Pengeroyokan Relawan di Boyolali, Pengamat: Perlu Penegakan Hukum Setara Bagi Pelanggar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus pengeroyokan relawan capres cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Boyolali, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu terus menarik perhatian publik. Salah satunya, mantan Komisioner Kompolnas Andrea H Poeloengan Indonesianis.
Menurut Andrea, perlu penegakan hukum yang setara bagi para pelanggar hukum. Penganiayaan oleh 6 oknum prajurit TNI jelas tidak dibenarkan. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak sudah menindak tegas prajurit yang melanggar aturan tersebut.
Para pelaku kini sudah menjadi tersangka dan masuk proses hukum. Bahkan, Maruli menyatakan jika perlu sidang digelar secara terbuka.
"Jika benar, informasi yang disampaikan KSAD, maka sudah seharusnya menurut hukum perlu juga dilakukan penegakan hukum terhadap para pengendara motor yang diduga mabuk, tanpa surat, dan motor berknalpot bising pada peristiwa di Boyolali itu yang berujung penganiayaan oleh 6 oknum prajurit TNI yang kini telah menjadi tersangka," ujar Andrea, Jumat (5/1/2024).
Dia menilai pengendara motor juga perlu mendapat hukuman. Apalagi berdasarkan penjelasan KSAD, di salah satu stasiun televisi nasional pada Kamis, 4 Januari 2024, para pengendara telah berputar-putar seakan menyulut emosi para prajurit yang bertugas.
“Jangan hanya melihat video yang beberapa detik. Kejadian itu terjadi pukul 11.19 WIB. Mereka telah berputar-putar sejak pukul 09.00 WIB. Mereka telah 8 kali berputar-putar, sudah beberapa kali diingatkan. Mereka juga dalam kondisi mabuk,” kata Maruli.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pesepeda motor dengan dugaan mabuk, tanpa surat, dan motor berknalpot bising sudah seharusnya ditindak berdasarkan UU Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Nomor 22 Tahun 2009 dan/atau KUHP.
Untuk itulah para korban penganiayaan sudah sepatutnya juga dilakukan pemeriksaan hukum setelah pulih dan berkondisi kesehatan yang patut atas dugaan bermotor dalam kondisi mabuk, tanpa surat, dan motor berknalpot bising berdasarkan sejumlah pasal berlapis.
Penegakan hukum ini bertujuan memberikan kepastian hukum bahwa hukum berlaku untuk semua, keadilan bagi para korban dari warga negara yang terganggu kenyamanannya karena adanya pengendara motor yang diduga mabuk, tanpa surat, dan motor berknalpot bising, juga kemanfaatan bagi ketertiban sosial serta tercegahnya kejahatan dan pelanggaran.
“Selain itu untuk membangun kewaspadaan dan mencegah disinformasi, hoaks, framing yang tidak sesuai dengan peristiwa sebenarnya dan fakta hukum yang dapat digunakan oknum-oknum yang tak bertanggung jawab memprovokasi kepada publik sehingga berpotensi adanya konflik yang dapat mengganggu stabilitas dan ketahanan nasional," ujarnya.
Menurut Andrea, Polres dan Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat perlu segera bersama-sama dan bersinergi mengumpulkan alat bukti hingga mendapatkan tersangkanya atas dugaan peristiwa hukum adanya pengendara motor diduga mabuk, tanpa surat, dan motor berknalpot bising.
Sebelumnya, Jenderal Maruli kembali menegaskan TNI tetap memegang teguh netralitas dalam menghadapi Pemilu 2024. Dia juga meminta agar semua pihak tidak berlebihan dalam menarik kesimpulan dari insiden yang terjadi di Boyolali.
Maruli menyayangkan ada pihak-pihak yang coba mengaitkan insiden yang terjadi ke arah netralitas TNI. “Tidak ada sangkut-pautnya dengan yang lain (netralitas TNI). Ini murni karena anggota saya masih muda, jadi meresponsnya begitu. Tapi dilihat dari perkembangannya sekarang, larinya ke mana-mana. Makanya saya berterima kasih bisa mengklarifikasi hal itu,” ujarnya.
Mantan Pangkostrad itu menegaskan tindakan cepat TNI AD dalam merespons insiden Boyolali merupakan bukti konkret TNI AD memang memegang teguh netralitas. Untuk itu, Maruli meminta masyarakat dapat melihat peristiwa tersebut secara utuh. Jangan langsung menarik kesimpulan berdasarkan video pendek yang beredar.
