Ini Catatan Kritis Pelayanan Haji di Kota Mekkah

Senin, 02 Oktober 2017 - 11:02 WIB
Ini Catatan Kritis Pelayanan Haji di Kota Mekkah
Ini Catatan Kritis Pelayanan Haji di Kota Mekkah
A A A
MADINAH - Operasional Daerah Kerja (Daker) Mekkah pada musim haji ini telah ditutup seiring bersihnya Kota Mekkah dari jamaah haji Indonesia. Para petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) setempat pun sudah diterbangkan ke Tanah Air.

Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Mekkah, Nasrullah Jasam menilai tak ada masalah berarti di wilayah kerjanya selama melayani jamaah haji. Hanya, dia tetap mencatat ada sejumlah layanan yang harus diperbaiki dalam penyelenggaraan haji tahun berikutnya.

“Ada masalah, tapi alhamdulillah masih bisa kami atasi dengan segera,” ujar Nasrullah Jasam, Minggu 1 Oktober 2017.

Hal-hal yang menjadi perhatian pada pelaksanaan layanan di Mekkah, antara lain masalah akomodasi. Di masa-masa puncak haji ada pemondokan atau hotel yang listriknya bermasalah.

“Sering terjadi pada tahun-tahun lalu karena beban daya yang memang sangat tinggi. Hanya kemarin waktu pengadaan sudah kami cek gensetnya, tapi seharusnya ketika sebelum kedatangan jamaah harus dicek kembali. Nah kemarin belum sempat dicek ulang,” papar mantan Kadaker Madinah ini.

Persoalan kedua terkait penyediaan katering. Dikatakannya, jamaah meminta selama di Mekkah setiap hari diberi jatah katering. “Ada 25 hari atau hampir satu bulan. Sementara layanan yang PPIH berikan hanya 12 hari plus Armina atau sekitar 16–17 hari. Sisanya jamaah diminta membeli makanan sendiri,” tutur Nasrullah.

Dia menjelaskan, masalahnya adalah pada distribusi makanan, khususnya saat mendekati dan setelah masa puncak haji. Di samping itu, sulit sekali mencari perusahaan yang qualified (berkompeten) melayani jamaah.

“Karena catatan yang ada selama ini menunjukkan ada yang telat distribusi, lauknya di bawah standar yang disepakati. Memang ada konsekuensinya dalam kontrak,” ucapnya.

Pihaknya akan mempelajari kemungkinan tersebut lantaran di satu sisi kesulitan mendistribusikan, tapi jamaah butuh makan. Dan di sisi lainnya jamaah memang tidak boleh memasak di pemondokan.

“Selama tidak mendapatkan makanan, jamaah beli ke toko atau warung. Imbasnya, mungkin dari sisi gizi dan kebersihan tidak standar. Ini semua catatan bagi kami,” cetusnya.

Sementara pada layanan transportasi ada kendala pada bus antarkota. Bus yang tersedia ternyata banyak yang tidak bisa mengangkut semua tas jamaah. “Memang disediakan truk pengangkut dari perusahaan bus. Namun ini tetap menjadi catatan kami,” katanya tegas.

Masih masalah transportasi, lanjut dia, setelah prosesi Armina banyak jamaah yang harus tawaf ifadah karena dalam waktu dua pascapuncak haji harus pulang ke Tanah Air. Hambatannya, Bus Shalawat belum beroperasi saat itu.

Karena itu diperlukan kendaraan yang dapat melayani jamaah pergi pulang ke Masjidil Haram supaya tidak mengganggu jadwal kepulangan jamaah. “Tahun ini kami gunakan bus coster dari Daker Mekkah. Alhamdulillah masalah itu teratasi,” katanya.

Sekadar informasi, pemulangan jamaah gelombang pertama dari Mekkah melalui Bandara Jeddah telah berakhir pada 21 September 2017. Sedangkan pendorongan jamaah haji gelombang kedua dari Mekkah menuju Madinah telah tuntas pada 26 September lalu. Praktis sekarang ini tak ada jamaah haji Indonesia yang berada di Mekkah.

Kepulangan Jamaah Indonesia

Sementara itu, Kepala Seksi Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Daker Madinah, Reza Muhammad Marzal menginformasikan, per 1 Oktober 2017 pukul 19.00 WAS sudah 445 kelompok terbang (kloter) dengan 177.155 jamaah haji, dan 2.213 petugas telah diberangkatkan ke kampung halamannya.

“Total 179.368 orang sudah dipulangkan ke Indonesia. Dari Bandara Jeddah 101.876 orang dan Bandara Madinah 77.492 orang. Sedangkan jamaah yang wafat sudah mencapai 640 orang,” kata Siskohat Daker Madinah, Reza Muhammad Marzal.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5346 seconds (0.1#10.140)