Aktivis Perempuan Yogya Apresiasi Program Satu Keluarga Miskin Satu Sarjana Ganjar-Mahfud

Senin, 29 Januari 2024 - 13:55 WIB
loading...
Aktivis Perempuan Yogya Apresiasi Program Satu Keluarga Miskin Satu Sarjana Ganjar-Mahfud
Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo berdiskusi dengan sejumlah aktivis, mahasiswa, akademisi di acara Gelar Tikar Ganjar di Yogyakarta. Foto/MPI
A A A
YOGYAKARTA - Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo punya cara jitu untuk mendengar keluhan dan aspirasi masyarakat khususnya kalangan muda. Selain sering nongkrong bareng anak muda di setiap daerah, kini Ganjar memiliki satu program yang disebut Gelar Tikar Ganjar.

Berbeda dengan kebiasaan Ganjar nongkrong dengan anak muda, konsep Gelar Tikar Ganjar dibuat lebih serius dan tematik pada beberapa isu. Seperti gelaran perdana di Gedung Sidomukti Jogjakarta, Minggu, 28 Januari 2024 malam, acara 'Gelar Tikar Ganjar' dihadiri sejumlah pakar, pengamat dan ratusan mahasiswa.

Dalam kesempatan itu, sejumlah pakar dan aktivis dihadirkan sebagai panelis yang menguji program kerja Ganjar dalam memimpin negeri ini. Selain tentu saja, ratusan mahasiswa dan anak muda yang bisa menyampaikan semua keluh kesahnya.



Kalis Mardiasih misalnya, aktivis perempuan ini begitu semangat berdiskusi dengan Ganjar terkait isu perempuan dan anak. Kalis sepakat dengan Ganjar bahwa isu pendidikan adalah kunci menyelesaikan kemiskinan.

"Saya sepakat dengan Pak Ganjar yang konsen pada pendidikan. Karena terbukti, bahwa pendidikan bisa menyelesaikan persoalan kemiskinan. Saya mengapresiasi program satu keluarga miskin satu sarjana yang Bapak canangkan," ucap Kalis.



Namun masih banyak hal di sektor pendidikan yang harus diselesaikan, khususnya menyangkut perempuan. Ia mengatakan, pendidikan di Indonesia masih abai pada persoalan perempuan. Banyak sekolah yang tidak memiliki akses khusus untuk perempuan, misalnya toilet dan sebagainya.

"Satu dari dua toilet di sekolah Indonesia itu belum dipisah antara laki-laki dan perempuan. Dan ada hampir 300.000 sekolah di Indonesia belum punya akses air bersih dan sanitasi higienis. Padahal perempuan itu harus berhadapan dengan kodratnya yakni menstruasi," ucap Kalis.

Menurut data, menstruasi menjadi penyumbang angka putus sekolah tertinggi kedua setelah kemiskinan. Hal itu dikarenakan tidak tersedianya fasilitas yang baik di sekolah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1718 seconds (0.1#10.140)