Film Dirty Vote Soroti Bawaslu Tidak Kompeten Awasi Penyelenggaraan Pemilu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) menjadi salah satu lembaga negara yang turut disorot dalam film dokumenter ' Dirty Vote ' yang mengungkap sejumlah kecurangan dalam Pemilu 2024.
Salah satu pakar hukum tata negara, Feri Amsari yang mengambil bagian dalam film itu menyoroti Bawaslu dalam menangani sejumlah rentetan peristiwa penyalahgunaan wewenang yang terjadi selama tahapan Pemilu 2024. Feri menjelaskan, segala kecurangan yang telah dipaparkan tentu harus ditangani oleh Bawaslu, dan ini merupakan tugas konstitusionalnya untuk mengawasi setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
"Tetapi faktanya Bawaslu inkompeten. Apa saja kira-kira kasus yang menceritakan betapa gagalnya Bawaslu mengawasi proses penyelenggaraan pemilu," kata Feri dalam film dokumenter yang dirilis, Minggu (11/2/2024).
Salah satu kasus yang disorot dalam video ini adalah bagaimana Bawaslu sebagai pengawas pemilu dalam menangani kasus Cawapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka dalam acara silaturahmi Apdesi.
"Bawaslu hanya berani memberikan sanksi teguran, padahal nyata-nyata harusnya terdapat sanksi yang menjerakan agar peristiwa tidak berulang," ujarnya.
Kasus kedua yang disorot dalam film dokumenter ini adalah ketika Gibran Rakabuming Raka bagi-bagi susu saat car free day (CFD). Menurutnya, kasus ini menarik lantaran Bawaslu RI tidak berani menanganinya, menyerahkan penanganan prosesnya kepada Bawaslu DKI Jakarta. Akan tetapi, temuan Bawaslu DKI Jakarta menyatakan bahwa kasus ini merupakan pelanggaran peraturan daerah (Perda).
"Dan sebagaimana kita ketahui, kalo terjadi pelanggaran terhadap peraturan daerah atau perda, maka yang menentukan pemberian sanksinya adalah pemerintah daerah, dalam hal ini Pj Gubernur DKI Jakarta," tuturnya.
Lagi-lagi, kata dia, ada kasus yang menarik soal inkompetennya Bawaslu. Dalam kasus akun X Kementerian Pertahanan, terlihat jelas ada upaya kampanye terang-terangan di akun resmi tersebut. Namun kemudian kasus ini tidak berlanjut karena menurut Bawaslu kurang materi. "Padahal materinya sudah jelas ini pemanfaatan ruang atau kewenangan yang dimiliki oleh lembaga negara," katanya.
Terseretnya Nama Juri Ardiantoro di Balik Kinerja Bawaslu yang dinilai Inkompeten
Feri mengatakan, integirtas Bawaslu yang dipertanyakan itu tentu berkaitan dengan bagaimana mereka diseleksi. Termasuk, siapa yang kemudian menyeleksi mereka. Feri menyebut, salah satu yang menjadi figur sentral adalah Ketua Pansel, Juri Ardiantoro.
"Beliau adalah Pansel Bawaslu yang kemudian kita ketahui merupakan tim sukses Jokowi di Pilpres 2019 dan bahkan kita juga mengetahui Juri adalah saat ini menjadi anggota TKN 2024 yang mengusung pasangan Prabowo-Gibran," katanya.
Jika disimak lebih jauh, tuturnya, Juri Ardiantoro pernah menjadi anggota Kepala Staf Presiden (KSP). Relasi ini mempertegas hubungan Juri dan Jokowi.
Di sisi lain, Feri mengungkap juga pengalaman menariknya soal proses seleksi calon Anggota Bawaslu RI. Sebagai salah satu anggota di sebuah WhatsApp grup teman-teman kepemiluan, beredar screenshot dan berbagai foto yang kemudian membangun kecurigaan bahwa proses seleksi Bawaslu sudah ditentukan jauh hari sebelum kelolosannya.
"Dalam grup itu beredar screenshot, foto-foto yang memperlihatkan nama-nama anggota Bawaslu yang lolos. Nama-nama itu disandingkan nama-nama partai, dan kita lihat bahwa nama-nama yang sama kemudian terpilih menjadi anggota Bawaslu di empat hari kemudian," katanya.
