Tegaskan Sikap Netral, Wapres: Pilihan 14 Februari Urusan Hati dan Personal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin menegaskan netral menyikapi Pemilu dan Pilpres 2024. Wapres pun menegaskan pilihannya merupakan urusan hati dan personal.
Wapres merespons wartawan terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan bahwa Kepala Negara boleh berkampanye dan memihak. Wapres mengatakan, pilihannya akan dituangkan pada saat hari pencoblosan, Rabu 14 Februari 2024.
"Perkara nanti pilihan saya, saya akan tuangkan nanti aja pada waktu tanggal 14 Februari dan tidak boleh ada yang tahu. Dan saya bilang itu urusan rahasia saya," kata Wapres dalam keterangannya di Istana Wapres, Kamis (25/1/2024).
Wapres juga menyebut, pilihan pada 14 Februari 2024 adalah urusan hati dan personal. "Karena itu saya tidak (memihak). Jadi saya sekarang memposisikan diri netral. Saya kira nggak ada masalah ya. Ini bukan perbedaan dengan Presiden," ujar Wapres dalam keterangannya di Istana Wapres, Kamis (25/1/2024).
Lebih lanjut, Wapres kembali menegaskan dirinya netral di Pilpres 2024. Dia pun tidak mempermasalahkan jika Presiden Jokowi menyatakan untuk memihak dan ikut berkampanye di pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
"Memang Presiden sudah menyatakan seperti itu dan saya memang tetap netral. Jangan dibilang saya berbeda dengan Presiden itu nanti," ujar Wapres.
Meskipun, kata Wapres, dia menyadari bahwa ada yang setuju dan tidak setuju terhadap statement Presiden Jokowi tentang Kepala Negara boleh berkampanye dan memihak di Pilpres. "Saya kira soal Presiden, sudah jelas ya aturannya boleh, ada yang tidak setuju ada yang setuju. Silakan aja, nanti urusannya itu publik aja,” jelasnya.
Namun, Wapres memastikan sejak awal dia memposisikan untuk netral dan tidak memihak pada Pilpres 2024 kali ini. "Tapi saya sudah sejak awal sudah memposisikan diri untuk netral, tidak memihak, saya bilang saya netral."
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa seorang Kepala Negara boleh berkampanye ataupun memihak untuk memberikan dukungan politik. Hal tersebut menanggapi perihal adanya menteri kabinet yang tidak ada hubungannya dengan politik tapi ikut serta menjadi tim sukses pasangan capres-cawapres.
"Ya ini kan hak demokrasi, hak politik setiap orang setiap menteri sama saja. Yang paling penting Presiden itu boleh loh itu kampanye, presiden itu boleh loh memihak, boleh," kata Jokowi dalam keterangannya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).
Jokowi mengatakan bahwa meskipun kepala negara ataupun menteri bukan pejabat politik, namun sebagai pejabat negara memiliki hak untuk berpolitik.
"Boleh, Pak. Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh, boleh. Menteri juga boleh," kata Jokowi.
Pernyataan Jokowi tersebut mengundang polemik. Hari ini, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menjelaskan maksud pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut Kepala Negara boleh berkampanye dan memihak pada pemilu.
"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses," kata Ari dalam keterangannya, Kamis (25/1/2024).
Ari mengatakan bahwa pernyataan Presiden Jokowi tersebut merespons penjelasan terutama terkait aturan dalam berdemokrasi bagi Menteri maupun Presiden.
"Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU," jelasnya.
Ari mengungkapkan ada beberapa syarat yang harus ditaati oleh Presiden jika ingin berkampanye. Di antaranya tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Syarat lainnya, menjalani cuti di luar tanggungan negara.
"Dengan diizinkannya Presiden untuk berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak Presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau Pasangan Calon tertentu sebagai peserta Pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam UU," ujarnya.
Wapres merespons wartawan terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan bahwa Kepala Negara boleh berkampanye dan memihak. Wapres mengatakan, pilihannya akan dituangkan pada saat hari pencoblosan, Rabu 14 Februari 2024.
"Perkara nanti pilihan saya, saya akan tuangkan nanti aja pada waktu tanggal 14 Februari dan tidak boleh ada yang tahu. Dan saya bilang itu urusan rahasia saya," kata Wapres dalam keterangannya di Istana Wapres, Kamis (25/1/2024).
Wapres juga menyebut, pilihan pada 14 Februari 2024 adalah urusan hati dan personal. "Karena itu saya tidak (memihak). Jadi saya sekarang memposisikan diri netral. Saya kira nggak ada masalah ya. Ini bukan perbedaan dengan Presiden," ujar Wapres dalam keterangannya di Istana Wapres, Kamis (25/1/2024).
Lebih lanjut, Wapres kembali menegaskan dirinya netral di Pilpres 2024. Dia pun tidak mempermasalahkan jika Presiden Jokowi menyatakan untuk memihak dan ikut berkampanye di pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
"Memang Presiden sudah menyatakan seperti itu dan saya memang tetap netral. Jangan dibilang saya berbeda dengan Presiden itu nanti," ujar Wapres.
Meskipun, kata Wapres, dia menyadari bahwa ada yang setuju dan tidak setuju terhadap statement Presiden Jokowi tentang Kepala Negara boleh berkampanye dan memihak di Pilpres. "Saya kira soal Presiden, sudah jelas ya aturannya boleh, ada yang tidak setuju ada yang setuju. Silakan aja, nanti urusannya itu publik aja,” jelasnya.
Namun, Wapres memastikan sejak awal dia memposisikan untuk netral dan tidak memihak pada Pilpres 2024 kali ini. "Tapi saya sudah sejak awal sudah memposisikan diri untuk netral, tidak memihak, saya bilang saya netral."
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa seorang Kepala Negara boleh berkampanye ataupun memihak untuk memberikan dukungan politik. Hal tersebut menanggapi perihal adanya menteri kabinet yang tidak ada hubungannya dengan politik tapi ikut serta menjadi tim sukses pasangan capres-cawapres.
"Ya ini kan hak demokrasi, hak politik setiap orang setiap menteri sama saja. Yang paling penting Presiden itu boleh loh itu kampanye, presiden itu boleh loh memihak, boleh," kata Jokowi dalam keterangannya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).
Jokowi mengatakan bahwa meskipun kepala negara ataupun menteri bukan pejabat politik, namun sebagai pejabat negara memiliki hak untuk berpolitik.
"Boleh, Pak. Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh, boleh. Menteri juga boleh," kata Jokowi.
Pernyataan Jokowi tersebut mengundang polemik. Hari ini, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menjelaskan maksud pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut Kepala Negara boleh berkampanye dan memihak pada pemilu.
"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses," kata Ari dalam keterangannya, Kamis (25/1/2024).
Ari mengatakan bahwa pernyataan Presiden Jokowi tersebut merespons penjelasan terutama terkait aturan dalam berdemokrasi bagi Menteri maupun Presiden.
"Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU," jelasnya.
Ari mengungkapkan ada beberapa syarat yang harus ditaati oleh Presiden jika ingin berkampanye. Di antaranya tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Syarat lainnya, menjalani cuti di luar tanggungan negara.
"Dengan diizinkannya Presiden untuk berkampanye, artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak Presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau Pasangan Calon tertentu sebagai peserta Pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam UU," ujarnya.
(zik)