Pakar Politik Ungkap Bahaya Ordal bagi Sistem Demokrasi

Kamis, 14 Desember 2023 - 20:15 WIB
loading...
Pakar Politik Ungkap...
Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Bakir Ihsan menilai keberadaan ‘orang dalam’ dalam sistem politik dan kehidupan bernegara ibarat benalu. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Istilah orang dalam (ordal) viral dalam debat perdana calon presiden (capres) 2024. Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Bakir Ihsan menilai keberadaan ‘orang dalam’ dalam sistem politik dan kehidupan bernegara ibarat benalu.

“Orang dalam itu benalu yang bisa membunuh meritokrasi. Meritokrasi tidak mengenal orang dalam atau orang luar. Ia tegak lurus dengan menempatkan kapasitas, kualitas, kapabilitas, dan integritas sebagai standar baku untuk terbangunnya sistem dalam beragam ranahnya, terlebih dalam sistem demokrasi,” ujar Bakir di Jakarta, Kamis (14/12/2023).



“Meritokrasi tegak apabila demokrasi betul-betul menempatkan equality sebagai pijakannya. Orang dalam menyebabkan equality mati,” sambungnya.

Selain itu, Bakir melanjutkan, salah satu dampak buruk dari kuatnya ‘orang dalam’ dalam sistem politik adalah maraknya kasus korupsi.

“Karena orang dalam itu bentuk deviasi dari sistem yang seharusnya, sebagaimana korupsi bentuk penyimpangan dari mekanisme yang seharusnya. Mereka adalah sisi gelap birokrasi,” jelasnya.

Kemudian, Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz menilai nepotisme dan keberadaan ‘orang dalam’ akan mengganggu demokrasi.

“Tentu dalam demokrasi semua memiliki kesempatan yang setara. Ini tentu harus jadi nilai yang dipegang tiap pejabat publik sebagai "forbearance" atau penahan nafsu dalam menjaga demokrasi. Termasuk juga nepotisme dan fenomena ordal,” terang Kahfi.

Menurutnya, kendati tidak ada peraturan rigid, jelas soal orang dalam, nilai demokrasi harus tetap dipegang teguh, terutama memegang semangat meritokrasi. Keberadaan ordal juga menjadi rintangan dalam upaya pemberantasan korupsi.

“Bila ada nepotisme dalam rekrutmen politik, apalagi sampai memperalat hukum, maka muncul tindakan favoritisme yang berujung pada tindakan nepotis. Ini juga akan jadi rintangan bagi upaya pemberantasan korupsi. Sebab, tindakan korupsi mengikut dengannya juga kolusi dan nepotisme. Ini juga jadi alasan utama mengapa reformasi menghendaki hilangnya KKN,” bebernya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2880 seconds (0.1#10.140)