Tranformasi Kesehatan Minus Ketahanan Pangan

Selasa, 31 Oktober 2023 - 11:35 WIB
loading...
Tranformasi Kesehatan Minus Ketahanan Pangan
Zaenal Abidin, Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (periode 2012-2015). Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Zaenal Abidin
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (periode 2012 - 2015)

TANGGAL 31 Agustus 2023 lalu, penulis menulis di salah satu portal media dengan tajuk “Kebijakan Transformasi Kesehatan Minus Air Bersih”. Dalam tulisan tersebut penulis memaparkan bahwa air atau air bersih adalah salah satu elemen utama di bumi yang menjadi bagian tak terpisahkan dari umat manusia sebagai makhluk hidup.

Manusia membutuhkan air untuk kebutuhan rumah tangga, menyiram tanaman, bersuci saat akan beribadah kepada Tuhan, memandikan jenazah, sumber energi terbarukan, pertanian dan perkebunan, olahraga dan wisata, industri, pertambangan, dan petahanan dan keamanan. Bahkan alam semesta pun membutukan air untuk menjaga keseimbangannya.

Sedang, pada tulisan ini penulis ingin menyajikan mengenai kesehatan dan pangan. Penulis memilih judul, “Transformasi Kesehatan Minus Ketahaan Pangan”.

Mengapa judulnya demikian? Sebab, dari enam butir kebijakan tranformasi kesehatan yang dicanangkan pemerintah saat ini tidak satu pun yang menyinggung tentang pangan dan ketahanan pangan. Seolah-olah, penyelenggara pemerintahan di bidang kesehatan dapat menyehatkan masyarakat dan bangsa tanpa pangan dan ketahanan pangan.

Transformasi Kesehatan
Pada tujuan negara yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, kita akan berjumpa dengan pernyataan kehendak negara untuk “memajukan kesejahteraan umum.” Tentu saja kehendak tersebut lebih mudah menerjemahkannya dengan kalimat “meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia.”

Kesehatan sebagai kebutuhan dasar rakyat, juga lebih mudah mencapainya bila menggunakan pendekatan kesisteman. Kesehatan sebagai suatu sistem selalu terkoneksi dengan sub-sistem lain di dalam sistem kesehatan. Dan juga akan terhubungan dengan sistem-sistem lain di luar sistem kesehatan, sebagai bahagian dari supra sistem ketahanan nasional.

Sistem kesehatan adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sistem kesehatan merupakan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Lalu, apa itu transformasi sistem kesehatan? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia transformasi adalah perubahan, berubah dari keadaan yang sebelumnya menjadi keadaan yang baru sama sekali. Transformasi adalah perubahan yang terjadi dari keadaan yang sebelumnya menjadi baru dan lebih baik.

Transformasi sistem kesehatan merupakan suatu upaya untuk mengubah sistem kesehatan yang sudah ada agar dapat lebih efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan kesehatan. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pelayanan, memperluas aksesibilitas, dan mengurangi disparitas dalam kesehatan antarwilayah sehingga masyarakat dapat sehat atau hidup sehat (https://dinkes.jogjaprov.go.id/, 7 Maret 2023).Soal bahagian mananya dari sistem yang lama yang diubah, wallahu a’lam.

Menurut Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin (https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/, 31 Mei 2022), transformasi sistem kesehatan atau yang lebih populer sebagai transformasi kesehatan, yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2022-2024, meliputi enam pilar: transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM kesehatan, dan transformasi teknologi kesehatan.

Sekali pun kebijakan enam transformasi kesehatan yang dicanangkan Menteri Kesehatan ini telah melahirkan UU Omnibus Kesehatan atau UU Kesehatan No 17/2023, tetap saja tidak menyinggung tentang pangan, ketahahan pangan, apalagi kedaulatan pangan.

