ILUNI UI Minta Isu 7 Kampus Terpapar Paham Radikal Dihentikan

Selasa, 12 Juni 2018 - 19:09 WIB
ILUNI UI Minta Isu 7 Kampus Terpapar Paham Radikal Dihentikan
ILUNI UI Minta Isu 7 Kampus Terpapar Paham Radikal Dihentikan
A A A
JAKARTA - Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) meminta semua pihak, baik dari kalangan pemerintah, perguruan tinggi maupun lembaga swadaya masyarakat, untuk menahan diri dan tidak mudah mengeluarkan pernyataan mengkaitkan suatu kampus perguruan tinggi dengan radikalisme sampai ada definisi yang jelas dan terukur.

Karena itu, sebaiknya poster maupun meme di media sosial maupun di media massa yang menyebutkan adanya tujuh kampus perguruan tinggi negeri ternama terpapar paham radikalisme segera dihentikan. Jika perlu pelaku penyebarannya dapat diproses secara hukum karena mencemarkan nama baik perguruan tinggi negeri itu sendiri. Sebaliknya, Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) segera memberikan klarifikasi atas informasi tersebut agar masyarakat tidak resah dan tidak saling curiga.

Ketua Umum Pengurus Pusat ILUNI UI, Arief Budhy Hardono mengatakan informasi yang menyebutkan tujuh kampus terpapar radikalisme adalah suatu hal serius. Pernyataan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial yang meresahkan masyarakat kampus perguruan tinggi tersebut termasuk para keluarga mahasiswa, keluarga dosen alumninya maupun masyarakat di luar kampus.

"Organisasi-organisasi, kelompok-kelompok yang ada di lingkungan kampus bisa menjadi saling curiga, sementara pimpinan perguruan tinggi mulai dari rektor hingga dekan dan ketua jurusan menjadi repot untuk memberikan klarifikasi ke berbagai pihak,” ujar Arief dalam keterangan persnya, Selasa (12/6/2018).

Arief mengingatkan, sebelum seseorang atau suatu lembaga melontarkan tuduhan terhadap satu atau beberapa kampus, sebaiknya orang maupun lembaga tersebut duduk bersama dengan pihak kampus untuk mendefinisikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan radikalisme dan ukuran-ukuran yang jelas.

Apabila belum ada definsi yang jelas, fakta yang kuat dan data yang terukur, hendaknya semua pihak berhati-hati dan menahan diri untuk melontarkan pernyataan ke media dan masyarakat terkait kampus perguruan tinggi dan radikalisme, apalagi di masyarakat saat ini berkembang bahwa radikalisme erat dikaitkan dengan terorisme.

Arif menegaskan, selama ini di lingkungan Kampus UI baik yang di Depok maupun Salemba Jakarta kehidupan sosial, sikap toleransi antar pemeluk agama di kalangan mahasiswa, dosen, dan alumninya berjalan sangat baik. Tidak pernah terdengar adanya konflik apalagi yang melibatkan kekerasan, antara mahasiswa, dosen maupun alumni dikarenakan perbedaan agama, kepercayaan dan paham. Semuanya guyub dan saling menghormati.

Demikian juga dengan kegiatan di masjid dan musala kampus baik yang di Depok maupun di Salemba, berjalan sangat terbuka dan inklusif. Mahasiswa dan dosen datang ke masjid selain menjalankan ibadah salat, diskusi juga untuk memperdalam pengetahuan agama.

"Tidak sedikit mahasiswa yang usai salat duduk di masjid untuk kembali membaca atau mengulang mata kuliah yang diajarkan di kelas-kelas. “ papar Arief.

Ketua ILUNI UI Eman Sulaeman Nasim menambahkan, dosen dan alumni UI juga banyak berperan baik di lembaga pemerintahan, legislatif, yudikatif, organisasi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat untuk terus membangun sistem politik dan demokrasi yang sehat dan baik dalam kerangka Pancasila dan NKRI.

