Demokrasi Mundur, Civitas Universitas Paramadina Dorong Penguatan KPK dan Anti KKN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Puluhan civitas Universitas Paramadina angkat suara terkait situasi demokrasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Sikap yang dinyatakan di depan Auditorium Nurcholish Madjid, Kampus Paramadina, menyatakan demokrasi Indonesia telah alami kemunduran.
"Kita mengafirmasi bahwa demokrasi di Indonesia tengah mengalami kemunduran," kata Dosen Falsafah dan Agama Universitas Paramadina Sunaryo dalam keterangan tertulis, Rabu (20/12/2023).
Sebagai akademisi, ia mengingatkan semua pihak untuk kembali pada cita-cita penguatan demokrasi dan keadilan di Indonesia. Menurutnya, sistem politik represif rezim Orde Baru dan praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) telah mendorong untuk membangun sistem yang lebih demokratis.
Dengan sistem baru ini, kata Sunaryo, warga memiliki kebebasan yang lebih luas untuk berpendapat, dan ada payung hukum yang melindungi Hak Asasi Manusia, serta institusi pemberantas korupsi. "Namun dalam beberapa tahun terakhir, hal-hal pokok dari ide reformasi ini mengalami pelemahan," kata Sunaryo.
Dalam kebebasan berpendapat, ia mencontohkan, warga negara yang kritis terhadap kebijakan pemerintah mengalami kriminalisasi pencemaran nama baik dengan undang-undang ITE. Tak hanya itu, ia merasa pelemahan institusi masyarakat sipil juga terjadi di Indonesia.
Terkait upaya pemberantasan korupsi, kata Sunaryo, pemerintah telah melakukan revisi atas undang-undang KPK. Alih-alih membuat jera para koruptor, ia berkata, undang-undang KPK cenderung membuat para koruptor semakin leluasa melakukan aksinya. Kendati demikian, Sunaryo berkata, civitas Universita Paramadina menyampaikan empat poin.
"Pertama, kepada pemerintah di mana pucuk tertinggi ada pada Presiden, kami meminta agar pemerintah menjamin kebebasan berpendapat bagi semua warga tanpa kekhawatiran adanya kriminalisasi sebagaimana yang dialami oleh Haris Azhar dkk Kami juga meminta agar pemberantasan korupsi tidak dilemahkan, sebagaimana yang ada pada revisi undang-undang KPK," kata Sunaryo.
Kedua, kata Sunaryo, pihaknya meminta keadilan ditegakkan oleh lembaga oenegak hukum. Ia menyatakan, putusan pengadilan yang menabrak prinsip kebebasan dan hak asasi manusia tak bisa dibiarkan.
Ketiga, ia mendesak parlemen dan partai politik harus menyuarakan aspirasi rakyat. Parlemen dan partai politik, katanya, merupakan jembatan aspirasi rakyat. Sebagai bagian dari penguatan institusi demokrasi, kata Sunaryo, prtai politik harus menjadi teladan bagaimana demokrasi dipraktikan.
"Keempat, kepada semua rekan-rekan seperjuangan, para akademisi, pegiat masyarakat sipil, dan media massa, kita harus terus menjaga spirit demokrasi, keadilan, dan anti KKN di negeri ini," terang Sunaryo.
"Kita tidak boleh membiarkan diri kita takluk pada kenyataan-kenyataan yang tidak sejalan dengan spirit demokrasi, keadilan dan anti KKN. Kita harus terus menyuarakan pesan untuk menjaga demokrasi, keadilan dan anti KKN," katanya.
"Kita mengafirmasi bahwa demokrasi di Indonesia tengah mengalami kemunduran," kata Dosen Falsafah dan Agama Universitas Paramadina Sunaryo dalam keterangan tertulis, Rabu (20/12/2023).
Sebagai akademisi, ia mengingatkan semua pihak untuk kembali pada cita-cita penguatan demokrasi dan keadilan di Indonesia. Menurutnya, sistem politik represif rezim Orde Baru dan praktik KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) telah mendorong untuk membangun sistem yang lebih demokratis.
Dengan sistem baru ini, kata Sunaryo, warga memiliki kebebasan yang lebih luas untuk berpendapat, dan ada payung hukum yang melindungi Hak Asasi Manusia, serta institusi pemberantas korupsi. "Namun dalam beberapa tahun terakhir, hal-hal pokok dari ide reformasi ini mengalami pelemahan," kata Sunaryo.
Dalam kebebasan berpendapat, ia mencontohkan, warga negara yang kritis terhadap kebijakan pemerintah mengalami kriminalisasi pencemaran nama baik dengan undang-undang ITE. Tak hanya itu, ia merasa pelemahan institusi masyarakat sipil juga terjadi di Indonesia.
Terkait upaya pemberantasan korupsi, kata Sunaryo, pemerintah telah melakukan revisi atas undang-undang KPK. Alih-alih membuat jera para koruptor, ia berkata, undang-undang KPK cenderung membuat para koruptor semakin leluasa melakukan aksinya. Kendati demikian, Sunaryo berkata, civitas Universita Paramadina menyampaikan empat poin.
"Pertama, kepada pemerintah di mana pucuk tertinggi ada pada Presiden, kami meminta agar pemerintah menjamin kebebasan berpendapat bagi semua warga tanpa kekhawatiran adanya kriminalisasi sebagaimana yang dialami oleh Haris Azhar dkk Kami juga meminta agar pemberantasan korupsi tidak dilemahkan, sebagaimana yang ada pada revisi undang-undang KPK," kata Sunaryo.
Kedua, kata Sunaryo, pihaknya meminta keadilan ditegakkan oleh lembaga oenegak hukum. Ia menyatakan, putusan pengadilan yang menabrak prinsip kebebasan dan hak asasi manusia tak bisa dibiarkan.
Ketiga, ia mendesak parlemen dan partai politik harus menyuarakan aspirasi rakyat. Parlemen dan partai politik, katanya, merupakan jembatan aspirasi rakyat. Sebagai bagian dari penguatan institusi demokrasi, kata Sunaryo, prtai politik harus menjadi teladan bagaimana demokrasi dipraktikan.
"Keempat, kepada semua rekan-rekan seperjuangan, para akademisi, pegiat masyarakat sipil, dan media massa, kita harus terus menjaga spirit demokrasi, keadilan, dan anti KKN di negeri ini," terang Sunaryo.
"Kita tidak boleh membiarkan diri kita takluk pada kenyataan-kenyataan yang tidak sejalan dengan spirit demokrasi, keadilan dan anti KKN. Kita harus terus menyuarakan pesan untuk menjaga demokrasi, keadilan dan anti KKN," katanya.
(abd)