berterima kasih sekali dengan Kaper BKKBN Aceh, Ibu Vina, yang cepat respon, dan Desember 2023 lalu mengumpulkan 710 keuchik dari desa lokus stunting mengikuti sosialisasi stunting. Semoga dengan mendapatkan pemahaman tersebut, intervensi yang dilakukan tepat sasaran,” kata Ayu di depan peserta Rakor TPPS.

Ayu juga mengungkapkan, hal lain yang paling mencengangkan berkaitan dengan perubahan perilaku, adalah peran suami selama kelahiran terkait pemberian ASI, sangat minim. Minim juga suami yang mendorong istri pergi ke posyandu memeriksakan kesehatan kehamilan maupun membawa batuta dan balita ke posyandu.

Ada kasus yang ditemukan Ayu, yakni seorang suami karena ASI istrinya encer, mendorong isrinya agar memberikan bayi susu formula. Istri menerima saran tersebut. Karena ingin hemat, susu botol ditambahkan air agar encer. "Inilah kondisi yang terjadi. Untuk itu saya sangat berharap para suami ikut serta berperan mendorong istri memberikan ASI kepada bayi hingga berusia dua tahun,” kata Ayu.

Ayu juga mengungkapkan, menemukan banyak kader posyandu salah ukur tinggi badan balita dengan menggunakan ukuran kain, sehingga data stunting tidak valid. Ayu menambahkan, sejumlah penyebab lainnya kader sering diganti dan pencatatan yang dilakukan kader tidak dikonfirmasi petugas kesehatan.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1922 seconds (0.1#10.140)