Tranformasi Kesehatan Minus Ketahanan Pangan
loading...
A
A
A
Menurut Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin (https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/, 31 Mei 2022), transformasi sistem kesehatan atau yang lebih populer sebagai transformasi kesehatan, yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2022-2024, meliputi enam pilar: transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan.
Sekali pun kebijakan enam transformasi kesehatan yang dicanangkan Menteri Kesehatan ini telah melahirkan UU Omnibus Kesehatan atau UU Kesehatan No 17/2023, tetap saja tidak menyinggung tentang pangan, ketahahan pangan, apalagi kedaulatan pangan.
Ketahanan Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
UU No 18/2012 tentang Pangan menyebutkan bahwa penyelenggaraan pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri, menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat, mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
UU Pangan juga mengamanatkan agar penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional. Mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan merupakan hal mendasar yang sangat besar arti dan manfaatnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan terkait penyelenggaraan pangan di Indonesia.
Tujuan penyelenggaraan pangan menurut Pasal 4 UU Pangan adalah sebagai berikut. Pertama, meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri. Kedua, menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat.
Ketiga, mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Keempat, mempermudah atau meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan pangan dan gizi.
Kelima, meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri. Keenam, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat.
Ketujuh, meningkatkan kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan. Kedelapan, melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya pangan nasional.
Dalam UU Pangan terdapat diksi keamanan pangan, kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahahan pangan. Lalu, apa makna dari diksi-diksi tersebut?
Sekali pun kebijakan enam transformasi kesehatan yang dicanangkan Menteri Kesehatan ini telah melahirkan UU Omnibus Kesehatan atau UU Kesehatan No 17/2023, tetap saja tidak menyinggung tentang pangan, ketahahan pangan, apalagi kedaulatan pangan.
Ketahanan Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
UU No 18/2012 tentang Pangan menyebutkan bahwa penyelenggaraan pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri, menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat, mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
UU Pangan juga mengamanatkan agar penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional. Mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan merupakan hal mendasar yang sangat besar arti dan manfaatnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan terkait penyelenggaraan pangan di Indonesia.
Tujuan penyelenggaraan pangan menurut Pasal 4 UU Pangan adalah sebagai berikut. Pertama, meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri. Kedua, menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat.
Ketiga, mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Keempat, mempermudah atau meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan pangan dan gizi.
Kelima, meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri. Keenam, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat.
Ketujuh, meningkatkan kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan. Kedelapan, melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya pangan nasional.
Dalam UU Pangan terdapat diksi keamanan pangan, kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahahan pangan. Lalu, apa makna dari diksi-diksi tersebut?