Paman Anwar Usman Dipecat dari Ketua MK, Pakar Hukum Kritisi Pencawapresan Gibran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Semestinya Cawapres Koalisi Indonesia Maju (KIM) yakni Gibran Rakabuming Raka punya rasa malu dan mundur usai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan Ketua MK Anwar Usman dari jabatannya. Hal ini ditegaskan oleh Dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) sekaligus Anggota CALS, Herlambang P Wiratraman.
Diketahui, MKMK memberi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) kepada Anwar yang merupakan paman Gibran Rakabuming Raka atas pelanggaran etik berat dalam putusan perkara 90 batas usia Capres-Cawapres.
"Cawapres Gibran semestinya pun punya rasa malu dan mundur," ujar Herlambang kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (8/11/2023).
Herlambang menjelaskan, Gibran naik sebagai Cawapres 2024 karena bantuan sang paman Ketua MK yang syarat konflik kepentingan.
"Bahwa dia bisa naik kekuasaan sebagai cawapres dengan segera karena pamannya yang terlibat konflik kepentingan, termasuk dalam memutus di MK. Singkatnya, legitimasi etisnya runtuh," ucapnya.
Sekadar informasi, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat. Sebab, paman Gibran Rakabuming Raka tersebut tidak mengundurkan diri dari perkara yang berkaitan dengan keponakannya tersebut.
Berikut amar putusan :
1. Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan;
2. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor;
3. Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
4. Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir;
5. Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
Diketahui, MKMK memberi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) kepada Anwar yang merupakan paman Gibran Rakabuming Raka atas pelanggaran etik berat dalam putusan perkara 90 batas usia Capres-Cawapres.
"Cawapres Gibran semestinya pun punya rasa malu dan mundur," ujar Herlambang kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (8/11/2023).
Herlambang menjelaskan, Gibran naik sebagai Cawapres 2024 karena bantuan sang paman Ketua MK yang syarat konflik kepentingan.
"Bahwa dia bisa naik kekuasaan sebagai cawapres dengan segera karena pamannya yang terlibat konflik kepentingan, termasuk dalam memutus di MK. Singkatnya, legitimasi etisnya runtuh," ucapnya.
Sekadar informasi, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat. Sebab, paman Gibran Rakabuming Raka tersebut tidak mengundurkan diri dari perkara yang berkaitan dengan keponakannya tersebut.
Berikut amar putusan :
1. Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan;
2. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor;
3. Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
4. Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir;
5. Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
(maf)