Basri Menyapa Seri 5: Disrupsi dan Oposisi Adi Panuntun

Senin, 10 Agustus 2020 - 23:50 WIB
loading...
Basri Menyapa Seri 5:...
Video mapping berjudul Creating Tomorrow karya Adi Panuntun dan Sembilan Matahari saat mengikuti Berlin Festival of Light 2017. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Era digital memang tak terhindarkan sebagai sebuah disrupsi atau kondisi zaman yang terinterupsi dengan teknologi digital, yang terhubung dengan data raya di jagat virtual. Sifatnya yang melimpah, mudah, dan murah sekaligus canggih membuka kesempatan sekaligus tantangan. Orang-orang kreatif dalam wilayah kultural, seperti seniman, desainer atau arsitek merespons tantangan perubahan-perubahan cepat itu dengan sigap. Setiap mantra reaktualisasi dan revisi realitas pada era sebelumnya diaggap sebagai aksi oposisi yang dinamis.

Oposisi menjadi semacam kondisi berseberangan atas relasi di antara dua proposisi, yang berhubungan dengan subjek yang sama: teknologi digital abad 21. Orang-orang inilah yang membedakan dalam kualitas dan cara penggunaan teknologi itu dengan masa lalu, khususnya di era abad ke-20.

Beberapa konsep yang dianggap visi baru dalam wilayah seni, desain dan arsitektural adalah penggunaan media baru pencahayaan, imej yang bergerak (moving image) sampai bentuk-bentuk sinematik yang interaktif berskala gigantik. Selain itu, munculnya manipulasi digital (imej dan suara lewat perangkat elektro-digital dan bahasa program komputer) yang dianggap progres terkini membentuk kesadaran anyar antara yang ilusif dan yang fisik dengan piranti VR (virtual reality) atau XR (cross reality).( )

Pada teknologi berbasis visual, sejarah seni rupa berutang pada sekitar 1960-an di Amerika Serikat tatkala sinyal elektronik menarik perhatian publik sebagai instrumen dan transmisi visual dengan konten kritik pada kehidupan global, teknologi itu sendiri, sampai konsumerisme pun kapitalisme melalui perangkat TV. Saat itu, kita mengenal karya instalasi Magnet TV (1965), dengan seniman Nam June Paik yang kemudian tenar dengan konsep Video Art dalam paradigma seni media baru.

Adi Panuntun dan Sembilan Matahari
Bincang virtual Basri Menyapa kali ini, pada seri ke-5 menjadi menarik, bintang tamunya seorang desainer, Adi Panuntun, hadir menggunakan pendekatan trans-disiplin seni, desain & arsitektur dalam digital multimedia serta peran utama penggunaan elemen cahaya, bahasa program digital compu-graphic pun modelling serta konsep sinematik.

Adi Panuntun adalah desainer sekaligus co-founder serta CEO PT Sembilan Matahari. Ia juga sebagai Chairman BCCF (Bandung Creative City Forum) yang mengaku bahwa dirinya dan tim Sembilan Matahari menghasilkan film yang dirancang dengan pendekatan baru, yakni mengintegrasikan seni dan teknologi melalui pengalaman yang emosional.

"Metode melihat dengan secara berbeda melalui film akan merangsang sensivitas kesadaran dan perubahan positif pada publik," ujarnya dalam wawancara. "Kita mencoba melalui pendekatan lintas disiplin dalam memproduksi film dipadu kemampuan membuat coding/pemrograman kreatif, yakni mencakup kreasi audiovisual dan multimedia yang impresif, interaktif, dan spektakuler," imbuhnya. ( )

Menurut Adi, dalam kerangka pandang desain, maka ia percaya bahwa sebenarnya mengubah cara berpikir melalui film akan memberi hasil desain yang paling inovatif. Dari sini lah di kemudian hari proyeksi digital raksasa di outdoor dengan juluk video mapping menyeruak di awal 2010-an, dengan berbagai proyek "film-film pendek" raksasa di situs-situs kuno atau fasad bangunan bersejarah, dengan awalnya di Museum Fatahillah, Jakarta.

Sementara, kreasi awalnya dalam film layar lebar berjudul Cin(T)a produksi 2009, memang membuat Adi Panuntun diganjar Piala Citra untuk kategori Naskah Asli Terbaik juga penghargaan Festival Film Indonesia (FFI) dan Favorit Pilihan Penonton di ajang JIFFEST 2009.

Untuk kreasi video mapping Adi Panuntun memang pelanggan juara. Pada 2012, ia dan Sembilan Matahari meraih penghargaan Grand Prize Winner Projection Mapping Competition di Zushi Media Art Festival, Jepang. Sementara seni instalasi dan video mapping sekaligus tertera di karya "Constellation Neverland" terpilih di Artjog 2012 Yogyakarta, selain Mapping Festival, Geneva-Switzerland, dan World of Projection Mapping, Kagawa-Japan, 2013 serta Techno Art Exhibition 2014 di Museum of Fine Arts Taiwan. Rangkaian juara ini adalah adalah semacam sebuah tour Asia-Eropa pada tahun-tahun itu.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2383 seconds (0.1#10.140)