Frans Magnis Suseno Soroti Calon Pemimpin yang Tak Peduli Etika
loading...
A
A
A
JAKARTA - Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, Franz Magnis Suseno menyoroti ucapan calon pemimpin bangsa yang tidak mempedulikan etika . Padahal etika merupakan hal yang membedakan antara baik dan buruk.
Hal tersebut disampaikan Franz Magnis Suseno dalam konferensi pers Gerakan Nurani Bangsa (GNB) 'Mendorong Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 berlandaskan etika dan nurani' di Graha Oikumene Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu (10/2/2024) sore.
"Saya berterima kasih bisa ikut Gerakan Nurani Bangsa. Sudah satu tahun saya mulai mendapatkan perasaan tidak enak. Hampir 24 tahun Reformasi yang mengutamakan hak asasi manusia berdasarkan Pancasila," katanya.
Ia mengaku heran dan khawatir dengan kondisi demokrasi bangsa saat ini yang membuat gelisah hampir semua pihak. "Apakah demokrasi sekarang mau dibongkar kembali oleh tanda-tanda yang kita tahu semua cawe-cawe, tekanan, berpihak," katanya.
Menurut Romo Magnis Suseno menjelaskan, publik memiliki kesadaran bahwa seorang presiden harus betul-betul menjadi pelindung dan pengayom seluruh masyarakat, tidak boleh berpihak.
"Lalu masuk anak presiden yang mendapatkan kedudukan sebagai cawapres (calon wakil presiden) hanya dengan dua pelanggaran etika yang keras," katanya.
Franz Magnis juga heran dengan tidak adanya reaksi dari pemerintah yang ada saat ini. "Yang mengejutkan saya kok tidak ada reaksi dari Presiden dan lain-lain. Kok modelnya seperti anjing menggonggong khafilah berlalu," paparnya.
Ia kemudian membahas ucapan seorang calon pemimpin bangsa yang justru tidak memperdulikan hal tersebut. "Peduli amat yang mereka teriaki di masyarakat ucapan seorang calon yang mungkin bingung atau tertekan saat ditanya mengenai etika. Etika, etika, etika, ndasmu etika," ucap Magnis Suseno menirukan ucapan calon pemimpin tersebut.
Magnis Suseno melihat ada pihak yang ingin membuat ucapan tersebut seperti biasa saja dan tidak perlu dilebih-lebihkan.
"Akan tetapi etika itu membedakan manusia dengan binatang, etika itu membedakan antara baik dan jahat, adil tidak adil, perbuatan terpuji atau tercela. Apakah kita mau menyerahkan negara ini ke tangan yang membuang etika ke tempat sampah," ujarnya.
Terkait gerakan akademisi dan guru besar sejumlah universitas dan sekolah tinggi, Magnis Suseno melihat ada kekhawatiran yang melatarbelakangi akademisi tersebut bersikap.
"Jangan-jangan pemilihan ini mau diatur sedemikian, sehingga hasilnya sudah jelas apa pun yang dipilih oleh rakyat. Itu yang perlu kita cegah, kita ingin menagih bahwa Pemilu ini seperti yang dikatakan teman-teman saya betul-betul jujur adil transparan tanpa intimidasi, di mana rakyat dapat menyatakan pendapatnya, terima kasih," kata Franz Magnis Suseno.
Hal tersebut disampaikan Franz Magnis Suseno dalam konferensi pers Gerakan Nurani Bangsa (GNB) 'Mendorong Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 berlandaskan etika dan nurani' di Graha Oikumene Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu (10/2/2024) sore.
"Saya berterima kasih bisa ikut Gerakan Nurani Bangsa. Sudah satu tahun saya mulai mendapatkan perasaan tidak enak. Hampir 24 tahun Reformasi yang mengutamakan hak asasi manusia berdasarkan Pancasila," katanya.
Ia mengaku heran dan khawatir dengan kondisi demokrasi bangsa saat ini yang membuat gelisah hampir semua pihak. "Apakah demokrasi sekarang mau dibongkar kembali oleh tanda-tanda yang kita tahu semua cawe-cawe, tekanan, berpihak," katanya.
Menurut Romo Magnis Suseno menjelaskan, publik memiliki kesadaran bahwa seorang presiden harus betul-betul menjadi pelindung dan pengayom seluruh masyarakat, tidak boleh berpihak.
"Lalu masuk anak presiden yang mendapatkan kedudukan sebagai cawapres (calon wakil presiden) hanya dengan dua pelanggaran etika yang keras," katanya.
Franz Magnis juga heran dengan tidak adanya reaksi dari pemerintah yang ada saat ini. "Yang mengejutkan saya kok tidak ada reaksi dari Presiden dan lain-lain. Kok modelnya seperti anjing menggonggong khafilah berlalu," paparnya.
Ia kemudian membahas ucapan seorang calon pemimpin bangsa yang justru tidak memperdulikan hal tersebut. "Peduli amat yang mereka teriaki di masyarakat ucapan seorang calon yang mungkin bingung atau tertekan saat ditanya mengenai etika. Etika, etika, etika, ndasmu etika," ucap Magnis Suseno menirukan ucapan calon pemimpin tersebut.
Magnis Suseno melihat ada pihak yang ingin membuat ucapan tersebut seperti biasa saja dan tidak perlu dilebih-lebihkan.
"Akan tetapi etika itu membedakan manusia dengan binatang, etika itu membedakan antara baik dan jahat, adil tidak adil, perbuatan terpuji atau tercela. Apakah kita mau menyerahkan negara ini ke tangan yang membuang etika ke tempat sampah," ujarnya.
Terkait gerakan akademisi dan guru besar sejumlah universitas dan sekolah tinggi, Magnis Suseno melihat ada kekhawatiran yang melatarbelakangi akademisi tersebut bersikap.
"Jangan-jangan pemilihan ini mau diatur sedemikian, sehingga hasilnya sudah jelas apa pun yang dipilih oleh rakyat. Itu yang perlu kita cegah, kita ingin menagih bahwa Pemilu ini seperti yang dikatakan teman-teman saya betul-betul jujur adil transparan tanpa intimidasi, di mana rakyat dapat menyatakan pendapatnya, terima kasih," kata Franz Magnis Suseno.
(abd)