Dugaan Pelanggaran Etik Anwar Usman Cs, MKMK Diingatkan Lagi Dipantau Publik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi ( MKMK ) diingatkan bahwa mereka sedang diawasi oleh masyarakat. MKMK dituntut bijak dalam mengambil keputusan.
MKMK sedang menyelidiki dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi saat memutus gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman diketahui mengubah syarat capres dan cawapres dengan menambahkan frasa pada Pasal 169 huruf q UU menjadi: 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk kepala daerah'.
“Situasi saat ini publik sedang mencari sebuah jawaban terhadap pernyataan besar apakah mahkamah etik (MKMK, red) ini mampu memberikan solusi untuk pemulihan citra Mahkamah Konstitusi yang sudah hancur karena ada persoalan pelanggaran etik di situ,” ujar tokoh agama Romo Benny Susetyo saat dihubungi, Senin (30/10/2023).
“Jadi sebenarnya publik lagi memantau, apalagi para akademisi, para ahli-ahli konstitusi ini berharap keputusan mahkamah etik itu jelas dalam arti memberikan keadilan rasa, keadilan publik,” ujarnya.
Dia menjelaskan, pelanggaran etik hakim adalah pelanggaran yang sangat serius, terlebih jika terjadi dalam sebuah putusan. Sebab, dia mengatakan bahwa putusan yang dibuat oleh MK artinya diambil dengan cara yang inkonstitusional.
Jika dugaan sejumlah pihak terbukti, Romo Benny mengatakan putusan MK terkait syarat batas usia capres cawapres yang baru diputus sebagai sesuatu yang cacat moral meskipun keputusannya tidak bisa diganggu gugat.
“Kalau itu dia melanggar etik, berarti kan melanggar sumpah jabatan. Berarti ada kepentingan agenda tersembunyi dan kepentingan itu digolkan oleh sebuah kesadaran,” ujarnya.
“Bahwa dia melakukan itu kan, berarti dia melakukan yang disebutkan melakukan tindakan ketidakadilan. Itu yang melukai keadilan,” sambungnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, implikasi dari putusan MK jika terbukti ada pelanggaran adalah hilangnya rasa kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Lebih dari itu, masyarakat juga tidak akan percaya terhadap hasil Pilpres 2024.
MKMK sedang menyelidiki dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi saat memutus gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman diketahui mengubah syarat capres dan cawapres dengan menambahkan frasa pada Pasal 169 huruf q UU menjadi: 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk kepala daerah'.
“Situasi saat ini publik sedang mencari sebuah jawaban terhadap pernyataan besar apakah mahkamah etik (MKMK, red) ini mampu memberikan solusi untuk pemulihan citra Mahkamah Konstitusi yang sudah hancur karena ada persoalan pelanggaran etik di situ,” ujar tokoh agama Romo Benny Susetyo saat dihubungi, Senin (30/10/2023).
“Jadi sebenarnya publik lagi memantau, apalagi para akademisi, para ahli-ahli konstitusi ini berharap keputusan mahkamah etik itu jelas dalam arti memberikan keadilan rasa, keadilan publik,” ujarnya.
Dia menjelaskan, pelanggaran etik hakim adalah pelanggaran yang sangat serius, terlebih jika terjadi dalam sebuah putusan. Sebab, dia mengatakan bahwa putusan yang dibuat oleh MK artinya diambil dengan cara yang inkonstitusional.
Jika dugaan sejumlah pihak terbukti, Romo Benny mengatakan putusan MK terkait syarat batas usia capres cawapres yang baru diputus sebagai sesuatu yang cacat moral meskipun keputusannya tidak bisa diganggu gugat.
“Kalau itu dia melanggar etik, berarti kan melanggar sumpah jabatan. Berarti ada kepentingan agenda tersembunyi dan kepentingan itu digolkan oleh sebuah kesadaran,” ujarnya.
“Bahwa dia melakukan itu kan, berarti dia melakukan yang disebutkan melakukan tindakan ketidakadilan. Itu yang melukai keadilan,” sambungnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, implikasi dari putusan MK jika terbukti ada pelanggaran adalah hilangnya rasa kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Lebih dari itu, masyarakat juga tidak akan percaya terhadap hasil Pilpres 2024.
(rca)