Eks Ketua KPK Ngaku Pernah Diminta Hentikan Kasus E-KTP Setnov, Ini Respons Istana
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo mengaku bahwa dirinya pernah diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto (Setnov). Hal tersebut terjadi saat Agus menghadap Presiden Jokowi di Istana.
Menanggapi hal itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menegaskan bahwa pertemuan Agus dengan Presiden Jokowi tidak pernah ada dalam agenda kepresidenan.
"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," ujar Ari dalam keterangannya, Jumat (1/12/2023).
Ari mengatakan bahwa dalam kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.
"Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik," jelas Ari.
Ari juga menekankan bahwa revisi UU KPK bukan inisiatif dari pemerintah melainkan DPR.
"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," ungkapnya.
Diketahui, mantan Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus e-KTP yang menjerat Setnov. Pertemuan keduanya digelar di Istana.
Saat memasuki Istana, Agus menyebut bahwa Presiden sedang marah. Saat diperintahkan untuk duduk dan berpikir sejenak, Agus baru mengetahui bahwa dirinya diminta untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP.
“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” kata Agus.
“Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Presiden Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” sambung Agus.
Agus pun menolak perintah tersebut. Dirinya mengatakan bahwa Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP dengan tersangka Setnov sudah terbit tiga minggu sebelumnya.
Sementara, pada saat itu belum ada aturan hukum di KPK yang memperbolehkan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK, itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu,” kata Agus.
Lihat Juga: Siapa Hendry Lie yang Diringkus Kejagung di Soetta? Ini Profil, Kekayaan, dan Proses Hukumnya
Menanggapi hal itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menegaskan bahwa pertemuan Agus dengan Presiden Jokowi tidak pernah ada dalam agenda kepresidenan.
"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," ujar Ari dalam keterangannya, Jumat (1/12/2023).
Ari mengatakan bahwa dalam kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.
"Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik," jelas Ari.
Ari juga menekankan bahwa revisi UU KPK bukan inisiatif dari pemerintah melainkan DPR.
"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," ungkapnya.
Diketahui, mantan Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta Presiden Jokowi untuk menghentikan kasus e-KTP yang menjerat Setnov. Pertemuan keduanya digelar di Istana.
Saat memasuki Istana, Agus menyebut bahwa Presiden sedang marah. Saat diperintahkan untuk duduk dan berpikir sejenak, Agus baru mengetahui bahwa dirinya diminta untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP.
“Presiden sudah marah menginginkan, karena baru masuk itu beliau sudah ngomong, ‘hentikan!’,” kata Agus.
“Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Presiden Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” sambung Agus.
Agus pun menolak perintah tersebut. Dirinya mengatakan bahwa Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) kasus e-KTP dengan tersangka Setnov sudah terbit tiga minggu sebelumnya.
Sementara, pada saat itu belum ada aturan hukum di KPK yang memperbolehkan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu di KPK, itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan itu,” kata Agus.
Lihat Juga: Siapa Hendry Lie yang Diringkus Kejagung di Soetta? Ini Profil, Kekayaan, dan Proses Hukumnya
(kri)