Perludem: Banyak Parpol Belum Penuhi Kuota 30% untuk Perempuan di Pemilu 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, saat ini masih banyak parpol yang belum mampu memenuhi kuota 30% perempuan sebagaimana telah ditetapkan dalam aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurut Ninis, panggilan akrabnya, keterwakilan perempuan di parpol belum memenuhi kuota karena partai politik belum membentuk sistem kaderisasi perempuan secara lebih massif. "Tujuannya untuk meningkatkan kuantitas serta kualitas perempuan dalam kancah politik," kata Ninis, Jumat (9/2/2024).
Padahal, lanjut Ninis, parpol punya peran yang besar dalam membangun bangsa dan negara. "Kalau bicara kualitas, perempuan dan laki-laki harusnya disamakan. Setiap parpol kan punya sayap-sayap perempuan yang menjadi kanal untuk merekrut perempuan dan meningkatkan kualitas perempuan,” bebernya.
Ninis menyampaikan banyak faktor mengapa keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2024 masih tergolong minim. Salah satunya, kurangnya persiapan dan pendampingan dari partai politik kepada perempuan yang ingin berkiprah di kancah politik.
Perempuan-perempuan yang terjun ke politik melalui jalur calon legislatif kerap mendapat diskriminasi dari partainya sendiri. Bahkan caleg-caleg perempuan kerap harus berjuang sendiri tanpa pendampingan dari partai agar bisa lolos ke parlemen.
“Perempuan yang telah masuk ke kancah politik itu benar-benar harus berjuang sendiri. Tidak ada pendampingan. Sebagai contoh saat kampanye, mereka harus berkampanye sendiri. Tak ada pendampingan bagaimana seharusnya berkampanye yang baik sesuai perspektif perempuan,” ujarnya.
Tak hanya itu, Ninis juga menyoroti beberapa hambatan yang kerap dihadapi perempuan saat akan masuk ke dunia politik. Mulai dari budaya patriarki, regulasi, hingga pandangan-pandangan bernuansa keagamaan yang melahirkan stereotip untuk tidak memilih pemimpin perempuan.
“Hambatan perempuan untuk masuk ke politik ini borden-nya masih banyak. Ada dari segi patriarki, regulasi, dan pandangan-pandangan stereotip yang muncul. Sehingga perempuan masih termarjinalkan padahal dari sisi jumlah penduduk kita nyaris sama,” ujarnya.
Ketua Kaukus Perempuan Parlemen, Diah Pitaloka juga menekankan pentingnya pendampingan parpol kepada perempuan yang ingin berkiprah di dunia politik.
Sebab, kata Diah Pitaloka, selama ini perempuan punya peran dan posisi strategis dan kiprah penting dalam pemerintahan. Bahkan pada bidang-bidang tertentu, menurutnya, hanya cocok diisi oleh perempuan.
“Perempuan ini kan perspektifnya lain, ya. Dia lebih peka, detail, dan humanis. Ada ruang atau bidang-bidang tertentu yang dinilai perempuan lebih mampu dan aware, misalnya terkait menyusun kebijakan-kebijakan yang emansipatif, egaliter, dan inklusif,” jelasnya.
Karena itu, Diah menilai, peran perempuan dalam politik hingga pengambil keputusan tetap penting, tak kalah dengan laki-laki. Bahkan kiprah perempuan dalam pemerintahan selama ini juga sudah terbukti. Misalnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani; Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi; hingga Menteri KPPPA, Bintang Puspayoga.
“Banyak perempuan yang sudah menjalankan posisinya di pemerintahan dengan baik. Kita tidak hanya bicara jumlah, ya, tapi juga kualitas dan kiprah mereka yang sudah teruji,” jelasnya
Menurut Ninis, panggilan akrabnya, keterwakilan perempuan di parpol belum memenuhi kuota karena partai politik belum membentuk sistem kaderisasi perempuan secara lebih massif. "Tujuannya untuk meningkatkan kuantitas serta kualitas perempuan dalam kancah politik," kata Ninis, Jumat (9/2/2024).
Padahal, lanjut Ninis, parpol punya peran yang besar dalam membangun bangsa dan negara. "Kalau bicara kualitas, perempuan dan laki-laki harusnya disamakan. Setiap parpol kan punya sayap-sayap perempuan yang menjadi kanal untuk merekrut perempuan dan meningkatkan kualitas perempuan,” bebernya.
Ninis menyampaikan banyak faktor mengapa keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2024 masih tergolong minim. Salah satunya, kurangnya persiapan dan pendampingan dari partai politik kepada perempuan yang ingin berkiprah di kancah politik.
Perempuan-perempuan yang terjun ke politik melalui jalur calon legislatif kerap mendapat diskriminasi dari partainya sendiri. Bahkan caleg-caleg perempuan kerap harus berjuang sendiri tanpa pendampingan dari partai agar bisa lolos ke parlemen.
Baca Juga
“Perempuan yang telah masuk ke kancah politik itu benar-benar harus berjuang sendiri. Tidak ada pendampingan. Sebagai contoh saat kampanye, mereka harus berkampanye sendiri. Tak ada pendampingan bagaimana seharusnya berkampanye yang baik sesuai perspektif perempuan,” ujarnya.
Tak hanya itu, Ninis juga menyoroti beberapa hambatan yang kerap dihadapi perempuan saat akan masuk ke dunia politik. Mulai dari budaya patriarki, regulasi, hingga pandangan-pandangan bernuansa keagamaan yang melahirkan stereotip untuk tidak memilih pemimpin perempuan.
“Hambatan perempuan untuk masuk ke politik ini borden-nya masih banyak. Ada dari segi patriarki, regulasi, dan pandangan-pandangan stereotip yang muncul. Sehingga perempuan masih termarjinalkan padahal dari sisi jumlah penduduk kita nyaris sama,” ujarnya.
Ketua Kaukus Perempuan Parlemen, Diah Pitaloka juga menekankan pentingnya pendampingan parpol kepada perempuan yang ingin berkiprah di dunia politik.
Sebab, kata Diah Pitaloka, selama ini perempuan punya peran dan posisi strategis dan kiprah penting dalam pemerintahan. Bahkan pada bidang-bidang tertentu, menurutnya, hanya cocok diisi oleh perempuan.
“Perempuan ini kan perspektifnya lain, ya. Dia lebih peka, detail, dan humanis. Ada ruang atau bidang-bidang tertentu yang dinilai perempuan lebih mampu dan aware, misalnya terkait menyusun kebijakan-kebijakan yang emansipatif, egaliter, dan inklusif,” jelasnya.
Karena itu, Diah menilai, peran perempuan dalam politik hingga pengambil keputusan tetap penting, tak kalah dengan laki-laki. Bahkan kiprah perempuan dalam pemerintahan selama ini juga sudah terbukti. Misalnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani; Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi; hingga Menteri KPPPA, Bintang Puspayoga.
“Banyak perempuan yang sudah menjalankan posisinya di pemerintahan dengan baik. Kita tidak hanya bicara jumlah, ya, tapi juga kualitas dan kiprah mereka yang sudah teruji,” jelasnya
(cip)