Cegah Insiden Boyolali dan Manado Terulang, TNI-Polri Perlu Bentuk Satgas Gabungan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Satgas Operasi Pemeliharaan Kamtibmas dan Penegakan Hukum Nusantara Gabungan TNI-Polri dinilai perlu dibentuk. Hal itu untuk mencegah terulangnya aksi kekerasan yang melibatkan oknum aparat keamanan.
Hal itu disampaikan mantan anggota Kompolnas Andrea Poeloengan terkait kasus kekerasan yang terjadi di Boyolali, Jawa Tengah dan Manado, Sulawesi Utara (Sulut) beberapa waktu lalu.
Andrea menegaskan, setiap kekerasan yang melanggar hukum patut dilakukan penegakan hukum dan ditindak sesuai dengan porsi serta aturan hukum yang berlaku."Merefleksikan kejadian di Boyolali dan kemudian di Manado sepertinya ini dapat menjadi awal dari titik kritis konflik di Indonesia pada Pemilu 2024 jika tidak dicegah," ujarnya, Sabtu (6/1/2024).
Dengan pola yang hampir sama, kata Andrea, yakni diawali dengan bergerombol, ketidaktertiban berlalu lintas dan dugaan dipengaruhi alkohol, lalu bertidak memprovokasi karena tidak peka dan berempati dengan lingkungan sekitar, kemudian terjadi kekerasan.
"Sayangnya yang terjadi di Boyolali dan Manado melibatkan sejumlah oknum TNI sebagai pelaku kekerasan. Tetapi perlu dicatat ada juga masyarakat yang merasa tidak keberatan atas kekerasan tersebut karena merasa menjadi korban dari ulah sekelompok masyarakat lainnya yang ugal-ugalan melawan hukum," paparnya.
Ketika penegak hukum tidak dapat meredam pelanggaran hukum, ketika pemerintah tidak banyak berperan dalam pencegahan pelanggaran hukum, maka yang akan terjadi hanyalah hukum dengan kekerasan. "Siapa yang merasa terganggu dia akan melawan dengan caranya sendiri. Padahal, UUD 1945 sudah menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum," katanya.
Andrea meminta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mengimbau agar prajurit bisa menahan diri dari provokasi dan ketidaknyamanan pengendara motor yang tidak patuh berlalu-lintas
Begitu juga dengan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo diharapkan dapat menginstrusikan jajarannya untuk melakukan kegiatan kepolisian yang ditingkatkan dalam melakukan penertiban kerumunan massa.
"Termasuk kelompok masyarakat yang minum-minuman keras serta pembatasan peredaran ilegal, pengendara yang tidak tertib di jalan dan hal-hal yang berpotensi menjadi gangguan Kamtibmas," ujarnya.
Penegakan hukum sudah seyogianya dilaksanakan sebagai upaya pertama dan jangka pendek dalam meredam potensi gangguan Kamtibmas, sambil melaksanakan upaya preventif dan preemptif lainnya.
"Ini diperlukan karena kita sudah menghadapi masa puncak kampanye Pemilu 2024, yang mana kemungkinan konsentrasi konsentrasi masa semakin banyak," kata Andrea.
Andrea menilai, TNI dan Polri tidak dapat bekerja sendiri-sendiri dan perlu memiliki komunikasi yang baik agar dapat terbangun sinergi dalam penegakan ketertiban sosial.
"Untuk itulah, perlu dilakukan lebih intensif dan bila perlu dibentuk Satgas Operasi Pemeliharaan Kamtibmas dan Penegakan Hukum Nusantara Gabungan Polri/TNI dengan kegiatan mulai dari preventive, preemptive, represif, kuratif, dan rehabilitatif," tegasnya.
Selain itu, sambung Andrea, penyelenggara Pemilu 2024 yakni, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu harus lebih jeli melihat potensi pelanggaran pemilu yang berasal dari gangguan Kamtibmas. "Ini semua patut dipandang sebagai hal yang mendesak, karena yang terjadi di Boyolali dan Manado adalah potensi ancaman faktual terpecahnya NKRI," katanya.
