Jaksa Agung Ungkap Kendala Tangani Tindak Pidana Pemilu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan kendala dalam penanganan perkara tindak pidana pemilu oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Menurutnya, kendala yang dihadapi adalah delik yang ancaman hukuman pidananya di bawah 5 tahun.
Hal itu disampaikan Jaksa Agung saat rapat kerja bersama Komisi III DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/11/2023).
"Kendala dalam penanganan perkara tindak pidana pemilu masih kerap terjadi, khususnya terhadap delik yang diancam pidana penjara di bawah 5 tahun yang tidak dapat dilakukan penahanan," kata Burhanuddin dalam paparannya.
Seringkali celah itu dimanfaatkan oleh pelaku untuk menghindari jerat hukum dengan cara mengulur waktu proses penanganan perkara tindak pidana pemilu. "Karena dianggap lewat waktu atau kedaluarsa,” ujarnya.
Jaksa Agung berpandangan pola koordinasi check and balances ini diharapkan menciptakan kesepahaman, sehingga penanganan perkara tindak pidana pemilu dapat dilaksanakan lebih cepat, tepat guna prinsip netralitas dalam penanganannya.
"Secara ringkas pola koordinasi yang dilakukan Kejaksaan pada Sentra Gakkumdu dengan pembahasan bersama untuk menyamakan persepsi dalam sistem Gakkumdu dalam setiap tahapan," katanya.
Menurutnya, pola itu diatur dalam Bab IV Peraturan Bawaslu Nomor 3 Tahun 2023 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilu yang terdiri 8 tahapan, yaitu kajian pelanggaran pemilu, penyelidikan, rapat pleno pengawas pemilu, penerusan, penyidikan, praperadilan, penuntutan dan pelaksanaan putusan.
Ia menyebut hal yang baru dalam pola koordinasi penanganan perkara pemilu, yaitu jaksa memiliki tugas dan kewajiban untuk melakukan pemantauan penuntutan dengan melaporkan secara tertulis setiap kegiatan penuntutan kepada Sentra Gakkumdu maupun disampaikan dalam setiap tahap pembahasan yang diikuti Sentra Gakkumdu.
"Dalam rangka pelaksanaan legitimasi Kejaksaan untuk menjaga netralitas dalam rangka mendukung menyukseskan penyelenggaraan pemilu serentak 2024," katanya.
Hal itu disampaikan Jaksa Agung saat rapat kerja bersama Komisi III DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/11/2023).
"Kendala dalam penanganan perkara tindak pidana pemilu masih kerap terjadi, khususnya terhadap delik yang diancam pidana penjara di bawah 5 tahun yang tidak dapat dilakukan penahanan," kata Burhanuddin dalam paparannya.
Seringkali celah itu dimanfaatkan oleh pelaku untuk menghindari jerat hukum dengan cara mengulur waktu proses penanganan perkara tindak pidana pemilu. "Karena dianggap lewat waktu atau kedaluarsa,” ujarnya.
Jaksa Agung berpandangan pola koordinasi check and balances ini diharapkan menciptakan kesepahaman, sehingga penanganan perkara tindak pidana pemilu dapat dilaksanakan lebih cepat, tepat guna prinsip netralitas dalam penanganannya.
"Secara ringkas pola koordinasi yang dilakukan Kejaksaan pada Sentra Gakkumdu dengan pembahasan bersama untuk menyamakan persepsi dalam sistem Gakkumdu dalam setiap tahapan," katanya.
Menurutnya, pola itu diatur dalam Bab IV Peraturan Bawaslu Nomor 3 Tahun 2023 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilu yang terdiri 8 tahapan, yaitu kajian pelanggaran pemilu, penyelidikan, rapat pleno pengawas pemilu, penerusan, penyidikan, praperadilan, penuntutan dan pelaksanaan putusan.
Ia menyebut hal yang baru dalam pola koordinasi penanganan perkara pemilu, yaitu jaksa memiliki tugas dan kewajiban untuk melakukan pemantauan penuntutan dengan melaporkan secara tertulis setiap kegiatan penuntutan kepada Sentra Gakkumdu maupun disampaikan dalam setiap tahap pembahasan yang diikuti Sentra Gakkumdu.
"Dalam rangka pelaksanaan legitimasi Kejaksaan untuk menjaga netralitas dalam rangka mendukung menyukseskan penyelenggaraan pemilu serentak 2024," katanya.
(abd)