Sivitas Akademik Ramai-ramai Sampaikan Petisi untuk Jokowi, Istana: Kritik adalah Vitamin
loading...
A
A
A
JAKARTA - Istana merespons banyaknya kritik ataupun petisi dari sivitas akademika terhadap Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu hal yang dikritisi sikap politik Presiden Jokowi yang merusak demokrasi Indonesia.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, dalam negara demokrasi semua pihak bebas menyampaikan pendapat ataupun kritik. Hal tersebut menjadi hak bagi semua pihak dalam berdemokrasi.
"Dalam negara demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi maupun kritik harus dihormati. Kemarin, Bapak Presiden juga telah menegaskan "freedom of speech" adalah hak demokrasi," kata Ari dalam keterangannya dikutip, Sabtu (3/2/2024).
Ari mengatakan, perbedaan pendapat, perbedaan perspektif, dan perbedaan pilihan politik adalah sesuatu yang sangat wajar dalam demokrasi, termasuk kritik dan petisi dari para sivitas akademika. "Kritik adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita," katanya.
Untuk diketahui, sejumlah sivitas akademika yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa hingga alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) menyampaikan petisi sebagai kritik terhadap Presiden Jokowi yang dianggap telah melakukan tindakan menyimpang di tengah proses demokrasi. Dalam petisi 'Bulaksumur' yang dibacakan pada Rabu (31/01/2024), mereka menyampaikan menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan dan keadilan sosial oleh Presiden Jokowi yang juga sebagai alumnus UGM.
"Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada," bunyi dalam petisi 'Bulaksumur'.
Selain sivitas UGM, sejumlah sivitas akademika, dosen, dan mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) juga mengeluarkan pernyataan sikap atas kondisi perkembangan politik nasional menjelang Pemilu 2024 ini. Pernyataan ini secara langsung dibacakan oleh Rektor UII Prof Fathul Wahid di depan Auditorium Prof KH Kahar Muzakir Kampus UII, Kamis (1/2/2024). Pernyataan sikap ini menyusul adanya gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi.
Dalam hal ini, mereka menganggap bahwa Presiden Jokowi telah memudarkan sikap kenegarawanan dalam tubuh pemerintahan Indonesia.
"Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan yang proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik dan dinyatakan terbukti melanggar etika hingga menyebabkan Ketua MK, Anwar Usman diberhentikan," ucap Prof Fathul Wahid dalam surat pernyataan sikap yang dibacakan.
Lalu Jumat (2/2/2024), puluhan guru besar dan alumni Universitas Indonesia (UI) menyampaikan keresahan atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi di Indonesia menjelang Pemilu Serentak 2024. Adapun keresahan disampaikan di halaman Rektorat Kampus UI, Depok, Jawa Barat pada Jumat (2/2/2024).
"Kami, Sivitas Akademika Universitas Indonesia prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi. Hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi dan nepotisme telah menghancurkan kemanusiaan, dan merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup," kata Ketua Dewan Guru Besar UI dijabat oleh Prof Harkristuti Harkrisnowo di hadapan awak media.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan, dalam negara demokrasi semua pihak bebas menyampaikan pendapat ataupun kritik. Hal tersebut menjadi hak bagi semua pihak dalam berdemokrasi.
"Dalam negara demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi maupun kritik harus dihormati. Kemarin, Bapak Presiden juga telah menegaskan "freedom of speech" adalah hak demokrasi," kata Ari dalam keterangannya dikutip, Sabtu (3/2/2024).
Ari mengatakan, perbedaan pendapat, perbedaan perspektif, dan perbedaan pilihan politik adalah sesuatu yang sangat wajar dalam demokrasi, termasuk kritik dan petisi dari para sivitas akademika. "Kritik adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita," katanya.
Untuk diketahui, sejumlah sivitas akademika yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa hingga alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) menyampaikan petisi sebagai kritik terhadap Presiden Jokowi yang dianggap telah melakukan tindakan menyimpang di tengah proses demokrasi. Dalam petisi 'Bulaksumur' yang dibacakan pada Rabu (31/01/2024), mereka menyampaikan menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan dan keadilan sosial oleh Presiden Jokowi yang juga sebagai alumnus UGM.
"Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada," bunyi dalam petisi 'Bulaksumur'.
Selain sivitas UGM, sejumlah sivitas akademika, dosen, dan mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) juga mengeluarkan pernyataan sikap atas kondisi perkembangan politik nasional menjelang Pemilu 2024 ini. Pernyataan ini secara langsung dibacakan oleh Rektor UII Prof Fathul Wahid di depan Auditorium Prof KH Kahar Muzakir Kampus UII, Kamis (1/2/2024). Pernyataan sikap ini menyusul adanya gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan yang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi.
Dalam hal ini, mereka menganggap bahwa Presiden Jokowi telah memudarkan sikap kenegarawanan dalam tubuh pemerintahan Indonesia.
"Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan yang proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik dan dinyatakan terbukti melanggar etika hingga menyebabkan Ketua MK, Anwar Usman diberhentikan," ucap Prof Fathul Wahid dalam surat pernyataan sikap yang dibacakan.
Lalu Jumat (2/2/2024), puluhan guru besar dan alumni Universitas Indonesia (UI) menyampaikan keresahan atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi di Indonesia menjelang Pemilu Serentak 2024. Adapun keresahan disampaikan di halaman Rektorat Kampus UI, Depok, Jawa Barat pada Jumat (2/2/2024).
"Kami, Sivitas Akademika Universitas Indonesia prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi. Hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi dan nepotisme telah menghancurkan kemanusiaan, dan merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup," kata Ketua Dewan Guru Besar UI dijabat oleh Prof Harkristuti Harkrisnowo di hadapan awak media.
(abd)