Jimly: MKMK Sudah Lihat CCTV Dugaan Pelanggaran Administrasi Putusan Batas Usia Capres
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bakal memeriksa panitera yang menangani perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres cawapres. Pemanggilan itu terkait dugaan pelanggaran administrasi.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menuturkan pelanggaran administrasi tersebut merupakan salah satu isu yang dipermasalahkan oleh para pelapor. "Ada kaitan dengan masalah admnistrasi ini. Kita mau panggil. Kita juga sudah lihat CCTV nya, nah sudah kita lihat aja itu," ucapnya seusai sidang pemeriksaan laporan pelanggaran kode etik, Rabu (1/11/2023).
Jimly menuturkan MKMK juga akan memanggil dan memeriksa Arief Hidayat dan Anwar Usman. Sebab, keduanya berkaitan dengan tugas panitera. "Ada kaitannya dengan tugas panitera juga, ada bebrapa isu yang terkait dengan mereka juga soal prosedur administrasi, misal prosedur persidangan," ucapnya.
Jimly lantas merangkum isu yang dipermasalahkan dalam laporan pelanggaran kode etik yang mengacu pada perkara batas usia capres-cawapres 40 tahun atau punya pengalaman menjabat sebagai kepala daerah. Yang pertama, soal dugaan konflik kepentingan Ketua MK, Anwar Usman dalam perkara tersebut. Di mana, Anwar Usman tidak mundur dari perkara tersebut padahal dia merupakan paman Gibran Raka Buming Raka.
Kedua, soal hakim yang membicarakan substansi perkara tersebut di ruang publik. Diketahui, Anwar Usman yang membicarakan hal tersebut saat mengisi materi di salah satu kampus di Semarang beberapa waktu lalu.
"Ketiga, ini ada hakim yang menulis dissenting opinion tapi bukan mengenai substansi. Jadi dissenting opinion itu kan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya juga ada keluh kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Padahal itu adalah internal," jelas Jimly.
Keempat, soal hakim yang berbicara terkait permasalahan di internal MK. Hakim yang dimaksud yakni Arief Hidayat yang mengatakan ada prahara di MK saat mengisi acara Kemenkumham, Jakarta beberapa waktu lalu.
Kelima, soal pelanggaran prosedur registrasi dan persidangan yang diduga ada intervensi dari Anwar Usman. Perkara tersebut kata dia sudah dicabut dan pokoknya diperiksa. Oleh sebab itu, MKMK berencana memeriksa paniteranya usai hakim. "Ini ada masalah yudisial government. Ini enggak boleh terjadi. Ini berpengaruh kemana mana. Salah etika, profesionalisme, dan juga memengaruhi putusan," tuturnya.
Keenam, soal pembentukan MKMK yang dinilai lambat. Di mana, MKMK dibentuk setelah banyaknya laporan soal kode etik banyak yang masuk. Padahal, laporan pertama masuk pada Agustus 2023 oleh Denny Indrayana. Hal itu dipersoalkan oleh Zico Simanjuntak. "Dia persoalkan, dia minta ada saksi-saksi karena dia mengajukan laporan kode etik tapi tidak di proses. sengaja tidak di bentuk. Nah itu soal etik juga," katanya.
Ketujuh, soal semrawutnya mekanisme pengambilan keputusan. Kedelapan, soal MK yabg diduga dijadikan alat politik praktis. "MK dijadikan alat politik. Politik praktis dan lain-lain, memberi kesempatan kekuatan dari luar mengintervensi ke dalam dengan nada kesengajaan. Itu ada juga yang mempersoalkan kaya gitu," katanya.
Kesembilan, soal berita salah satu media nasional terkait permasalahan sidang putusan perkara tersebut. Di mana, kata Jimly media tersebut menjelaskan secara rinci yang sebenarnya hanya internal MK saja yang seharusnya mengetahui.
"Artinya ada masalah serius di dalam. Kan enggak boleh yang rahasia kok ketahuan kaya CCTV. Kaya Pak Petrus ini punya CCTV nonton bagaimana berdebatnya hakim. Sampe begitu kok tahu semua. Berarti ada masalah. Sumber dari dalam. Bisa hakimnya bisa karyawannya," urai Jimly
Untuk diketahui, laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman ini bermula ketika para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Tepatnya, soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres), dari 11 gugatan hanya 1 saja yang dikabulkan oleh MK.
Yakni gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A. Dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
Gugatan tersebut ditengarai untuk memuluskan Gibran Raka Buming Raka menjadi Cawapres. Sebab, dia baru berusia 36 tahun namun memiliki pengalaman menjadi Wali Kota Solo.
Sepekan pasca uji materiil itu dikabulkan MK, Gibran resmi diumumkan menjadi cawapres mendampingi Capres Prabowo Subianto, Minggu, 22 Oktober 2023. Mereka juga sudah mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pasangan capres-cawapres.
