Kepala BKKN Ungkap Angka Stunting di DIY Sudah di Bawah Standar WHO
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkapkan angka prevalensi stunting di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sudah di bawah angka standar WHO sebesar 20%. Hal itu diungkapkan Hasto saat audiensi dengan Wakil Gubernur Provinsi DIY Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam X, Kamis (1/2/2024).
Audiensi dilakukan di Kantor Wakil Gubernur DIY itu terkait program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan percepatan penurunan stunting di DIY. “Stunting di DIY tahun 2022 sebesar 16,4%, urutan terendah ke-5 di Indonesia. Kalau angka WHO itu mewajibkan di 20%. Jadi sebetulnya, angka stunting DIY sudah jauh di bawah 20%,” jelas dokter Hasto.
Ia juga menjelaskan tentang puncak bonus demografi di DIY yang sudah terlewati. Maka, yang harus dilalukan adalah mempersiapkan kualitas SDM yang tinggi, karena penduduk di DIY semakin menua di mana dependensi rasio akan semakin meningkat.
Menurut data, rata-rata pendidikan di Indonesia 8,4 tahun. Ini bisa menjadi ancaman karena bermuara pada jebakan 'middle income threat'. "Kalau ini terjadi akan susah keluar dari jebakan tersebut," ujar dokter Hasto.
Dokter Hasto juga memaparkan bahwa rendahnya jumlah stunting berbanding lurus dengan turunnya angka kematian ibu dan bayi. “Di DIY stuntingnya sudah rendah. Angka kematian ibu dan bayinya sangat bagus, berada di urutan kedua setelah DKI Jakarta," papar dokter Hasto.
Berdasarkan data, angka kematian ibu di DIY tercatat 58 per 100.000 kelahiran. "Di NTT 316, dan nasional 189. Jadi, DIY stuntingnya rendah, KB-nya bagus, angka kematian ibu juga bagus. Kawin di usia mudanya, juga sudah bagus," urai dokter Hasto.
"Rata-rata yang hamil usia 15-19 tahun, per 1.000 hanya 11,5. Kalau nasional masih 26,” tambahnya.
Meski capaiannya bagus, dia berharap para kepala daerah di DIY untuk bisa lebih memperhatikan kebijakan terkait pencegahan stunting dimulai dari hulu atau calon pengantin (catin), dan kesehatan jiwa masyarakat. “Ke depan tidak hanya stunting tetapi jiwanya juga," ujar dokter Hasto.
Mengutip data yang ada, dokter Hasto mengatakan, catin di DIY yang telah mengisi aplikasi Elsimil sebanyak 4.131 dari 20.108 yang terdaftar nikah di KUA DIY. "Harusnya stunting dapat dicegah dari pemeriksaan kesehatan catin (berdasarkan data Elsimil), dengan pendampingan oleh 5.556 kader sebagai Tim Pendamping Keluarga (TPK) di DIY," jelas dokter Hasto.
Data juga menunjukkan perempuan yang anemia di DIY sebanyak 4.131 orang atau 14,1% dari perempuan yang akan menikah yang melaporkan Hb-nya. Dari data yang ada, dokter Hasto juga mengungkap, "Yang kurus sebanyak 27,7%. Kalau menurut teori yang terlalu kurus dan anemia anaknya stunting," tandas dokter Hasto.
Audiensi dilakukan di Kantor Wakil Gubernur DIY itu terkait program Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan percepatan penurunan stunting di DIY. “Stunting di DIY tahun 2022 sebesar 16,4%, urutan terendah ke-5 di Indonesia. Kalau angka WHO itu mewajibkan di 20%. Jadi sebetulnya, angka stunting DIY sudah jauh di bawah 20%,” jelas dokter Hasto.
Ia juga menjelaskan tentang puncak bonus demografi di DIY yang sudah terlewati. Maka, yang harus dilalukan adalah mempersiapkan kualitas SDM yang tinggi, karena penduduk di DIY semakin menua di mana dependensi rasio akan semakin meningkat.
Menurut data, rata-rata pendidikan di Indonesia 8,4 tahun. Ini bisa menjadi ancaman karena bermuara pada jebakan 'middle income threat'. "Kalau ini terjadi akan susah keluar dari jebakan tersebut," ujar dokter Hasto.
Dokter Hasto juga memaparkan bahwa rendahnya jumlah stunting berbanding lurus dengan turunnya angka kematian ibu dan bayi. “Di DIY stuntingnya sudah rendah. Angka kematian ibu dan bayinya sangat bagus, berada di urutan kedua setelah DKI Jakarta," papar dokter Hasto.
Berdasarkan data, angka kematian ibu di DIY tercatat 58 per 100.000 kelahiran. "Di NTT 316, dan nasional 189. Jadi, DIY stuntingnya rendah, KB-nya bagus, angka kematian ibu juga bagus. Kawin di usia mudanya, juga sudah bagus," urai dokter Hasto.
"Rata-rata yang hamil usia 15-19 tahun, per 1.000 hanya 11,5. Kalau nasional masih 26,” tambahnya.
Meski capaiannya bagus, dia berharap para kepala daerah di DIY untuk bisa lebih memperhatikan kebijakan terkait pencegahan stunting dimulai dari hulu atau calon pengantin (catin), dan kesehatan jiwa masyarakat. “Ke depan tidak hanya stunting tetapi jiwanya juga," ujar dokter Hasto.
Mengutip data yang ada, dokter Hasto mengatakan, catin di DIY yang telah mengisi aplikasi Elsimil sebanyak 4.131 dari 20.108 yang terdaftar nikah di KUA DIY. "Harusnya stunting dapat dicegah dari pemeriksaan kesehatan catin (berdasarkan data Elsimil), dengan pendampingan oleh 5.556 kader sebagai Tim Pendamping Keluarga (TPK) di DIY," jelas dokter Hasto.
Data juga menunjukkan perempuan yang anemia di DIY sebanyak 4.131 orang atau 14,1% dari perempuan yang akan menikah yang melaporkan Hb-nya. Dari data yang ada, dokter Hasto juga mengungkap, "Yang kurus sebanyak 27,7%. Kalau menurut teori yang terlalu kurus dan anemia anaknya stunting," tandas dokter Hasto.