Ketahanan Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalamnya bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

UU No 18/2012 tentang Pangan menyebutkan bahwa penyelenggaraan pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri, menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat, mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

UU Pangan juga mengamanatkan agar penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional. Mewujudkan kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan merupakan hal mendasar yang sangat besar arti dan manfaatnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan terkait penyelenggaraan pangan di Indonesia.

Tujuan penyelenggaraan pangan menurut Pasal 4 UU Pangan adalah sebagai berikut. Pertama, meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri. Kedua, menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat.

Ketiga, mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Keempat, mempermudah atau meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan pangan dan gizi.

Kelima, meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri. Keenam, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat.

Ketujuh, meningkatkan kesejahteraan bagi petani, nelayan, pembudi daya ikan, dan pelaku usaha pangan. Kedelapan, melindungi dan mengembangkan kekayaan sumber daya pangan nasional.

Dalam UU Pangan terdapat diksi keamanan pangan, kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahahan pangan. Lalu, apa makna dari diksi-diksi tersebut?

Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan tiga cemaran, yaitu cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.

Keamanan pangan diselenggarakan untuk menjaga pangan tetap aman, higienis, bermutu dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat. Keamanan pangan juga dimaksudkan untuk mencegah cemaran biologis dan kimia yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

Keamanan pangan juga untuk meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan pangan dan gizi, meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pangan yang aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi masyarakat.

Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

Kemandirian pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.

Sedangkan ketahanan pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Pemenuhan pangan masyarakat ditentukan oleh sistem ketahanan pangannya. Dalam sistem ketahanan pangan dapat dibagi menjadi 3 aspek. Pertama, ketersediaan pangan bergizi yang cukup dengan kualitas baik tersedia bagi masyarakat untuk dikonsumsi.

Kedua, keterjangkauan pangan yakni kemampuan masyarakat dalam mengakses pangan, baik dari sisi akses terhadap fisik dan ekonomi yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan atau daya beli masyarakat, stabilitas harga, maupun tingkat kemiskinan. Ketiga, keamanan dan kualitas pangannya.

Catatan Akhir
Negara berkewajiban mewujudkan sistem ketahanan pangan baik pada tingkat nasional maupun daerah. Mengapa demikian? Sebab tanpa pangan dan ketahahan pangan suatu rumah tangga tidak mungkin dapat menyusun menu bergizi seimbang bagi anggota keluarganya. Dan, tanpa gizi seimbang tidak mungkin kita mengharapkan keluarga, masyarakat, dan bangsa dapat hidup sehat.

Selanjutnya, apakah kementerian yang mengurus urusan kesehatan harus bertanggung jawab atas pangan dan ketahanan pangan? Tentu saja tidak perlu. Apalagi mau mengambil alih tugas dan fungsi kementerian dan lembaga yang secara langsung mengurus pangan dan ketahanan pangan ini. Namun, setidaknya kementerian di bidang kesehatan perlu merancang regulasi dan kebijakan kesehatan yang terkoneksi dengan kebijakan pangan dan ketahanan pangan.

Program kesehatan tidak boleh ekskusif, apalagi membatasi diri dengan hanya enam pilar saja. Apalagi bila keenamnya hanya terkait dengan pelayanan orang yang sudah terlanjur sakit (hilir). Program kesehatan seharusnya lebih mengarah dan terkoneksi dengan urusan hulu dari kesehatan, di antaranya pangan dan ketahahan pangan, guna mencegah masyarakat jatuh sakit, kekurangan gizi, dan stunting. Kita tentu tahu bahwa kekurangan pangan merupakan penyebab tidak langsung dari kekurangan gizi dan stunting.

Karena kebijakan dan program kesehatan sangat dekat dan beririsan dengan pangan dan ketahanan pangan nasional sehingga kementerian kesehatan harus ikut aktif di dalam upaya merancang ketahanan pangan serta mengatur ketersediaan, stabilitas, dan pola konsumsinya. Bahkan kementerian kesehatan seharusnya memiliki perwakilan tetap dan aktif di dalam Badan Pangan Nasional. Wallahu a'lam bishawab.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1483 seconds (0.1#10.140)