Pakar Siber Sebut KPU dari Awal Tak Membuat Sistem Sirekap dengan Baik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sistem Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) disoroti banyak pihak setelah kehadirannya di kalangan masyarakat malah membuat banyak kesalahan dan kontroversi. Pakar siber Pratama Persadha pun menjelaskan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak membuat sistem ini dengan baik.
"Sebenarnya keributan-keributan ini bisa dijelaskan. Kenapa? Karena awal mulanya memang KPU tidak mendevelop sistem ini dengan baik," kata Pratama Persadha sebagai Pakar Riset Siber sekaligus Ketua Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) dalam dialog spesial 'Rakyat Bersuara' di iNews, Selasa (20/2/2024).
Seandainya KPU sadar kata Pratama, bahwa ini 823 ribu TPS di Indonesia menggunakan handphone petugas KPPS tidak tahu hp androidnya kameranya bagus atau tidak.
"Kemudian mereka bisa diberi kepercayaan atau enggak. Seharusnya KPU punya peraturan suara per TPS ketika sudah 300 batasi dong aplikasinya," ucap Pratama.
Pratama menyebutkan, harusnya tak boleh ada suara lebih dari 300 dalam satu TPS untuk menghindari sistem error.
"Harusnya enggak boleh ada suara lebih dari 300 dalam satu TPS. Kalau ada lebih dari 300 suara dalam satu TPS sistemnya error, enggak bisa di-submit. Harusnya enggak boleh begitu," ujarnya.
Namun kenyataan di lapangan, ketika Sirekap bermasalah ternyata penghitungan data suara manual pun dihentikan. Dari informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, penghentian penghitungan suara manual ini terjadi banyak di beberapa TPS.
"Kenapa? Sirekap ini kan hanya alat bantu. Ketua Bawaslu ketua KPU selalu bilang ini adalah hanya alat bantu. Kalau hanya alat bantu enggak ada hubungannya dengan sistem penghitungan manual. Dihentikan ya dihentikan saja Sirekap. Bahkan kalau ditutup pun tutup aja," jelas Pratama.
Dia juga memaparkan penjelasan, Sirekap ini merupakan hanya alat bantu yang ternyata menjadi pedoman KPU untuk rekapitulasi suara.
"Saya cek lagi, saya cari, ternyata di keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Umum di halaman 12 nomor 44, Sirekap adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil perhitungan suara dan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara," jelasnya.
"Jadi Sirekap itu digunakan untuk rekapitulasi suara. Berikutnya, serta sebagai alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilu. Jadi yang dibilang bahwa ini hanya sebagai alat bantu ini dibantah sendiri oleh keputusan KPU, ternyata tidak hanya sebagai alat bantu tapi sebagai alat rekapitulasi," tutupnya.
"Sebenarnya keributan-keributan ini bisa dijelaskan. Kenapa? Karena awal mulanya memang KPU tidak mendevelop sistem ini dengan baik," kata Pratama Persadha sebagai Pakar Riset Siber sekaligus Ketua Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) dalam dialog spesial 'Rakyat Bersuara' di iNews, Selasa (20/2/2024).
Seandainya KPU sadar kata Pratama, bahwa ini 823 ribu TPS di Indonesia menggunakan handphone petugas KPPS tidak tahu hp androidnya kameranya bagus atau tidak.
"Kemudian mereka bisa diberi kepercayaan atau enggak. Seharusnya KPU punya peraturan suara per TPS ketika sudah 300 batasi dong aplikasinya," ucap Pratama.
Pratama menyebutkan, harusnya tak boleh ada suara lebih dari 300 dalam satu TPS untuk menghindari sistem error.
"Harusnya enggak boleh ada suara lebih dari 300 dalam satu TPS. Kalau ada lebih dari 300 suara dalam satu TPS sistemnya error, enggak bisa di-submit. Harusnya enggak boleh begitu," ujarnya.
Namun kenyataan di lapangan, ketika Sirekap bermasalah ternyata penghitungan data suara manual pun dihentikan. Dari informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, penghentian penghitungan suara manual ini terjadi banyak di beberapa TPS.
"Kenapa? Sirekap ini kan hanya alat bantu. Ketua Bawaslu ketua KPU selalu bilang ini adalah hanya alat bantu. Kalau hanya alat bantu enggak ada hubungannya dengan sistem penghitungan manual. Dihentikan ya dihentikan saja Sirekap. Bahkan kalau ditutup pun tutup aja," jelas Pratama.
Dia juga memaparkan penjelasan, Sirekap ini merupakan hanya alat bantu yang ternyata menjadi pedoman KPU untuk rekapitulasi suara.
"Saya cek lagi, saya cari, ternyata di keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Umum di halaman 12 nomor 44, Sirekap adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil perhitungan suara dan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara," jelasnya.
"Jadi Sirekap itu digunakan untuk rekapitulasi suara. Berikutnya, serta sebagai alat bantu dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara pemilu. Jadi yang dibilang bahwa ini hanya sebagai alat bantu ini dibantah sendiri oleh keputusan KPU, ternyata tidak hanya sebagai alat bantu tapi sebagai alat rekapitulasi," tutupnya.
(maf)