Menurut Andrea, perlu penegakan hukum yang setara bagi para pelanggar hukum. Penganiayaan oleh 6 oknum prajurit TNI jelas tidak dibenarkan. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak sudah menindak tegas prajurit yang melanggar aturan tersebut.
Para pelaku kini sudah menjadi tersangka dan masuk proses hukum. Bahkan, Maruli menyatakan jika perlu sidang digelar secara terbuka.
"Jika benar, informasi yang disampaikan KSAD, maka sudah seharusnya menurut hukum perlu juga dilakukan penegakan hukum terhadap para pengendara motor yang diduga mabuk, tanpa surat, dan motor berknalpot bising pada peristiwa di Boyolali itu yang berujung penganiayaan oleh 6 oknum prajurit TNI yang kini telah menjadi tersangka," ujar Andrea, Jumat (5/1/2024).
Dia menilai pengendara motor juga perlu mendapat hukuman. Apalagi berdasarkan penjelasan KSAD, di salah satu stasiun televisi nasional pada Kamis, 4 Januari 2024, para pengendara telah berputar-putar seakan menyulut emosi para prajurit yang bertugas.
“Jangan hanya melihat video yang beberapa detik. Kejadian itu terjadi pukul 11.19 WIB. Mereka telah berputar-putar sejak pukul 09.00 WIB. Mereka telah 8 kali berputar-putar, sudah beberapa kali diingatkan. Mereka juga dalam kondisi mabuk,” kata Maruli.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pesepeda motor dengan dugaan mabuk, tanpa surat, dan motor berknalpot bising sudah seharusnya ditindak berdasarkan UU Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Nomor 22 Tahun 2009 dan/atau KUHP.
Untuk itulah para korban penganiayaan sudah sepatutnya juga dilakukan pemeriksaan hukum setelah pulih dan berkondisi kesehatan yang patut atas dugaan bermotor dalam kondisi mabuk, tanpa surat, dan motor berknalpot bising berdasarkan sejumlah pasal berlapis.
Penegakan hukum ini bertujuan memberikan kepastian hukum bahwa hukum berlaku untuk semua, keadilan bagi para korban dari warga negara yang terganggu kenyamanannya karena adanya pengendara motor yang diduga mabuk, tanpa surat, dan motor berknalpot bising, juga kemanfaatan bagi ketertiban sosial serta tercegahnya kejahatan dan pelanggaran.
“Selain itu untuk membangun kewaspadaan dan mencegah disinformasi, hoaks, framing yang tidak sesuai dengan peristiwa sebenarnya dan fakta hukum yang dapat digunakan oknum-oknum yang tak bertanggung jawab memprovokasi kepada publik sehingga berpotensi adanya konflik yang dapat mengganggu stabilitas dan ketahanan nasional," ujarnya.
Menurut Andrea, Polres dan Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat perlu segera bersama-sama dan bersinergi mengumpulkan alat bukti hingga mendapatkan tersangkanya atas dugaan peristiwa hukum adanya pengendara motor diduga mabuk, tanpa surat, dan motor berknalpot bising.
Sebelumnya, Jenderal Maruli kembali menegaskan TNI tetap memegang teguh netralitas dalam menghadapi Pemilu 2024. Dia juga meminta agar semua pihak tidak berlebihan dalam menarik kesimpulan dari insiden yang terjadi di Boyolali.
Maruli menyayangkan ada pihak-pihak yang coba mengaitkan insiden yang terjadi ke arah netralitas TNI. “Tidak ada sangkut-pautnya dengan yang lain (netralitas TNI). Ini murni karena anggota saya masih muda, jadi meresponsnya begitu. Tapi dilihat dari perkembangannya sekarang, larinya ke mana-mana. Makanya saya berterima kasih bisa mengklarifikasi hal itu,” ujarnya.
Mantan Pangkostrad itu menegaskan tindakan cepat TNI AD dalam merespons insiden Boyolali merupakan bukti konkret TNI AD memang memegang teguh netralitas. Untuk itu, Maruli meminta masyarakat dapat melihat peristiwa tersebut secara utuh. Jangan langsung menarik kesimpulan berdasarkan video pendek yang beredar.
(jon)