Hubungan kekeluargaan antara Gibran dan Anwar Usman pun disorot. Anwar merupakan paman dari Gibran. Lantaran hubungan kekeluargaan itu, Anwar Usman dikhawatirkan ada konflik kepentingan dalam perkara tersebut. Saat ini, ada 18 laporan soal pelanggaran kode etik tersebut yang ditangani MKMK. (Irfan Maulana/MPI)
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menuturkan pelanggaran administrasi tersebut merupakan salah satu isu yang dipermasalahkan oleh para pelapor. "Ada kaitan dengan masalah admnistrasi ini. Kita mau panggil. Kita juga sudah lihat CCTV nya, nah sudah kita lihat aja itu," ucapnya seusai sidang pemeriksaan laporan pelanggaran kode etik, Rabu (1/11/2023).
Jimly menuturkan MKMK juga akan memanggil dan memeriksa Arief Hidayat dan Anwar Usman. Sebab, keduanya berkaitan dengan tugas panitera. "Ada kaitannya dengan tugas panitera juga, ada bebrapa isu yang terkait dengan mereka juga soal prosedur administrasi, misal prosedur persidangan," ucapnya.
Jimly lantas merangkum isu yang dipermasalahkan dalam laporan pelanggaran kode etik yang mengacu pada perkara batas usia capres-cawapres 40 tahun atau punya pengalaman menjabat sebagai kepala daerah. Yang pertama, soal dugaan konflik kepentingan Ketua MK, Anwar Usman dalam perkara tersebut. Di mana, Anwar Usman tidak mundur dari perkara tersebut padahal dia merupakan paman Gibran Raka Buming Raka.
Kedua, soal hakim yang membicarakan substansi perkara tersebut di ruang publik. Diketahui, Anwar Usman yang membicarakan hal tersebut saat mengisi materi di salah satu kampus di Semarang beberapa waktu lalu.
"Ketiga, ini ada hakim yang menulis dissenting opinion tapi bukan mengenai substansi. Jadi dissenting opinion itu kan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya juga ada keluh kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Padahal itu adalah internal," jelas Jimly.
Keempat, soal hakim yang berbicara terkait permasalahan di internal MK. Hakim yang dimaksud yakni Arief Hidayat yang mengatakan ada prahara di MK saat mengisi acara Kemenkumham, Jakarta beberapa waktu lalu.
Kelima, soal pelanggaran prosedur registrasi dan persidangan yang diduga ada intervensi dari Anwar Usman. Perkara tersebut kata dia sudah dicabut dan pokoknya diperiksa. Oleh sebab itu, MKMK berencana memeriksa paniteranya usai hakim. "Ini ada masalah yudisial government. Ini enggak boleh terjadi. Ini berpengaruh kemana mana. Salah etika, profesionalisme, dan juga memengaruhi putusan," tuturnya.
Keenam, soal pembentukan MKMK yang dinilai lambat. Di mana, MKMK dibentuk setelah banyaknya laporan soal kode etik banyak yang masuk. Padahal, laporan pertama masuk pada Agustus 2023 oleh Denny Indrayana. Hal itu dipersoalkan oleh Zico Simanjuntak. "Dia persoalkan, dia minta ada saksi-saksi karena dia mengajukan laporan kode etik tapi tidak di proses. sengaja tidak di bentuk. Nah itu soal etik juga," katanya.
Ketujuh, soal semrawutnya mekanisme pengambilan keputusan. Kedelapan, soal MK yabg diduga dijadikan alat politik praktis. "MK dijadikan alat politik. Politik praktis dan lain-lain, memberi kesempatan kekuatan dari luar mengintervensi ke dalam dengan nada kesengajaan. Itu ada juga yang mempersoalkan kaya gitu," katanya.
Kesembilan, soal berita salah satu media nasional terkait permasalahan sidang putusan perkara tersebut. Di mana, kata Jimly media tersebut menjelaskan secara rinci yang sebenarnya hanya internal MK saja yang seharusnya mengetahui.
"Artinya ada masalah serius di dalam. Kan enggak boleh yang rahasia kok ketahuan kaya CCTV. Kaya Pak Petrus ini punya CCTV nonton bagaimana berdebatnya hakim. Sampe begitu kok tahu semua. Berarti ada masalah. Sumber dari dalam. Bisa hakimnya bisa karyawannya," urai Jimly
Untuk diketahui, laporan pelanggaran kode etik Anwar Usman ini bermula ketika para hakim MK menangani perkara soal uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Tepatnya, soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres), dari 11 gugatan hanya 1 saja yang dikabulkan oleh MK.
Yakni gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A. Dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
Gugatan tersebut ditengarai untuk memuluskan Gibran Raka Buming Raka menjadi Cawapres. Sebab, dia baru berusia 36 tahun namun memiliki pengalaman menjadi Wali Kota Solo.
Sepekan pasca uji materiil itu dikabulkan MK, Gibran resmi diumumkan menjadi cawapres mendampingi Capres Prabowo Subianto, Minggu, 22 Oktober 2023. Mereka juga sudah mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pasangan capres-cawapres.
Hubungan kekeluargaan antara Gibran dan Anwar Usman pun disorot. Anwar merupakan paman dari Gibran. Lantaran hubungan kekeluargaan itu, Anwar Usman dikhawatirkan ada konflik kepentingan dalam perkara tersebut. Saat ini, ada 18 laporan soal pelanggaran kode etik tersebut yang ditangani MKMK. (Irfan Maulana/MPI)
(cip)