Menagih Komitmen Negara Maritim

Senin, 22 Januari 2018 - 08:31 WIB
Menagih Komitmen Negara Maritim
Menagih Komitmen Negara Maritim
A A A
Dadang Solihin
Rektor Universitas Darma Persada

KOMITMEN besar untuk men­jadikan Indonesia se­bagai negara poros ma­ritim dunia telah diikrar­kan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal masa pe­me­rin­tah­an­nya. Berbekal de­ngan sebaran 17.000 lebih pu­lau serta luas lautan yang men­capai 3,3 juta km persegi sudah sewajarnya un­tuk menjadikan potensi ter­sebut sebagai sum­ber per­ce­pat­an pertumbuhan ekonomi di negeri ini.

Namun, untuk mewujud­kan niat mulia yang berlan­das­kan pada kekuatan maritim tadi, tam­paknya masih banyak tugas besar yang harus dibe­nahi. Ter­utama dalam sisa se­ta­hun masa pemerintahan Jo­ko­wi yang akan berakhir pada 2019. Salah sa­tu tugas besar yang masih men­jadi beban adalah ba­gai­mana mendorong terjadinya per­ce­patan peme­ra­taan pem­ba­ngunan, khu­sus­nya di Pulau Ja­wa yang se­lama ini menjadi wilayah ter­pa­dat penduduknya di negara berpenduduk 261 juta jiwa ini.

Walau komitmen untuk men­jadikan kekuatan maritim se­bagai salah satu fondasi pem­­bangunan, fakta yang ada ada­­lah potensi itu justru masih be­lum dilakukan secara opti­mal. Indikator ini dapat ter­li­hat, mi­sal­nya, dari adanya dis­pa­ri­tas spasial antara kawasan yang berada di selatan dan utara Pu­lau Jawa. Infra­struk­tur pem­ba­ngun­an yang lebih baik di ka­was­an utara mem­buat potensi sum­ber daya di wilayah ini men­jadi makin terbatas keter­se­dia­an­nya jika dibandingkan ka­was­an yang ada di selatan Jawa.

Lalu berkaitan dengan upa­ya mempercepat pem­ba­ngun­an infrastruktur di kawasan se­lat­an, sejauh ini pemerintah me­mang sudah mulai merin­tis pem­bangunan ruas jalan na­sio­nal serta sejumlah ban­dara dan pelabuhan. Namun, jika meli­hat pola pengem­bang­an yang ada, gelontoran dana itu masih lebih besar disuntikkan ke wi­layah utara. Situasi ini dapat di­maf­humi karena kawasan se­lat­an Pulau Jawa kerap diba­yang-bayangi oleh sejumlah kendala topo­grafi wilayah maupun po­tensi bencana alam.

Hal ini bisa diperkuat juga de­ngan data indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Indeks Pem­ba­ngunan Manusia (IPM). Data Ba­dan Pusat Statistik (BPS) 2016 menunjukkan adanya ke­timpangan begitu besar di an­tara kedua wilayah ini. Ka­wasan utara memiliki PDRB sebesar Rp86,32 triliun, se­dang­kan PDRB wilayah se­lat­an hanya mencapai Rp26,64 triliun. Lalu ber­dasarkan nilai IPM, wilayah utara memiliki nilai lebih tinggi di­banding wi­la­yah selatan (70,10 ber­ban­ding 69,05). Nilai in­deks IPM di utara itu me­nun­jukkan ba­gaimana penduduk dapat mengakses hasil pem­ba­ngun­an dalam memperoleh pen­da­patan, kesehatan, pen­di­dik­an, dan sebagainya dalam ka­te­gori yang tinggi.

Sinergi institusi pendidikan
Berkaca dari fakta itu, Jokowi dalam sisa periode masa ke­pe­mim­pinannya kali ini se­pa­tut­nya lebih banyak lagi me­li­bat­kan peran institusi pendi­dik­an tinggi untuk me­wu­jud­kan ko­mit­men Indo­ne­sia se­ba­gai po­ros maritim dunia.

Di Universitas Darma Per­sada (Unsada), misalnya, sejak beberapa tahun terakhir ini telah merintis hadirnya labo­ra­torium lapang dan desa binaan lewat pengembangan pen­de­kat­an ilmu teknologi ter­ba­ru­kan. Ilmu teknologi terbarukan ini bisa menjadi salah satu ja­wab­an untuk menggali potensi wi­layah maritim Indonesia, khu­sus­nya di wilayah selatan Ja­wa yang masih sangat ber­lim­pah potensi sumber daya alam­nya. Salah satu bentuk terapan yang telah dikembangkan ada­lah pe­man­faatan teknologi sa­li­na­si un­tuk masyarakat pesisir dan tek­no­logi mikro hidro un­tuk ka­wasan masyarakat pe­gu­nung­an. Ke depan Unsada juga akan mem­bina satu desa di wi­layah se­latan Jawa Barat yang ber­ha­dap­an langsung dengan sa­mudra luas.
Pengembangan teknologi ter­barukan dan sains terkait se­tidaknya bisa pula dijadikan se­bagai pijakan riset untuk meng­gali potensi energi panas laut di seluruh perairan Indonesia. Me­ngutip data dari Kemen­te­rian (ESDM) Energi dan sumber daya mineral, potensi energi dari laut Indonesia ini secara to­tal dipre­diksi mampu meng­ha­sil­kan daya sekitar 240 Giga­watt (GW).

Mengubah mindset
Selain menggandeng insti­tu­si pendidikan tinggi, hal pa­ling utama yang harus dila­ku­kan untuk menjadikan Indo­ne­sia sebagai poros maritim dunia adalah mengubah mind­set atau pola pikir. Mindset yang se­ha­rusnya ditanamkan adalah ma­sa depan Indonesia adalah me­naklukkan tan­tang­an di sa­mu­dra luas yang hingga kini masih be­lum tergali secara maksimal.

Potensi ekonomi maritim, ter­utama di wilayah selatan Jawa, sudah saatnya direspons dengan mengembangkan sa­ra­­na infrastruktur peng­hu­bung yang lebih baik. Tak lupa untuk mendorong terwujud­nya per­ce­patan pertumbuhan sekaligus pemerataan eko­nomi maka pe­ngembangan program pem­ber­dayaan ma­sya­rakat (people em­po­wer­ment) berdasarkan aspek pe­nge­tahuan (science) menjadi hal mutlak yang harus dila­ku­kan oleh pemerintah.

Rasanya satu tahun waktu yang tersisa dari peme­rin­tah­an Jokowi, bukanlah ham­bat­an un­tuk menjalankan ikhtiar tiada henti demi mewujudkan komitmen bangsa ini sebagai kekuatan poros maritim du­nia. Ingatlah, bangsa ini me­mi­liki historis yang kuat sebagai bang­sa pelaut.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8572 seconds (0.1#10.140)