Salah satu pakar hukum tata negara, Feri Amsari yang mengambil bagian dalam film itu menyoroti Bawaslu dalam menangani sejumlah rentetan peristiwa penyalahgunaan wewenang yang terjadi selama tahapan Pemilu 2024. Feri menjelaskan, segala kecurangan yang telah dipaparkan tentu harus ditangani oleh Bawaslu, dan ini merupakan tugas konstitusionalnya untuk mengawasi setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
"Tetapi faktanya Bawaslu inkompeten. Apa saja kira-kira kasus yang menceritakan betapa gagalnya Bawaslu mengawasi proses penyelenggaraan pemilu," kata Feri dalam film dokumenter yang dirilis, Minggu (11/2/2024).
Salah satu kasus yang disorot dalam video ini adalah bagaimana Bawaslu sebagai pengawas pemilu dalam menangani kasus Cawapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka dalam acara silaturahmi Apdesi.
"Bawaslu hanya berani memberikan sanksi teguran, padahal nyata-nyata harusnya terdapat sanksi yang menjerakan agar peristiwa tidak berulang," ujarnya.
Kasus kedua yang disorot dalam film dokumenter ini adalah ketika Gibran Rakabuming Raka bagi-bagi susu saat car free day (CFD). Menurutnya, kasus ini menarik lantaran Bawaslu RI tidak berani menanganinya, menyerahkan penanganan prosesnya kepada Bawaslu DKI Jakarta. Akan tetapi, temuan Bawaslu DKI Jakarta menyatakan bahwa kasus ini merupakan pelanggaran peraturan daerah (Perda).
"Dan sebagaimana kita ketahui, kalo terjadi pelanggaran terhadap peraturan daerah atau perda, maka yang menentukan pemberian sanksinya adalah pemerintah daerah, dalam hal ini Pj Gubernur DKI Jakarta," tuturnya.
Lagi-lagi, kata dia, ada kasus yang menarik soal inkompetennya Bawaslu. Dalam kasus akun X Kementerian Pertahanan, terlihat jelas ada upaya kampanye terang-terangan di akun resmi tersebut. Namun kemudian kasus ini tidak berlanjut karena menurut Bawaslu kurang materi. "Padahal materinya sudah jelas ini pemanfaatan ruang atau kewenangan yang dimiliki oleh lembaga negara," katanya.
Terseretnya Nama Juri Ardiantoro di Balik Kinerja Bawaslu yang dinilai Inkompeten
Feri mengatakan, integirtas Bawaslu yang dipertanyakan itu tentu berkaitan dengan bagaimana mereka diseleksi. Termasuk, siapa yang kemudian menyeleksi mereka. Feri menyebut, salah satu yang menjadi figur sentral adalah Ketua Pansel, Juri Ardiantoro.
"Beliau adalah Pansel Bawaslu yang kemudian kita ketahui merupakan tim sukses Jokowi di Pilpres 2019 dan bahkan kita juga mengetahui Juri adalah saat ini menjadi anggota TKN 2024 yang mengusung pasangan Prabowo-Gibran," katanya.
Jika disimak lebih jauh, tuturnya, Juri Ardiantoro pernah menjadi anggota Kepala Staf Presiden (KSP). Relasi ini mempertegas hubungan Juri dan Jokowi.
Di sisi lain, Feri mengungkap juga pengalaman menariknya soal proses seleksi calon Anggota Bawaslu RI. Sebagai salah satu anggota di sebuah WhatsApp grup teman-teman kepemiluan, beredar screenshot dan berbagai foto yang kemudian membangun kecurigaan bahwa proses seleksi Bawaslu sudah ditentukan jauh hari sebelum kelolosannya.
"Dalam grup itu beredar screenshot, foto-foto yang memperlihatkan nama-nama anggota Bawaslu yang lolos. Nama-nama itu disandingkan nama-nama partai, dan kita lihat bahwa nama-nama yang sama kemudian terpilih menjadi anggota Bawaslu di empat hari kemudian," katanya.
(abd)