Sedangkan mahasiswanya, selain mengukir prestasi di bidang pengembangan ilmu pengetahuan baik di tingkat nasional maupun dunia yang mengharumkan nama baik bangsa dan negara Republik Indonesia. Karena itu, tuduhan bahwa kampus UI terpapar radikalisme sangat mengagetkan dan membuat banyak dari alumni tersinggung.

Jika memang ada paham-paham atau ideologi tertentu yang dianggap membahayakan keutuhan bangsa dan negara di masa kini maupun masa depan yang berpotensi berkembang di kampus, maka sebaiknya aparat pemerintah, seperti BNPT, Polri, Kementerian Riset dan Dikti serta Densus 88 berkoordinasi dengan pimpinan perguruan tinggi, untuk mengambil langkah pengamanan dan pencegahannya dalam operasi senyap. "Tidak perlu digembar gemborkan yang membuat suasana gaduh dan saling curiga.” katanya.

Sementara itu, Sekjen ILUNI UI Andre Rahadian menyebutkan, hingga saat ini belum pernah ada data dan fakta yang disampaikan sebagai dasar untuk menyatakan adanya paham radikal yang membahayakan negara berkembang di kampus Universitas Indonesia (UI). Untuk itu, Andre Rahadian mengimbau para pimpinan maupun aparat lembaga pemerintahan untuk tidak mudah melontarkan statement atau tuduhan kepada publik yang dapat memojokkan atau berpotensi merusak nama baik kampus pergurusan tinggi tertentu tanpa disertai dengan bukti dan fakta yang akurat.

Menurut dia, harus ada kesepahaman soal apa yang dimaksud faham atau gerakan radikal ini, terutama dilingkungan kampus dimana kebebasan mimbar akademik adalah hal yang sangat penting dijaga. Kalau aparat dan pimpinan lembaga berwenang sudah memiliki data dan fakta yang kuat dan akurat soal adanya faham atau gerakan radikal yang tidak sesuai atau bertentangan dengan Pancasila dan NKRI, bersikaplah seperti seorang pengayom. Misalnya memanggil pimpinan perguruan tinggi dan fakultasnya, lalu lakukan koordinasi untuk pencegahan dan pengamanannya.

"Sebelum adanya kesepahaman definisi soal radikalisme, pernyataan seperti yang dilakukan saat ini justru bisa dimanfaatkan pihak tertentu, digoreng untuk kepentigan politik, sehingga menimbulkan efek saling curiga," ucapny.

Dilihat dari efektivitas pemberantasan terorisme, pihaknya berpendapat pernyataan terbuka ke masyarakat tentang kampus-kampus terpapar radikalisme di kampus tidak banyak manfaatnya, bahkan cenderung kontra produktif, karena terorisme dilakukan oleh sel-sel senyap yang justru bisa semakin susah teridentifikasi dengan pendekatan model gaduh yang menimbulkan saling curiga seperti ini.

Tomy Suryatama, salah satu Ketua di ILUNI UI juga menyatakan bahwa dialog berbasis keilmuan antar pemerintah, wakil-wakil rakyat dan akademisi dalam bingkai Pancasila dan NKRI perlu dilakukan secara terus menerus untuk membangun rasa percaya antar stakeholders terkait isu radikalisme ini.

Kecenderungan untuk melakukan pengkotak-kotakan antar kelompok masyarakat dengan framing anti Pancasila, anti Agama dan isu-isu primordial lain demi kepentingan menarik massa dan perebutan kekuasaan semakin kuat di tahun-tahun politik ini. Hal ini sangat berbahaya, meningkatkan ketegangan dan dapat memicu konflik horizontal yang bisa meyuburkan bibit-bibit terorisme.

"ILUNI UI sudah berulang kali menyampaikan imbauan agar para pimpinan bangsa dan elite politik untuk berpikir panjang dan berhati-hati dalam memberi pernyataan dan mengangkat isu yang dapat menimbulkan perpecahan demi kepentingan yang jauh lebih besar, persatuan bangsa dan kemajuan NKRI," pungkasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3086 seconds (0.1#10.140)