Perkuat Sinergi Pembinaan Napiter, Dirjenpas dan Kepala BNPT Tinjau Lapas Nusakambangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kementerian Hukum dan HAM Reynhard Silitonga bersama Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel meninjau Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Nusakambangan , Cilacap, Jawa Tengah, Sabtu 11 November 2023.
Upaya ini dilakukan sebagai bentuk sinergitas serta memperkuat penanganan dan pembinaan narapidana terorisme (napiter).
Program deradikalisasi bagi napiter di wilayah Nusakambangan atau standby force Nusakambangan telah dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan Terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.
Petugas Pemasyarakatan melaksanakan program deradikalisasi kepada napiter berupa rehabilitasi, reedukasi, dan reintegrasi sosial dengan melibatkan berbagai pihak, salah satunya BNPT.
“Tugas kami melakukan pembinaan kepada Warga Binaan, yaitu pembinaan kepribadian dan kemandirian. Tujuannya agar mereka tidak mengulangi tindak pidananya lagi ketika kembali ke masyarakat,” tutur Reynhard di Lapas Kelas IIA Karanganyar, Nusakambangan.
Terkait tindak pidana terorisme, terdapat sejumlah napiter yang saat ini tengah menjalankan pidana dan mengikuti pembinaan di tujuh Lapas yang tersebar di Nusakambangan. Bahkan di antaranya telah berikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Para napiter tersebut ditempatkan pada Lapas Super Maximum Security, Maximum Security, Medium Security, dan Minimum Security berdasarkan hasil asesmen risiko masing-masing.
Lebih lanjut, Reynhard menerangkan risiko-risiko yang dihadapi oleh petugas Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas pembinaan, seperti mayoritas narapidana risiko tinggi, ancaman keluarga dari luar Lapas, hingga risiko alam seperti cuaca buruk.
“Dibutuhkan peningkatan kerja sama yang baik dan dukungan dari Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya BNPT, untuk mendukung proses pembinaan dan deradikalisasi napiter di wilayah Nusakambangan,” harap Reynhard.
Peningkatan dukungan juga diberikan oleh BNPT. Antara lain dalam bentuk program konseling psikologi, kerja sama antarlembaga/kementerian dalam pembinaan napiter, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, peningkatan sumber daya manusia wali/pamong napiter melalui pelatihan kewirausahaan.
Sementara Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel menerangkan, pembinaan untuk napiter bukan hanya sekadar pembinaan biasa, tetapi bagaimana APH dapat mengubah perilaku dan mindset mereka ke arah yang lebih baik.
“Ditjenpas dan BNPT perlu memiliki satu sistem bersama untuk mengontrol narapidana, khususnya teroris, dan itu butuh diskusi bersama, duduk bersama untuk mengevaluasi dan memberikan inovasi baru agar tercipta sistem yang lebih baik," jelasnya.
Apresiasi turut disampaikan oleh Rycko selaku Kepala BNPT kepada Dirjenpas atas kerja sama yang telah terjalin dan berjalan baik selama ini. Keduanya kemudian meninjau sejumlah fasilitas yang ada di Lapas Karanganyar.
Upaya ini dilakukan sebagai bentuk sinergitas serta memperkuat penanganan dan pembinaan narapidana terorisme (napiter).
Program deradikalisasi bagi napiter di wilayah Nusakambangan atau standby force Nusakambangan telah dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Pelindungan Terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.
Petugas Pemasyarakatan melaksanakan program deradikalisasi kepada napiter berupa rehabilitasi, reedukasi, dan reintegrasi sosial dengan melibatkan berbagai pihak, salah satunya BNPT.
“Tugas kami melakukan pembinaan kepada Warga Binaan, yaitu pembinaan kepribadian dan kemandirian. Tujuannya agar mereka tidak mengulangi tindak pidananya lagi ketika kembali ke masyarakat,” tutur Reynhard di Lapas Kelas IIA Karanganyar, Nusakambangan.
Terkait tindak pidana terorisme, terdapat sejumlah napiter yang saat ini tengah menjalankan pidana dan mengikuti pembinaan di tujuh Lapas yang tersebar di Nusakambangan. Bahkan di antaranya telah berikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Para napiter tersebut ditempatkan pada Lapas Super Maximum Security, Maximum Security, Medium Security, dan Minimum Security berdasarkan hasil asesmen risiko masing-masing.
Lebih lanjut, Reynhard menerangkan risiko-risiko yang dihadapi oleh petugas Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas pembinaan, seperti mayoritas narapidana risiko tinggi, ancaman keluarga dari luar Lapas, hingga risiko alam seperti cuaca buruk.
“Dibutuhkan peningkatan kerja sama yang baik dan dukungan dari Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya BNPT, untuk mendukung proses pembinaan dan deradikalisasi napiter di wilayah Nusakambangan,” harap Reynhard.
Peningkatan dukungan juga diberikan oleh BNPT. Antara lain dalam bentuk program konseling psikologi, kerja sama antarlembaga/kementerian dalam pembinaan napiter, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, peningkatan sumber daya manusia wali/pamong napiter melalui pelatihan kewirausahaan.
Sementara Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel menerangkan, pembinaan untuk napiter bukan hanya sekadar pembinaan biasa, tetapi bagaimana APH dapat mengubah perilaku dan mindset mereka ke arah yang lebih baik.
“Ditjenpas dan BNPT perlu memiliki satu sistem bersama untuk mengontrol narapidana, khususnya teroris, dan itu butuh diskusi bersama, duduk bersama untuk mengevaluasi dan memberikan inovasi baru agar tercipta sistem yang lebih baik," jelasnya.
Apresiasi turut disampaikan oleh Rycko selaku Kepala BNPT kepada Dirjenpas atas kerja sama yang telah terjalin dan berjalan baik selama ini. Keduanya kemudian meninjau sejumlah fasilitas yang ada di Lapas Karanganyar.
(thm)