Lihat Juga: Ahmad Ali Diundang Presiden Prabowo, Mulhanan Tombolotutu Wakili Kampanye di Kecamatan Luwuk Timur
Hal itu disampaikan mantan anggota Kompolnas Andrea Poeloengan terkait kasus kekerasan yang terjadi di Boyolali, Jawa Tengah dan Manado, Sulawesi Utara (Sulut) beberapa waktu lalu.
Andrea menegaskan, setiap kekerasan yang melanggar hukum patut dilakukan penegakan hukum dan ditindak sesuai dengan porsi serta aturan hukum yang berlaku."Merefleksikan kejadian di Boyolali dan kemudian di Manado sepertinya ini dapat menjadi awal dari titik kritis konflik di Indonesia pada Pemilu 2024 jika tidak dicegah," ujarnya, Sabtu (6/1/2024).
Baca Juga
Dengan pola yang hampir sama, kata Andrea, yakni diawali dengan bergerombol, ketidaktertiban berlalu lintas dan dugaan dipengaruhi alkohol, lalu bertidak memprovokasi karena tidak peka dan berempati dengan lingkungan sekitar, kemudian terjadi kekerasan.
"Sayangnya yang terjadi di Boyolali dan Manado melibatkan sejumlah oknum TNI sebagai pelaku kekerasan. Tetapi perlu dicatat ada juga masyarakat yang merasa tidak keberatan atas kekerasan tersebut karena merasa menjadi korban dari ulah sekelompok masyarakat lainnya yang ugal-ugalan melawan hukum," paparnya.
Baca Juga
Ketika penegak hukum tidak dapat meredam pelanggaran hukum, ketika pemerintah tidak banyak berperan dalam pencegahan pelanggaran hukum, maka yang akan terjadi hanyalah hukum dengan kekerasan. "Siapa yang merasa terganggu dia akan melawan dengan caranya sendiri. Padahal, UUD 1945 sudah menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum," katanya.
Andrea meminta Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mengimbau agar prajurit bisa menahan diri dari provokasi dan ketidaknyamanan pengendara motor yang tidak patuh berlalu-lintas
Begitu juga dengan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo diharapkan dapat menginstrusikan jajarannya untuk melakukan kegiatan kepolisian yang ditingkatkan dalam melakukan penertiban kerumunan massa.
"Termasuk kelompok masyarakat yang minum-minuman keras serta pembatasan peredaran ilegal, pengendara yang tidak tertib di jalan dan hal-hal yang berpotensi menjadi gangguan Kamtibmas," ujarnya.
Penegakan hukum sudah seyogianya dilaksanakan sebagai upaya pertama dan jangka pendek dalam meredam potensi gangguan Kamtibmas, sambil melaksanakan upaya preventif dan preemptif lainnya.
"Ini diperlukan karena kita sudah menghadapi masa puncak kampanye Pemilu 2024, yang mana kemungkinan konsentrasi konsentrasi masa semakin banyak," kata Andrea.
Andrea menilai, TNI dan Polri tidak dapat bekerja sendiri-sendiri dan perlu memiliki komunikasi yang baik agar dapat terbangun sinergi dalam penegakan ketertiban sosial.
"Untuk itulah, perlu dilakukan lebih intensif dan bila perlu dibentuk Satgas Operasi Pemeliharaan Kamtibmas dan Penegakan Hukum Nusantara Gabungan Polri/TNI dengan kegiatan mulai dari preventive, preemptive, represif, kuratif, dan rehabilitatif," tegasnya.
Selain itu, sambung Andrea, penyelenggara Pemilu 2024 yakni, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu harus lebih jeli melihat potensi pelanggaran pemilu yang berasal dari gangguan Kamtibmas. "Ini semua patut dipandang sebagai hal yang mendesak, karena yang terjadi di Boyolali dan Manado adalah potensi ancaman faktual terpecahnya NKRI," katanya.
Lihat Juga: Ahmad Ali Diundang Presiden Prabowo, Mulhanan Tombolotutu Wakili Kampanye di Kecamatan Luwuk Timur
(cip)