Yusuf Lakaseng Nilai Putusan MK Lahirkan Pemilu yang Semrawut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPP Partai Perindo Bidang Politik Yusuf Lakaseng menilai putusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) terkait perubahan syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) melahirkan pemilu yang kacau balau. Situasi ini dikhawatirkan bisa menimbulkan konflik sosial.
"Ini putusan yang memprovokasi ya, artinya pemilu ini menjadi pemilu yang semrawut bisa ada kerusuhan," kata Yusuf Lakaseng dalam acara bertajuk 'Suhu Politik Pasca Putusan MK' yang tayang di YouTube Official iNews, Sabtu (28/10/2023).
Menurut Yusuf, seluruh dinamika yang terjadi saat ini merupakan satu kesatuan operasi politik terencana yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ini kan by desain dari usulan perpanjangan, tiga periode kemudian sampai peristiwa MK ini. Untuk menjadi kontestan pemilu saja sudah melakukan kecurangan sedemikian rupa membegal MK dengan operasi kecurangan," katanya.
Hal itu, kata Yusuf, menunjukkan pasangan yang diloloskan dalam Pilpres 2024 juga pasti ingin dimenangkan. "Karena kalau tidak dimenangkan, risiko besar pasti akan ditanggung oleh Jokowi," ujarnya.
Caleg DPR dari Partai Perindo untuk Dapil Sulawesi Tengah itu memandang, dalam operasi pemenangan ini nantinya dikhawatirkan melahirkan kecurangan-kecurangan baru yang lebih terstruktur dan sistematis.
"Makanya saya bilang bahwa pemilu ini adalah pemilu yang sangat krusial di masa Reformasi, rakyat harus ikut andil untuk membangun posko-posko pemantauan pemilu, catat semua alat-alat kekuasaan, tangan-tangan kekuasaan yang bermain didalam pemilu ini untuk memenangkan satu kandidat tertentu, itu haram itu tidak boleh," tuturnya.
Yusuf mengaku geram dengan pernyataan Gibran Rakabuming Raka yang menganggap putusan MK merupakan sebuah kejutan. "Saya lihat betul prosesnya ketika Gibran hadir di Jakarta, di Tugu Proklamasi ketemu dengan relawannya, dia sampaikan tunggu kejutan-kejutan berikutnya. Apa maksudnya? Tafsir saya adalah berarti dia menganggap putusan MK itu adalah kejutan," katanya.
"Itu bukan kejutan, itu satu operasi politik yang norak, yang betul-betul tidak bisa dibanggakan, itu skandal," tambahnya.
Yusuf juga meyakini ada campur tangan Jokowi dalam putusan MK tersebut. "Operasi MK ini kan adalah operasi terencana oleh Istana. 1.000% saya yakin Jokowi terlibat dalam operasi ini. Dia mungkin master mind yang merencanakan ini," tegasnya.
Menurutnya, Jokowi salah menafsirkan arti kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahannya selama dua periode ini, sehingga terlalu percaya diri. Yusuf berpendapat Jokowi adalah politikus tradisional yang tidak memahami hakikat dari demokrasi.
"Jokowi merasa karena approval-nya tinggi 80% jadi sangat percaya diri. Padahal kan itu lahir dari satu proses di mana dia sudah melahirkan kebaikan-kebaikan dalam prosesnya memimpin, sehingga masyarakat percaya. Ketika dia melakukan hal yang tercela, maka approval rating itu hanya seperti istana pasir, ketika disapu air sedikit dia langsung rata tanah," paparnya.
"Jadi menurut saya Jokowi ini mencoba mengabaikan demokrasi, mentang-mentang sudah membangun infrastruktur dan hilirisasi. Padahal menurut saya demokrasi itu tidak bisa dipertukarkan dengan infrastruktur dan hilarirasi justru demokrasilah yang melahirkan infratruktur dan hilarirasi," katanya.
"Ini putusan yang memprovokasi ya, artinya pemilu ini menjadi pemilu yang semrawut bisa ada kerusuhan," kata Yusuf Lakaseng dalam acara bertajuk 'Suhu Politik Pasca Putusan MK' yang tayang di YouTube Official iNews, Sabtu (28/10/2023).
Menurut Yusuf, seluruh dinamika yang terjadi saat ini merupakan satu kesatuan operasi politik terencana yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Ini kan by desain dari usulan perpanjangan, tiga periode kemudian sampai peristiwa MK ini. Untuk menjadi kontestan pemilu saja sudah melakukan kecurangan sedemikian rupa membegal MK dengan operasi kecurangan," katanya.
Hal itu, kata Yusuf, menunjukkan pasangan yang diloloskan dalam Pilpres 2024 juga pasti ingin dimenangkan. "Karena kalau tidak dimenangkan, risiko besar pasti akan ditanggung oleh Jokowi," ujarnya.
Caleg DPR dari Partai Perindo untuk Dapil Sulawesi Tengah itu memandang, dalam operasi pemenangan ini nantinya dikhawatirkan melahirkan kecurangan-kecurangan baru yang lebih terstruktur dan sistematis.
"Makanya saya bilang bahwa pemilu ini adalah pemilu yang sangat krusial di masa Reformasi, rakyat harus ikut andil untuk membangun posko-posko pemantauan pemilu, catat semua alat-alat kekuasaan, tangan-tangan kekuasaan yang bermain didalam pemilu ini untuk memenangkan satu kandidat tertentu, itu haram itu tidak boleh," tuturnya.
Yusuf mengaku geram dengan pernyataan Gibran Rakabuming Raka yang menganggap putusan MK merupakan sebuah kejutan. "Saya lihat betul prosesnya ketika Gibran hadir di Jakarta, di Tugu Proklamasi ketemu dengan relawannya, dia sampaikan tunggu kejutan-kejutan berikutnya. Apa maksudnya? Tafsir saya adalah berarti dia menganggap putusan MK itu adalah kejutan," katanya.
"Itu bukan kejutan, itu satu operasi politik yang norak, yang betul-betul tidak bisa dibanggakan, itu skandal," tambahnya.
Yusuf juga meyakini ada campur tangan Jokowi dalam putusan MK tersebut. "Operasi MK ini kan adalah operasi terencana oleh Istana. 1.000% saya yakin Jokowi terlibat dalam operasi ini. Dia mungkin master mind yang merencanakan ini," tegasnya.
Menurutnya, Jokowi salah menafsirkan arti kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahannya selama dua periode ini, sehingga terlalu percaya diri. Yusuf berpendapat Jokowi adalah politikus tradisional yang tidak memahami hakikat dari demokrasi.
"Jokowi merasa karena approval-nya tinggi 80% jadi sangat percaya diri. Padahal kan itu lahir dari satu proses di mana dia sudah melahirkan kebaikan-kebaikan dalam prosesnya memimpin, sehingga masyarakat percaya. Ketika dia melakukan hal yang tercela, maka approval rating itu hanya seperti istana pasir, ketika disapu air sedikit dia langsung rata tanah," paparnya.
"Jadi menurut saya Jokowi ini mencoba mengabaikan demokrasi, mentang-mentang sudah membangun infrastruktur dan hilirisasi. Padahal menurut saya demokrasi itu tidak bisa dipertukarkan dengan infrastruktur dan hilarirasi justru demokrasilah yang melahirkan infratruktur dan hilarirasi," katanya.
(abd)