Hukum NKRI Sudah Sesuai dengan Syariat Islam

Sabtu, 13 Januari 2018 - 11:16 WIB
Hukum NKRI Sudah Sesuai dengan Syariat Islam
Hukum NKRI Sudah Sesuai dengan Syariat Islam
A A A
SITUBONDO - Pondok Salafiyah Syafi'iyah Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, mengadakan acara bedah buku ‘Fikih Tata Negara’ yang ditulis KH Afifudin Muhajir. Pada kesempatan itu, Dr Nurul Ghufron didatangkan sebagai pembanding dari buku tersebut.

“Kehadiran sebuah negara bukanlah sebuah tujuan, tetapi alat untuk mencapai tujuan. Apa tujuan negara menurut Islam? Tujuan negara menurut Islam sama dengan tujuan syariat itu sendiri. Yaitu terwujudnya kemaslahatan manusia dunia dan akhirat,” kata KH Afifuddin.

Dia menegaskan, kehadiran negara bukanlah suatu tujuan, tetapi sarana meraih tujuan. Wakil pengasuh Pondok Pesantren Salafiah Syafi’iyah Sukorejo itu menjabarakan bahwa di dalam Alqur’an maupun hadis tidak ditemukan ajaran-ajaran tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan.

Kaum muslimin bebas untuk memilih bentuk negara tertentu dan memilih sistem pemerintahan tertentu sesuai situasi dan kondisi yang ada di wilayahnya.

Mantan Katib Syuriah PBNU itu juga menyebutkan bahwa yang ada dalam Islam adalah prinsip-prinsip umum yang apabila ditegakkan akan terwujudlah negara Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah musyawarah, kesetaraan, kebebasan (yang tidak melanggar nilai-nilai Islam), dan keadilan.

“Seakan-akan selama ini dikatakan bahwa Islam sangat terlambat. Bahkan dianggap tidak update, tidak now. Islam adalah nilai-nilai zaman old, zaman kuno,” kata DR Nurul Ghufron menanggapi buku dan pemaparan KH Afifuddin.

Nurul memaparkan, dialektika Alqur’an dan hadis selalu hadir bersama realitas kekinian. Bertolak belakang dari itu, ada juga kelompok-kelompok yang menganggap bahwa negara Indonesia adalah negara toghut karena tidak menamai dirinya sebagai negara Islam.

Dari buku dicerahkan bahwa Islam ditopang dengan 3 pondasi utama yaitu, tauhid, syariah dan akhlaq (tasawuf). Tauhid keyaqinan akan keesaan Allah adalah sesuatu yang mendasar, tidak berbeda dimanapun. Syariah (hukum) adalah dialektikan nash Alquran dan hadis dengan realitas sosial, sehingga Islam memungkinkan berkembang dan berubah sesuai konteks sosialnya.

Syariat Islam di Indonesia bisa berbeda dengan syariah Islam di eropa, Amaerika bahkan di kutub. Hal yang demikian tidak perlu dipersalahkan bahwa syariah di daerah yang berbeda dianggap tidak Islam. “Demi pertimbangan kemaslahatan pada konteksnya masing-masing, hukum Islam boleh berubah dan karenanya berbeda hal inilah yang menunjukkan universalnya Islam,” jelas DR Nurul Ghufron.

DR Nurul Ghufron menyebutkan, sebenarnya negara ini sudah menerapkan prinsip-prinsip yang diajarkan Islam. Misalnya saja dengan adanya mekanisme check and balance rakyat bisa mengawasi kerja aparatur Negara. Bahkan antarlembaga negara pun saling mengawasi.

Negara juga menempatkan warga negaranya di posisi yang setara. Selain itu, mekanisme pembentukan undang-undang pun dilakukan dengan bermusyawarah. Misalnya saja dalam hal pemberantasan minuman keras, DPR merumuskannya dengan mengambil materi substansi dari Alqur’an dan hadis, melalui mekanisme musyawarah.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu menilai buku KH Afifuddin itu hadir di waktu yang tepat. Yaitu saat orang-orang sekuler meminta serta memaksa agama (Islam) dikeluarkan dari ketatanegaraan. Di sisi lain sebagian kalangan Islam yang meminta Islam dijadikan format dari seluruh ketatanegaraan.

Lebih lanjut ia menyarankan agar ke depannya buku yang dihasilkan dari kumpulan makalah KH Afifuddin itu bisa dirumuskan menjadi sebuah buku khusus yang terstruktur. Yaitu membahas secara khusus tentang ketatanegaraan dalam perspektif Islam juga pada bidang spesifik ketatanegaraan yang semakin kompleks dan detil.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6938 seconds (0.1#10.140)