Diduga Ada Penggelembungan Suara di KPU, Din Syamsuddin Desak Audit IT Forensik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin menilai, hasil pemungutan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengandung banyak kejanggalan.
Din bahkan mendorong hasil penghitungan pemungutan suara yang dikumpulkan oleh program aplikasi KPU, Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilihan Umum (Sirekap) agar diaudit secara IT Forensik guna mencegah tuduhan adanya penggelembungan suara.
Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu mengatakan dugaan tersebut didasari dengan adanya informasi yang beredar terkait IT KPU terprogram, by design, untuk menggelembungkan suara paslon bernomor urut 2, Prabowo-Gibran.
"Mengajak seluruh rakyat peduli pemilu damai, jujur dan adil untuk mendesak dilakukannya audit forensik IT KPU," kata Din Syamsuddin, Sabtu (17/2/2024).
Guru Besar Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menerangkan, apabila terbukti benar melalui audit IT Forensik KPU, maka Din mendesak agar Komisioner KPU RI untuk diganti.
"Jika hasil investigasi itu terbukti benar maka Komisioner KPU harus diganti dan kemenangan Paslon 02, yang diuntungkan dengan penggelembungan suara tersebut, harus dinyatakan batal demi hukum dan etika," tegas Din Syamsuddin.
Pakar Digital Forensik dari ITB Agung Harsoyo mengatakan Sirekap KPU RI perlu diassessmen mendalam dan audit forensik IT, menyusul adanya perbedaan perolehan suara di Sirekap dengan bukti foto Formilir C1 hasil Pemilu 2024.
Menurutnya, tujuan pembentukan aplikasi Sirekap ini berkaitan dengan proses bisnis di KPU dalam memgumpulkan suara yang telah dihitung di TPS. Menurut dia, Sirekap ini berbeda dengan software biasa seperti MS-Word yang tak langsung terkait proses bisnis tertentu.
"Jadi, Sirekap ketika dibuat mesti mempertimbangkan dan mengimplementasikan requirements yang dibuat KPU. Contoh kecil, jika maksimum pemilih pada satu TPS adalah 300, maka pada aplikasi Sirekap jika ada perolehan suara melebihi 300 sudah tersaring, harus ada indikasi error," kata Agung saat dihubungi, Kamis, 15 Februari 2024 malam.
Din bahkan mendorong hasil penghitungan pemungutan suara yang dikumpulkan oleh program aplikasi KPU, Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilihan Umum (Sirekap) agar diaudit secara IT Forensik guna mencegah tuduhan adanya penggelembungan suara.
Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu mengatakan dugaan tersebut didasari dengan adanya informasi yang beredar terkait IT KPU terprogram, by design, untuk menggelembungkan suara paslon bernomor urut 2, Prabowo-Gibran.
"Mengajak seluruh rakyat peduli pemilu damai, jujur dan adil untuk mendesak dilakukannya audit forensik IT KPU," kata Din Syamsuddin, Sabtu (17/2/2024).
Guru Besar Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menerangkan, apabila terbukti benar melalui audit IT Forensik KPU, maka Din mendesak agar Komisioner KPU RI untuk diganti.
"Jika hasil investigasi itu terbukti benar maka Komisioner KPU harus diganti dan kemenangan Paslon 02, yang diuntungkan dengan penggelembungan suara tersebut, harus dinyatakan batal demi hukum dan etika," tegas Din Syamsuddin.
Pakar Digital Forensik dari ITB Agung Harsoyo mengatakan Sirekap KPU RI perlu diassessmen mendalam dan audit forensik IT, menyusul adanya perbedaan perolehan suara di Sirekap dengan bukti foto Formilir C1 hasil Pemilu 2024.
Menurutnya, tujuan pembentukan aplikasi Sirekap ini berkaitan dengan proses bisnis di KPU dalam memgumpulkan suara yang telah dihitung di TPS. Menurut dia, Sirekap ini berbeda dengan software biasa seperti MS-Word yang tak langsung terkait proses bisnis tertentu.
"Jadi, Sirekap ketika dibuat mesti mempertimbangkan dan mengimplementasikan requirements yang dibuat KPU. Contoh kecil, jika maksimum pemilih pada satu TPS adalah 300, maka pada aplikasi Sirekap jika ada perolehan suara melebihi 300 sudah tersaring, harus ada indikasi error," kata Agung saat dihubungi, Kamis, 15 Februari 2024 malam.
(cip)