Kekuasaan DPR Bertambah, Negara Terancam Masuk ke Zaman Kegelapan
A
A
A
JAKARTA - DPR telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR DPR DPD DPRD (UU MD3) (MPR, DPD, DPR dan DPD), Senin 12 Februari 2018.
Melalui UU tersebut, kekuasaan DPR bertambah, yaitu memiliki kewenangan melakukan pemanggilan paksa, memiliki imunitas, melakukan langkah hukum terhadap pihak yang dianggap merendahkan martabat DPR
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai tiga pasal dalam UU tersebut akan menyeret Indonesia ke era kegelapan demokrasi.
Dahnil menilai elite politik di Senayan ingin berkuasa tanpa batas, bahkan ingin memeroleh kekebalan hukum, dan antikritik.
"Watak otoritarian menjadi virus yang menyebar dan menjangkit semua politikus yang memiliki kekuasaan," kata Dahnil kepada SINDOnews, Selasa (13/2/2018).
Menurut dia, penambahan kekuasan tersebut menandakan DPR dan partai politik telah kehilangan otoritas moral untuk bicara demokrasi.
Dia menilai DPR secara berjamaah “membunuh” demokrasi yang sudah dibangun sejak reformasi lalu. Publik diharapkannya tidak boleh berdiam diri.
Alasannya, lanjut dia, hak-hak dasar sebagai pemilik kekuasaan akan dengan mudah dirampas mereka yang ingin memiliki kekuasaan tanpa batas, dan ingin memiliki kekebalan hukum sekaligus mengendalikan hukum.
"Saya akan memerintahkan seluruh kader Pemuda Muhammadiyah untuk tidak memilih partai politik yang telah menyeret Indonesia ke era kegelapan demokrasi dan hukum tersebut," ucapnya.
Revisi UU MD3 oleh DPR telah disahkan, Senin 12 Februari 2018. Melalui UU itu, DPR mendapatkan tiga kuasa tambahan, yakni pemanggilan paksa dalam rapat DPR, imunitas, dan bisa mengkriminalisasi penghinaan terhadap DPR.
Ketiga kekuasaan itu diatur dalam Pasal 73 mengenai mekanisme pemanggilan paksa dengan bantuan polisi, Pasal 122 mengenai langkah hukum Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) kepada siapa pun yang merendahkan DPR dan anggota DPR, serta Pasal 245 yang mengatur tentang pemanggilan dan permintaan keterangan penyidik kepada DPR harus mendapat persetujuan tertulis presiden dan pertimbangan MKD.
Melalui UU tersebut, kekuasaan DPR bertambah, yaitu memiliki kewenangan melakukan pemanggilan paksa, memiliki imunitas, melakukan langkah hukum terhadap pihak yang dianggap merendahkan martabat DPR
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai tiga pasal dalam UU tersebut akan menyeret Indonesia ke era kegelapan demokrasi.
Dahnil menilai elite politik di Senayan ingin berkuasa tanpa batas, bahkan ingin memeroleh kekebalan hukum, dan antikritik.
"Watak otoritarian menjadi virus yang menyebar dan menjangkit semua politikus yang memiliki kekuasaan," kata Dahnil kepada SINDOnews, Selasa (13/2/2018).
Menurut dia, penambahan kekuasan tersebut menandakan DPR dan partai politik telah kehilangan otoritas moral untuk bicara demokrasi.
Dia menilai DPR secara berjamaah “membunuh” demokrasi yang sudah dibangun sejak reformasi lalu. Publik diharapkannya tidak boleh berdiam diri.
Alasannya, lanjut dia, hak-hak dasar sebagai pemilik kekuasaan akan dengan mudah dirampas mereka yang ingin memiliki kekuasaan tanpa batas, dan ingin memiliki kekebalan hukum sekaligus mengendalikan hukum.
"Saya akan memerintahkan seluruh kader Pemuda Muhammadiyah untuk tidak memilih partai politik yang telah menyeret Indonesia ke era kegelapan demokrasi dan hukum tersebut," ucapnya.
Revisi UU MD3 oleh DPR telah disahkan, Senin 12 Februari 2018. Melalui UU itu, DPR mendapatkan tiga kuasa tambahan, yakni pemanggilan paksa dalam rapat DPR, imunitas, dan bisa mengkriminalisasi penghinaan terhadap DPR.
Ketiga kekuasaan itu diatur dalam Pasal 73 mengenai mekanisme pemanggilan paksa dengan bantuan polisi, Pasal 122 mengenai langkah hukum Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) kepada siapa pun yang merendahkan DPR dan anggota DPR, serta Pasal 245 yang mengatur tentang pemanggilan dan permintaan keterangan penyidik kepada DPR harus mendapat persetujuan tertulis presiden dan pertimbangan MKD.
(dam)