Konsep Transisi Energi Berkeadilan Mahfud MD Dinilai Tepat Diterapkan di Indonesia
loading...
A
A
A
Fahmy mencontohkan dalam hal batubara harus ada pajak windfall. Sehingga ketika harga komoditas yang melambung tinggi, bukan hanya pengusaha yang menikmati. "Mestinya ada suatu aturan yang memungut pajak windfall misalnya. Kalau mencapai harga tertentu, maka dipajaki," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur, Rere Jambore Christanto mengatakan transisi energi berkeadilan harus dipandang sebagai Hak dan memberi manfaat bagi masyarakat.
"Pilihan kebijakan paslon presiden dan wakil presiden dalam urusan Transisi Energi Berkeadilan harus berbasis kepada prinsip utama yakni energi harus dipandang sebagai hak, bukan komoditas. Sehingga upaya untuk melakukan pemenuhan kebutuhan energi betul-betul ditujukan untuk memajukan hidup, martabat, dan aspirasi sebagian besar masyarakat, tanpa menambah beban baru maupun mengorbankan hak-hak masyarakat atas nama transisi energi," jelas Rere.
Salah satu pilihan yang bisa diupayakan adalah untuk membangun energi terbarukan dalam skala lokal, terdesentralisasi dan bisa diadopsi dengan mudah.
“Komunitas warga harus menjadi garda depan dalam pengelolaan energi, untuk itu akses terhadap teknologi, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dalam pengelolaannya harus bisa didapatkan oleh mereka. Sistem energi harus didesain untuk melindungi keanekaragaman hayati, mengokohkan hak atas tanah bagi masyarakat lokal dan adat, serta tidak menciptakan eksploitasi dalam rantai produksi,” kata Rere.
Direktur Eksekutif Yayasan Cerah, Agung Budiono memandang pentingnya memperhatikan kebutuhan lokal dalam proses transisi energi. “Ada prioritas dari calon presiden untuk melihat akses energi yang jauh dari energi utama, untuk mengembangkan energi alternatif setempat. Bagaimana ? dengan cara memetakan potensi daerah kemudian memberikan dukungan apa yang bisa diberikan dari pemerintah,“ kata Agung.
Dalam perspektif transisi energi berkeadilan, bicara juga demokratisasi energi. Sumber energi terbarukan harus bersih, yaitu tidak mencemari lingkungan maupun berkonflik dengan masyarakat sekitar.
“Bagaimana masyarakat di pelosok diberikan kesempatan untuk memilih energi alternatif. Termasuk mengembangkan energi alternatif berbasis komunitas,” kata Agung.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur, Rere Jambore Christanto mengatakan transisi energi berkeadilan harus dipandang sebagai Hak dan memberi manfaat bagi masyarakat.
"Pilihan kebijakan paslon presiden dan wakil presiden dalam urusan Transisi Energi Berkeadilan harus berbasis kepada prinsip utama yakni energi harus dipandang sebagai hak, bukan komoditas. Sehingga upaya untuk melakukan pemenuhan kebutuhan energi betul-betul ditujukan untuk memajukan hidup, martabat, dan aspirasi sebagian besar masyarakat, tanpa menambah beban baru maupun mengorbankan hak-hak masyarakat atas nama transisi energi," jelas Rere.
Salah satu pilihan yang bisa diupayakan adalah untuk membangun energi terbarukan dalam skala lokal, terdesentralisasi dan bisa diadopsi dengan mudah.
“Komunitas warga harus menjadi garda depan dalam pengelolaan energi, untuk itu akses terhadap teknologi, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dalam pengelolaannya harus bisa didapatkan oleh mereka. Sistem energi harus didesain untuk melindungi keanekaragaman hayati, mengokohkan hak atas tanah bagi masyarakat lokal dan adat, serta tidak menciptakan eksploitasi dalam rantai produksi,” kata Rere.
Direktur Eksekutif Yayasan Cerah, Agung Budiono memandang pentingnya memperhatikan kebutuhan lokal dalam proses transisi energi. “Ada prioritas dari calon presiden untuk melihat akses energi yang jauh dari energi utama, untuk mengembangkan energi alternatif setempat. Bagaimana ? dengan cara memetakan potensi daerah kemudian memberikan dukungan apa yang bisa diberikan dari pemerintah,“ kata Agung.
Dalam perspektif transisi energi berkeadilan, bicara juga demokratisasi energi. Sumber energi terbarukan harus bersih, yaitu tidak mencemari lingkungan maupun berkonflik dengan masyarakat sekitar.
“Bagaimana masyarakat di pelosok diberikan kesempatan untuk memilih energi alternatif. Termasuk mengembangkan energi alternatif berbasis komunitas,” kata Agung.
(cip)