Kontroversi Metode Omnibus dalam RPP Kesehatan Menuai Pertanyaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah pihak telah mengirim surat kepada Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) meminta audiensi terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Kesehatan. Meski demikian, Kemensetneg mengarahkan hal ini kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai inisiator RPP Kesehatan.
Salah satu organisasi yang turut mempertanyakan adalah Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) yang menyoroti metode omnibus dalam penyusunan RPP. Ketua Gaprindo Benny Wachjudi mengungkapkan aturan mengenai itu sebelumnya merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang terpisah dari pengaturan bidang kesehatan lainnya.
"Kami ingin mendiskusikan hal ini karena melihat bahwa ekosistem tembakau berbeda," kata Benny dalam siaran persnya, Kamis (23/11/2023).
Benny menyoroti keragaman aspek dalam RPP Kesehatan, yang diisi oleh beberapa rumpun yang tidak seragam. Sebagai contoh, aspek rumah sakit, obat, pasien, transplantasi organ, hingga dokter mungkin tepat diatur bersama karena berkaitan dengan rumpun kesehatan.
Namun, untuk produk tembakau, ekosistemnya dinilai berbeda karena terkait dengan penerimaan negara, cukai, dan petani, meskipun memiliki kaitan dengan kesehatan. "Maka dari itu, kami ingin bertanya kepada Setneg, karena mereka yang paham ketatanegaraan," kata Benny.
Sebagai informasi, pemerintah melalui Kemenkes tengah merancang RPP Kesehatan dengan metode omnibus, menggabungkan semua aspek yang tercakup dalam UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. RPP Kesehatan diharapkan dapat mengatur beragam aspek kesehatan dan industri terkait, termasuk pengendalian zat adiktif tembakau.
Guru Besar Hukum Universitas Lambung Mangkurat Ifrani menyampaikan catatan khusus terkait RPP Kesehatan yang dirancang dengan metode omnibus. Ia menyarankan agar implementasi PP lebih efektif jika dibuat terpisah sesuai dengan kompleksitas masing-masing aspek.
"Peraturan pelaksana dalam bentuk omnibus dapat menimbulkan permasalahan baru dalam implementasinya, mengingat fungsi dari peraturan pelaksana adalah untuk menjadi pedoman teknis yang memudahkan pengguna untuk menjalankan ketentuan perundang-undangan," kata Ifrani.
Ifrani menekankan kehati-hatian dalam menggunakan metode omnibus. Dalam beberapa kasus, penggunaan omnibus dapat memberikan manfaat, tetapi manfaat tersebut tidak selalu berlaku pada semua lapisan produk hukum di Indonesia.
Salah satu organisasi yang turut mempertanyakan adalah Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) yang menyoroti metode omnibus dalam penyusunan RPP. Ketua Gaprindo Benny Wachjudi mengungkapkan aturan mengenai itu sebelumnya merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang terpisah dari pengaturan bidang kesehatan lainnya.
"Kami ingin mendiskusikan hal ini karena melihat bahwa ekosistem tembakau berbeda," kata Benny dalam siaran persnya, Kamis (23/11/2023).
Benny menyoroti keragaman aspek dalam RPP Kesehatan, yang diisi oleh beberapa rumpun yang tidak seragam. Sebagai contoh, aspek rumah sakit, obat, pasien, transplantasi organ, hingga dokter mungkin tepat diatur bersama karena berkaitan dengan rumpun kesehatan.
Namun, untuk produk tembakau, ekosistemnya dinilai berbeda karena terkait dengan penerimaan negara, cukai, dan petani, meskipun memiliki kaitan dengan kesehatan. "Maka dari itu, kami ingin bertanya kepada Setneg, karena mereka yang paham ketatanegaraan," kata Benny.
Sebagai informasi, pemerintah melalui Kemenkes tengah merancang RPP Kesehatan dengan metode omnibus, menggabungkan semua aspek yang tercakup dalam UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. RPP Kesehatan diharapkan dapat mengatur beragam aspek kesehatan dan industri terkait, termasuk pengendalian zat adiktif tembakau.
Guru Besar Hukum Universitas Lambung Mangkurat Ifrani menyampaikan catatan khusus terkait RPP Kesehatan yang dirancang dengan metode omnibus. Ia menyarankan agar implementasi PP lebih efektif jika dibuat terpisah sesuai dengan kompleksitas masing-masing aspek.
"Peraturan pelaksana dalam bentuk omnibus dapat menimbulkan permasalahan baru dalam implementasinya, mengingat fungsi dari peraturan pelaksana adalah untuk menjadi pedoman teknis yang memudahkan pengguna untuk menjalankan ketentuan perundang-undangan," kata Ifrani.
Ifrani menekankan kehati-hatian dalam menggunakan metode omnibus. Dalam beberapa kasus, penggunaan omnibus dapat memberikan manfaat, tetapi manfaat tersebut tidak selalu berlaku pada semua lapisan produk hukum di Indonesia.
(rca)