Politik Tanah Air 2017 Didominasi Isu-isu Terkait Pilkada DKI

Kamis, 28 Desember 2017 - 17:26 WIB
Politik Tanah Air 2017 Didominasi Isu-isu Terkait Pilkada DKI
Politik Tanah Air 2017 Didominasi Isu-isu Terkait Pilkada DKI
A A A
JAKARTA - Pelaksana Tugas Ketua DPR Fadli Zon memberikan refleksi atas kehidupan politik dalam satu tahun terakhir.

Menurut dia, ada beberapa kata kunci yang telah meramaikan jagat politik Indonesia sepanjang 2017, yaitu hoax, SARA, toleransi, politik identitas, dan UU Ormas. Fadli menilai semuanya bukanlah isu yang menyenangkan.

“Wajah dunia politik kita sepanjang tahun 2017 sepertinya sangat dipengaruhi oleh wajah Pilkada DKI. Hampir seluruh isu yang mewarnai Pilkada DKI, mulai dari isu SARA, politik identitas, atau isu hoax yang oleh para pengamat di-framing sebagai kebangkitan populisme kanan, kemudian bergema secara nasional,” kata Fadli dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (28/12/2017)

Menurut dia, sebagai bangsa majemuk, bangkitnya wacana politik identitas pantas membuat kita berkaca diri. Politik identitas dikatakannya erat kaitanya dengan proses aksi reaksi di lingkungan masyarakat.

Fadli pun bertanya-tanya apa yang telah membuat politik identitas seolah kembali bangkit belakangan ini. “Sejak awal saya berpandangan jika perbenturan keras yang terjadi selama periode kampanye Pilkada DKI kemarin terlalu gegabah jika hanya didudukkan semata sebagai persoalan sektarian versus kebhinekaan. Meminjam analisisnya Inglehart dan Norris, populisme biasanya berkembang karena dua faktor, yaitu kesenjangan ekonomi dan terjadinya benturan kebudayaan,” tandas Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Dia berpandangan jika bangkitnya politik identitas yang terjadi belakangan ini tak berangkat dari tergerusnya komitmen masyarakat terhadap kebinekaan. "Tetapi karena dipancing oleh meningkatnya ketidakadilan sosial. Jangan lupa, indeks ketimpangan ekonomi tertinggi sepanjang sejarah Indonesia terjadinya di masa pemerintahan Pak Jokowi ini," tuturnya.

Di luar soal ekonomi, kata dia, benturan kultural juga bisa jadi pemicu munculnya populisme. Menurut Fadli, kenapa populisme sangat mewarnai Pilkada DKI, misalnya, juga karena gesekan kebudayaan ini.

Dia mengatakan, di balik "hutan beton" Jakarta, sebagaimana halnya kota-kota tua lain, banyak orang lupa Jakarta juga sebuah tempat yang memiliki identitas dan jejak historis yang panjang.

Menurut dia, ketika identitas dan jejak historis itu dipinggirkan, dikaburkan, dan bahkan entah secara sengaja maupun tak sengaja sedang coba dikuburkan melalui sejumlah agenda ekonomi dan politik ruang oleh Gubernur DKI yang lama, tentu akan ada resistensi dari mereka yang merasa terikat pada identitas-identitas tradisional tersebut.

Resistensi itu, kata dia, kemudian telah melahirkan apa yang oleh para pengamat disebut sebagai kebangkitan populisme tadi. Menurut dia, resep untuk mengatasi gejala menguatnya politik identitas bukan dengan melakukan kegiatan indoktrinasi, melainkan menata kebijakan ekonomi dan politik, termasuk politik tata ruang yang lebih adil dan mengakomodasi kepentingan mereka yang selama ini termarjinalkan.

“Kita akan segera menginjak tahun politik. Penting buat pemerintah untuk menjaga situasi agar tetap kondusif. Untuk itu, ruang publik kita mestinya makin bersih dari hoax dan ujaran kebencian," kata Fadli.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3010 seconds (0.1#10.140)